Persoalan BBM sudah seringkali diadukan berbagai elemen masyarakat kepada pemerintah pusat. Namun sayang, belum ada solusi konkret. Keberadaan wakil Kaltim di Senayan kini dipertanyakan.
bontangpost.id – Antrean pengendara mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) yang mengular di SPBU, bukan pemandangan baru di Kaltim. Ironi di daerah pengolah minyak yang susah mendapatkan minyak. Terlebih Balikpapan yang terkenal sebagai label Kota Minyak, justru menghadapi masalah kesulitan minyak.
Anomali itu menjadi pembahasan dalam diskusi rutin Kaltim Post (induk bontangpost.id) “Rembuk Etam” yang bertajuk Susahnya Mencari Bahan Bakar Minyak di Daerah Kaya Minyak. Kegiatan hasil kerja sama dengan Ikatan Alumni Universitas Brawijaya (IKA UB) Kaltim, berlokasi di Hotel Platinum Balikpapan, Rabu (13/12). Berbagai instansi terkait hadir menyampaikan paparannya. Diskusi dipimpin Redaktur Kaltim Post Ismet Rifani. Direktur Kaltim Post Erwin Dede Nugroho saat membuka Rembuk Etam mengatakan, antrean BBM adalah masalah penting karena berkaitan dengan hajat hidup banyak orang.
“Kami berharap dari forum ini bisa menemukan solusi dari setiap saran para stakeholder,” katanya.
Ketua IKA UB Kaltim Myrna Safitri mengatakan, forum ini dibentuk sebagai warga Kaltim ikut berpartisipasi memikirkan dan menyampaikan usulan yang bisa diberikan kepada pengambil kebijakan. Sehingga persoalan bisa teratasi secepatnya. Dia menyadari masalah BBM tentu tidak sederhana. Namun akumulasi berbagai hal. Mulai dari distribusi, kuota, pengawasan, manajemen transportasi kota.
Dia melihat orang lebih memilih kendaraan pribadi yang membuat kebutuhan BBM semakin tinggi. “Harus memikirkan bagaimana mobilitas warga dengan kendaraan umum yang layak. Meski kurang tersedia di beberapa kota di Kaltim,” ungkapnya. Sementara itu, Ketua APINDO Kaltim Slamet Brotosiswoyo mengatakan, apabila kondisi kemacetan BBM terus dibiarkan, maka akan berpengaruh pada produktifitas dunia usaha.
Apalagi BBM merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi masyarakat. Khusus bagi pengusaha. Urusan BBM berhubungan dengan untung dan rugi. Dia mengaku sudah sekian kali menyampaikan persoalan BBM kepada pemerintah. Namun sayang tak pernah ada solusi mengatasi kekurangan kuota BBM di Kaltim. “Harapannya ada peran perwakilan Kaltim di DPR RI dan DPD RI yang mampu memperjuangkan penambahan kuota BBM bagi Kaltim,” ucapnya.
Selama ini, lanjut dia, perhitungan kuota mengikuti jumlah penduduk. Menurutnya, wakil Kaltim di DPR RI harus memperjuangkan masalah tersebut. “Mereka mesti bisa menekan pusat,” ucapnya. Apabila tak segera ada solusi, Slamet khawatir kondisi ini berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Kaltim. Dia menuturkan, kini ekonomi telah menunjukkan tren positif dengan pertumbuh 5,3 persen. Namun jika kondisi BBM terus mengganggu, bisa turut menambah inflasi. “Sehingga daya beli turun dan pertumbuhan ekonomi terganggu. Jadi segera harus ada solusi,” tuturnya.
Slamet berharap, kebutuhan BBM di Balikpapan maupun Kaltim dapat terus bertambah seiring dengan pesatnya pembangunan. Balikpapan sudah menikmati kemacetan buah dari pertumbuhan jumlah kendaraan yang signifikan beberapa tahun belakangan. Dia menyarankan, pengusaha SPBU bisa mengoptimalkan layanan dengan membuka semua nozzle.
“Informasi dari pengusaha tanki pengantar BBM, usaha ini juga tidak menguntungkan. Jadi perlu evaluasi terhadap tarif angkutan pengantar BBM,” katanya. Ketua DPC Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Balikpapan Christofel menambahkan, antrean BBM jenis Pertalite terlihat mulai Oktober. “Kuota itu masih ada. Entah kenapa sejak Oktober itu mulai ada panic buying,” katanya.
Mengantisipasi antrean di SPBU, pengusaha juga sudah berusaha menambah jumlah pekerja. Namun upaya ini tidak banyak menolong. Antrean di SPBU tetap saja terjadi. Dia menegaskan, pengusaha sudah menyalurkan BBM sesuai dengan ketentuan. Pada bagian lain, Christofel menyadari, minat investasi membangun SPBU di Balikpapan sangat sulit. Sebab harga tanah di Balikpapan cukup mahal. Setidaknya butuh modal mencapai Rp 50 miliar untuk pengadaan tanah, peralatan, hingga perizinan. “Kami saran Pertamina Retail bisa mengambil alih potensi pasar kebutuhan SPBU di Balikpapan,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Kaltim Giman Santoso kecewa ketidakhadiran anggota DPR RI dapil Kaltim, anggota DPRD Kaltim, dan penjabat gubernur Kaltim pada Rembuk Etam kemarin. Sebagai wakil rakyat, kata dia, seharusnya pejabat hadir dan mampu menjawab persoalan yang muncul di tengah masyarakat. Dia berpendapat, antrean BBM beberapa waktu terakhir yang semakin parah, bakal berdampak terhadap dunia usaha.
Pengusaha bisa merugi, baik dari segi waktu maupun ongkos. Implikasinya ekonomi bakal terdampak. Giman juga menyoroti ketimpangan alokasi BBM bagi Kaltim masih jauh dari kebutuhan. Alokasi BBM tak memperhitungkan aspek penambahan kendaraan dari luar daerah. Apalagi sejak penetapan IKN di Kaltim, semakin banyak kendaraan luar yang masuk ke Benua Etam. Belum lagi masalah penjualan BBM khususnya pom mini. Dia meminta aparat tegas dan melakukan penertiban.
Selain ilegal, keberadaan pom mini belakangan mulai berbahaya. Seperti kejadian terbakarnya pom mini di Samarinda beberapa waktu lalu. Pengusaha pom mini membeli BBM subsidi melalui pengetap. “Sisi keamanan kurang, sisi perhitungan juga tidak tahu. Jadi saya minta ke aparat untuk tertibkan pom mini,” tegasnya. Sekretaris Organda Kaltim Firly Firdauzy mengatakan, IKN membuat kebutuhan BBM bertambah. Dampak ke masyarakat tanpa disadari inflasi. Akibatnya harga mahal. Misal angkutan barang bisa mengantar sehari sekali, otomatis harga barang naik.
Menurutnya, angkutan umum orang tidak memiliki fasilitas mengisi BBM pada jalurnya. Mereka tersandera karena tidak ada fasilitas mendukung untuk bekerja. “Soal SPBU, Pertamina bisa berpikir ada satu SPBU khusus untuk kendaraan umum atau pelat kuning. Jadi tidak mengganggu entitas lain,” ungkapnya. Sementara itu, Staf Dinas ESDM Kaltim Dalhari menuturkan, sejak 2014 Dinas ESDM tidak punya kewenangan mengawasi BBM.
Saat ini, pihaknya berkoordinasi dengan Pertamina dan BPH Migas. “Ada angin segar, insyaallah penambahan kuota pada tahun depan,” sebutnya. Di forum yang sama, Sekretaris DPD Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Kaltim Tahir menuturkan, sebelum pengisian BBM berpusat di SPBU Kilometer 13 Balikpapan, antrean truk mengisi BBM mengganggu lalu lintas kota. Masalahnya sekarang, kata dia, tinggal kuota. Kelangkaan BBM terlihat juga di Samarinda sampai Berau.
“Kami ingin ada data jelas, tidak hanya bilang kuota cukup. Kami berharap ada realisasi penambahan kuota BBM. Ini harus dikawal semua pihak,” bebernya. Menurut, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Nusantara (YLKN) Piatur Pangaribuan, regulasi yang mengatur tentang kuota BBM di Kaltim perlu digugat. Upaya lainnya, menertibkan kendaraan pelat luar Kaltim. Menurutnya, mereka bayar pajak di luar daerah tapi memakan jatah kuota BBM Kaltim. Dia menduga, kuota banyak dan fakta ada kebocoran. Maka sinergi dengan Polda Kaltim melakukan penertiban.
Piatur mengungkapkan, kasus Pertalite dan elpiji 3 kilogram sama. YLKN mengamati selama 10 tahun terakhir, semua pengawasan melekat yang tidak berjalan. “Kalau ada satgas kan musiman setiap ada masalah. Ujungnya masyarakat yang terkena imbas,” imbuhnya. Ketua STT Migas Lukman menambahkan, Kaltim yang sekarang bukan yang dulu. Dampak pasti ada. Perbedaan harga dulu dan sekarang berpengaruh. Antrean kendaraan di SPBU juga motor-motor gede hasil modifikasi yang seharusnya mendapat penertiban.
Dia menyoroti pertemuan Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik dan BPH Migas yang mengatakan kuota BBM berlebih. Dosen STT Migas Andi Jumardi menegaskan, masalah BBM saat ini di Kaltim terletak pada distribusi. Adapun Wakil Rektor Universitas Mulia Y Wibisono mengatakan, bicara kuota atau kebutuhan masyarakat ada data valid atau tidak.
Pertama, kendaraan asli dan bayar pajak di Kaltim. Kedua kendaraan di luar Kaltim tapi beroperasi di Kaltim. Terakhir kendaraan melintas, tidak beroperasi di Kaltim melainkan melintasi Kaltim. Menurutnya, ini semua harus ada data. Namun dia menyatakan jika analisis kuota tidak tepat jika berdasarkan penduduk. Di Kaltim, ucap dia, penduduk memang lebih sedikit tetapi pergerakan penduduknya jauh. Maka harus ada pendekatan berbeda.
“Kita butuh data komprehensif dan valid dari pengguna ketiga kendaraan tadi. Serta data pergerakan konsumsi ril per hari. Misalnya satu orang penduduk sebanding dengan tiga orang di Jawa,” ungkapnya. Wakil Ketua Umum Kadin Kaltim Abriantinus memaparkan, kelangkaan BBM di Kalimantan sudah bertahun-tahun. Salah satu pemicunya adalah, kurangnya minat pengusaha membangun SPBU.
Di Kalbar, sebut dia, punya 146 SPBU. Sedangkan Katim hanya setengahnya, yakni 87 SPBU. Selain kurangnya SPBU, dia mempertanyakan sikap pejabat dan aparat. Kasi Pengolahan Barang Bukti dan Barang Rampasan Kejari Balikpapan Trie Nurhadi mengatakan, seharusnya ada tim khusus membantu pemerintah kota terkait kebijakan BBM.
“Apalagi Balikpapan kota penyangga IKN dan mulai terasa pergerakan penduduk,” imbuhnya. Kepala Disperindagkop dan UKM Kaltim Heni Purwaningsih menjelaskan, pihaknya akan membentuk satgas dari seluruh stakeholder. Tugasnya untuk mengawasi penyaluran distribusi BBM subsidi. Nanti satgas memberikan rekomendasi kepada Kementerian ESDM untuk mengambil kebijakan bersama BPH Migas.
Dia menyampaikan, antara IKN dan kabupaten/kota terpisah. Apabila belum disusun berapa kuota untuk IKN, tidak bisa dibilang kuota Kaltim aman. “Secara teknis kendaraan yang beredar untuk pembangunan IKN memakan jatah kuota Kaltim,” ujarnya. Sedangkan Kaltim menyusun kuota berdasarkan jumlah penduduk. Walau sedikit penduduk, tapi aktivitas yang memerlukan BBM besar. Selain kuota BBM, disparitas harga BBM subsidi dan nonsubsidi begitu jauh.
“Seharusnya subsidi ini diarahkan kepada orangnya langsung, sasarannya masyarakat kurang mampu dan pelaku tertentu. Bukan kepada barang,” ungkapnya. Selanjutnya, Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Yusuf Sutejo menyatakan, kepolisian sudah memeriksa tiga SPBU di Balikpapan. Mulai dari SPBU Stalkuda, SPBU COCO MT Haryono, dan SPBU MT Haryono depan Majesty. Dia melihat tidak semua nozzle SPBU dibuka untuk melayani masyarakat.
“Optimalkan saja SPBU yang ada agar tidak terjadi antrean. Buka semua nozzle. Bukan masalah kekurangan SPBU,” ujarnya. Area Manager Communication Relations & CSR Patra Niaga Kalimantan Arya Yusa Dwicandra menjelaskan, dari sisi penyaluran, Kaltim paling tinggi. Ini bahkan bisa terlihat dari pajak BBM kendaraan yang dibayarkan tahun lalu mencapai Rp 2,7 triliun di Kaltim. Dia menyinggung jumlah SPBU di Kaltim sangat kurang. Sehingga menjadi salah satu penyebab antrean panjang.
Sebab, sebanyak apapun kuota, jika lokasi SPBU minim, maka tetap akan terjadi sumbatan. Kalimantan Barat (Kalbar) misalnya, yang memiliki 146 SPBU. Adapun Kalimantan Selatan (Kalse), sebanyak 137 SPBU. Sedangkan Kaltim, hanya 87 SPBU. Dalam 10 tahun terakhir, pertumbuhan jumlah SPBU di Kaltim tak sampai 5 persen. Justru ada SPBU yang tutup. Misalnya ada dua SPBU yang kini sudah tak beroperasi di Balikpapan. Yaitu Jalan Jenderal Ahmad Yani dan Jalan Syarifuddin Yoes.
“Kalau subsidi menggunakan bantuan APBN. Kuota Pertalite Kaltim 688 ribu kiloliter. Saat ini sudah tersisa 69 ribu KL se-Kaltim,” tuturnya. Balikpapan penyaluran 300-350 kiloliter per hari hanya memiliki 14 SPBU. Sedangkan di Samarinda, penyaluran 400 kiloliter per hari memiliki 34 SPBU. Selain itu, Arya menyebutkan jika antrean panjang SPBU karena banyak pengendara yang beralih ke BBM jenis Pertalite karena disparitas harga dengan Pertamax.
Soal pengetap, dia menegaskan jika Pertamina Patra Niaga tidak bisa melakukan penindakan. Apalagi modus menggunakan kendaraan pribadi yang merupakan salah satu upaya pengetap menyiasati pembatasan pembelian. (riz)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post