SAMARINDA – Banjir yang merendam pemukiman 1.708 warga di Kelurahan Simpang Tiga, Kecamatan Loa Janan Ilir, Samarinda mengakibatkan kerugian ratusan juta rupiah. Kerugian dialami karena padi, perabot rumah, peternakan, ijazah, dan kartu kesehatan rusak diterjang banjir.
Kerugian tersebut belum terhitung waktu yang terbuang selama dua hari tertimpa banjir. Banjir terparah sejak 1986 itu telah mengakibatkan ratusan warga tak bisa bekerja. Pasalnya, korban banjir hanya bisa bertahan di rumah menunggu banjir surut.
Nuryanto (57), warga yang tinggal di RT 17 Kelurahan Simpang Tiga mengaku pada hari pertama banjir, rumahnya terendam banjir hingga atap. Tingginya sekira dua meter. Akibatnya seluruh barang berharga di rumahnya basah tak tersisa.
“Yang terselamatkan hanya televisi dan alat-alat kerja saya sebagai tukang bangunan,” kata suami Hasiah itu, Sabtu (24/3) kemarin.
Pakaian, ijazah, dan perkakas berharga lainnya tak sempat dia selamatkan. Pasalnya, banjir datang menerjang pada pukul 03.00 Wita. Nuryanto pun hanya bisa fokus menyelamatkan anak-anak dan istrinya. “Televisi dan alat tukang bisa saya selamatkan karena pagi saya nekad mengambilnya,” ungkap dia.
Nuryanto berujar, setelah banjir berangsur surut, dirinya bersama keluarga mulai melakukan pembersihan rumah. Seluruh barang-barang yang dapat diselamatkan di bawa keluar dari rumah. Semuanya dijemur. “Saya lihat sudah ada barang yang rusak. Kemungkinan ada yang bisa diselamatkan, tapi kondisinya tidak sebaik kemarin (sebelum banjir),” jelas Nuryanto.
Dia mengaku, selama dua hari diterjang banjir, hanya pakaian di badannya yang tidak basah. Pakaian itu sudah dikenakannnya sejak dua hari yang lalu dan belum diganti. Terkait bantuan makanan dan pakaian dari Pemkot Samarinda, Nuryanto mengungkap hanya mendapatkan mi instan. “Sehari setelah banjir dikasih dua mi instan. Saya bagi tujuh dengan anak dan istri,” bebernya.
Kata dia, sejatinya terdapat posko yang menyediakan makanan untuk korban banjir. Bantuan itu harus diambil sendiri oleh korban banjir. Sehingga dia pun ikut mengantre di posko yang tak jauh dari rumahnya. “Sehari tiga kali disediakan makanan. Biasanya nasi bungkus. Tapi saya jarang ngambil. Lebih fokus ngurus rumah,” tuturnya Nuryanto.
Sementara itu korban banjir lainnya, Rusmini (54) menceritakan, baru kemarin dirinya dapat membersihkan rumahnya. Dalam hal ini banjir telah meninggalkan lumpur di semua bagian rumah. Dia beserta anggota keluarga pun harus bekerja ekstra membersihkannya.
“Sudah dua kali saya siram dan sikat. Tapi rumah masih saja dipenuhi lumpur,” keluh Rusmini.
Akibatnya, rutinitasnya sebagai pedagang menjadi lumpuh total. Sudah dua hari dia tidak bekerja karena harus membersihkan rumah. “Makan hanya seadanya. Hanya ini pakaian kering yang saya pakai,” katanya sambil menunjuk baju hijau muda yang dia kenakan. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: