bontangpost.id – Angka kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan di Bontang masih tinggi. Psikolog dari Lembaga Insan Cita Laela Siddiqah mengatakan ini menunjukkan bahwa kemampuan individu yaitu pelaku dalam mengontrol perilaku seksualnya itu bermasalah. Menurutnya hal ini disebabkan oleh banyak faktor. Baik internal atau eksternal.
“Pengaruh paparan pornografi menjadi hal yang dapat membuat seseorang kehilangan nilai moralitasnya. Sehingga dapat terdorong untuk melampiaskan hasrat seksualnya dengan cara-cara yang salah. Melanggar norma dan aturan negara,” kata Laela.
Selain itu, pemahaman masyarakat terhadap aturan hukum yg berkaitan dengan perlindungan perempuan dan anak juga masih minim. Sehingga peraturan atau undang-undang yang ada belum bisa berfungsi sebagai “border” yang bisa mencegah perbuatan buruk terhadap perempuan dan anak.
“Untuk itu UU terkait perlindungan anak, penghapusan KDRT, perdagangan orang/trafficking perlu terus disosialisasikan kepada masyarakat secara luas,” ucapnya.
Ia juga menuturkan faktor lainnya ialah masih lemahnya fungsi keluarga dan masih rendahnya peran orangtua dalam memberikan pendidikan seks dan seksualitas kepada anak sejak dini. Sehingga anak-anak kurang memiliki pemahaman yang baik dan benar tentang dirinya dan tubuhnya sendiri. Sehubungan bagaimana menjaga, merawat, dan melindunginya.
“Anak-anak juga masih kurang dibekali bagaimana mengenali situasi atau perlakuan yang membahayakan, serta bagaimana cara menghadapinya,” tuturnya.
Siapapun yang menjadi orangtua perlu terus belajar bagaimana menjalankan peran dan fungsinya dengan baik. Membekali diri dengan pemahaman dan ilmu-ilmu pengasuhan menjadi sangat penting agar apa yang dilakukan sesuai kebutuhan anak.
Terlebih di era sekarang yang serba cepat, orang tua perlu bersikap terbuka namun tetap memiliki prinsip dan nilai-nilai yang kuat dalam membangun keluarga. Orangtua perlu mengembangkan hubungan yang sehat dengan anak, melalui komunikasi yang positif dan efektif.
Anak-anak saat ini cenderung pasif. Tidak terlatih untuk bersikap kritis, apalagi jika apa yang dimaui dipenuhi. Jika demikian, maka anak dapat dengan mudah terbujuk untuk melakukan hal-hal yang diinginkan oleh pelaku.
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (DPPKB) mencatat angka kekerasan seksual pada perempuan dan anak di Bontang masih tinggi. Pada semester pertama tahun ini terdapat 16 kasus. Angka ini sama dengan semester pertama tahun lalu.
“Angkanya memang masih sama,” kata Kepala DPPKB dr Bahauddin.
Rinciannya lima kasus kekerasan seksual pada perempuan. Sementara pada anak jumlahnya lebih tinggi yakni 11. Pada tahun lalu perbandingannya yaitu satu kasus menyasar korban perempuan. Sisanya pada anak.
Menurutnya sejauh ini UPT PPA telah melayani masyarakat. Setelah menerima laporan pengaduan akan melakukan pemberian layanan sesuai dengan lima Fungsi UPTD. Meliputi penjangkauan korban, pengelolaan kasus, penampungan sementara korban, mediasi, hingga pendampingan korban.
“Baik saat menjalani proses hukum, aspek kesehatan, psikologis, rohani, dan psikososial,” ucapnya.
Mengenai lama pendampingan disesuaikan dengan kebutuhan korban. UPTD PPA berupaya melakukan pendampingan sampai kondisi korban dan keluarga mampu pulih secara psikis dan sosial.
Adapun kesulitan yang dihadapi masih banyak masyarakat kota Bontang tidak berani. Dalam melaporkan kasus kekekrasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di sekitar. Selain itu kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak masih dianggap sebagai aib. (ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post