bontangpost.id – Belum selesai tekanan yang dirasakan masyarakat setelah kenaikan harga pertamax, kini muncul sinyal kenaikan lainnya. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, rencananya harga pertalite dan LPG 3 kilogram menyusul naik.
”Overall, yang akan terjadi itu pertamax, pertalite, premium belum, gas yang 3 kilo itu (ada kenaikan, Red) bertahap. Jadi, 1 April, nanti Juli, nanti September. Itu bertahap (naiknya) dilakukan pemerintah,’’ ujarnya (1/4). Meski begitu, dia belum menyebut secara terperinci wacana kenaikan tersebut. Yang jelas, hal tersebut dipengaruhi situasi memanas akibat serangan Rusia ke Ukraina.
Selain itu, Luhut menilai bahwa penyesuaian harga pertamax terbilang terlambat. Sebab, harga minyak dunia mengalami tren kenaikan sejak lama. Karena itulah, kenaikan harga BBM jenis pertamax sudah harus dilakukan pada 1 April 2022. Keputusan itu diambil demi menyelamatkan keuangan Pertamina imbas mahalnya harga minyak mentah dunia.
Terpisah, Pjs Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Subholding Commercial & Trading Pertamina Irto Ginting menuturkan, pihaknya menyerahkan rencana kenaikan harga tersebut pada keputusan pemerintah. ’’Penetapan harga BBM subsidi dan LPG subsidi merupakan kewenangan pemerintah, ya,’’ ujarnya singkat kepada Jawa Pos kemarin.
Terkait dengan kenaikan harga pertamax, peneliti Organisasi Riset (OR) Tata Kelola Pemerintahan, Ekonomi, dan Kesejahteraan Masyarakat BRIN Maxensius Tri Sambodo mengkhawatirkan migrasi pengguna pertamax ke pertalite. Kondisi itu dipicu kenaikan harga pertamax sekitar 40 persen. ”Saya tidak bisa menyebutkan berapa banyak yang migrasi. Tapi, itu pasti ada,” kata peneliti yang akrab disapa Max tersebut.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengkhawatirkan kenaikan harga pertamax diikuti kelangkaan suplai pertalite. Ujungnya, pemerintah mengembalikan harga pertalite sesuai dengan harga keekonomian atau harga pasar. ”Sama dengan kasus minyak goreng (migor) kemarin,” ujar Trubus.
Migor kemasan sempat langka beberapa waktu lalu. Tepatnya saat harga maksimal berlaku Rp 14 ribu per liter. Akibat kelangkaan itu, pemerintah mengembalikan harga minyak goreng kemasan ke harga pasar atau keekonomian. Tidak berselang lama, stok minyak goreng kemasan langsung melimpah di ritel modern.
Status pertalite saat ini adalah BBM dalam pengawasan karena merupakan jenis BBM khusus penugasan pemerintah kepada Pertamina. Anggota Komisi VII DPR Mulyanto menegaskan, konsekuensi legal serta anggaran antara BBM umum dan BBM khusus penugasan sangat berbeda. Kalau BBM umum, tata niaganya mendekati 100 persen mengikuti mekanisme pasar. Sementara, tata niaga BBM khusus penugasan 100 persen dikendalikan secara penuh oleh pemerintah. Baik harga eceran, kuota, maupun wilayah distribusinya.
Menurut dia, selisih antara harga keekonomian pertalite dan harga jualnya akan diganti atau disubsidi pemerintah melalui skema dana kompensasi kepada Pertamina. Sebab, Pertamina secara khusus mendapatkan penugasan dari pemerintah untuk menyediakan dan mendistribusikan BBM jenis pertalite.
Sementara itu, kenaikan harga migor mendorong pemerintah memberikan bantuan langsung tunai (BLT). Kemarin Presiden Jokowi mengumumkan pemberian BLT minyak goreng untuk 23 juta warga. BLT tersebut akan diberikan untuk tiga bulan sekaligus dengan jumlah Rp 300 ribu. Jokowi menjelaskan, akibat lonjakan harga minyak sawit di pasar internasional, harga migor memang mengalami kenaikan cukup tinggi.
Karena itu, untuk meringankan beban masyarakat, pemerintah bakal memberikan BLT kepada 20,5 juta keluarga yang masuk dalam daftar penerima bantuan nontunai dan program keluarga harapan (PKH). ”Serta 2,5 juta PKL yang berjualan gorengan,” jelasnya.
Besaran BLT itu mencapai Rp 100 ribu per bulan dengan pemberian di muka untuk tiga bulan. Dengan begitu, bantuan yang diterima Rp 300 ribu untuk April, Mei, dan Juni.
Dia menginstruksikan kementerian, Polri, dan TNI untuk berkoordinasi dalam penyaluran BLT tersebut. ”Agar penyalurannya berjalan baik dan lancar,” tuturnya.
Sementara, Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) melaporkan dugaan mafia migor ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengakui, memang KPPU sempat menyampaikan adanya dugaan mafia atau kartel monopoli minyak goreng saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR. ”Kami melaporkan ini untuk melengkapi tindakan KPPU tersebut,” ujarnya.
Menurut dia, ada sembilan perusahaan besar eksportir CPO yang mengirimkan CPO ke luar negeri dengan tidak membayar pajak pertambahan nilai. Lalu, ada satu perusahaan asing selaku pembeli CPO dari sembilan perusahaan tersebut dengan nilai transaksi Rp 1,1 triliun. ”Semua CPO itu dijual ke luar negeri tanpa melewati proses industri sebagaimana ketentuan kawasan berikat,” ungkapnya.
Boyamin membeberkan inisial sembilan perusahaan eksportir CPO dan satu perusahaan asing tersebut. Yakni, PA, EP, PI, BA, IT, NL, TJ, MS, dan SP. Untuk perusahaan asing, inisialnya VOD PTE LTD. ”Semuanya PT,” tandasnya. (idr/dee/wan/lum/c14/ttg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post