bontangpost.id – Dinas Ketenagakerjaan Bontang merilis delapan poin hasil konsultasi dengan Kementrian Luar Negeri untuk mencari solusi mengenai persoalan Ayu Febriani (26) yang mengaku ditipu oleh penyalur tenaga kerja asal Surabaya.
Kepala Disnaker Bontang Abdu Safa Muha mengungkapkan bahwa poin pertama dari pertemuan itu ialah permasalahan Ayu Febriani sudah ditangani oleh KBRI Damaskus.
Adapun untuk proses pemulangan yang menjadi poin kedua tidak bisa dilakukan secara serta merta oleh KBRI. Sebab adanya Konvensi Wina. Yakni sebuah aturan tentang hukum perjanjian internasional antar negara.
Dalam perjanjian tersebut, mengatur bahwa pekerja migran di Suriah adalah legal dan terikat kontrak, apabila ingin mengakhiri kontrak secara sepihak harus mengganti biaya perekrutan dan biaya ganti rugi yang nilainya sesuai dengan kontrak yang telah ditandatangani.
“Dan KBRI tidak boleh memaksa mengambil pekerja dari majikan tanpa memperhatikan kontrak dan klausul ganti rugi yang ada dalam kontrak tersebut,” ucapnya kepada redaksi bontangpost.id.
Untuk diketahui, bahwa status Ayu ialah sah dan resmi sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) di mata hukum Suriah. Maka penjemputan ke rumah majikan oleh KBRI merupakan tindakan yang bertentangan dengan aturan dan hukum Suriah.
Oleh sebab itu, pada poin ketiga KBRI harus mendekati agen di Suriah untuk memindahkan PMI tersebut ke kantornya. Atau jika memungkinkan PMI datang ke KBRI secara mandiri.
Perihal Ayu berstatus sebagai PMI yang minta dipulangkan ke tanah air, yang dilakukan KBRI adalah mengupayakan agar agen dan majikan di Suriah memberikan exit permit alias izin keluar bagi PMI tersebut.
Baca juga; Ini Respons Kemenlu Soal Pekerja Asal Bontang di Suriah
Baca juga; Perjuangkan Kepulangan Warga Bontang di Suriah, Besok Disnaker Temui Kemenlu
“Di poin keempat ini merupakan tahap yang paling rumit dan membutuhkan kesabaran tingkat tinggi. Karena KBRI harus bernegosiasi dengan agen dan majikan yang merasa dirugikan
oleh PMI yang kabur sebelum menyelesaikan kontraknya,” bebernya.
Sementara itu, pada poin kelima apabila permohonan exit permit dikabulkan, maka KBRI dapat melanjutkan proses pemulangan Ayu. Dengan begitu Ayu dapat mengurus syarat-syarat keimigrasian dan kebutuhan administrasi lainnya, seperti paspor/SPLP, tiket pesawat, sertifikat PCR/vaksin, dan sebagainya.
Dalam kasus Ayu, Kemenlu mendorong keluarga untuk memproses hukum penyalur tenaga kerja agar bertanggung jawab atas proses pemulangan dan pembayaran ganti rugi kepada majikan. Sebab dikhawatirkan adanya indikasi human trafficking dan penipuan.
“Iya. Poin keenam menyebutkan bahwa pihak agen yang harus bertanggung jawab untuk memulangkan Ayu,” sambungnya.
Sementara itu, pada poin ketujuh Kemenlu menyarankan kepada Pemkot Bontang untuk tidak membayarkan ganti rugi kepada majikan. Sebab itu tanggung jawab pihak Agen. Hal itu dilakukan agar kejadian serupa tidak terulang lagi di waktu mendatang.
“Kalau pemerintah yang menanggung maka tidak akan membuat efek jera bagi penyalur-penyalur tenaga kerja ilegal. Itu berdasarkan arahan Kemenlu,” sebutnya.
Sementara di poin terakhir, Direktorat Pelindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) berencana akan bertandang ke Bontang untuk menemui keluarga tenaga migran Indonesia.
“Rencanya gitu. Pihak Dir PWNI akan menjelaskan mengenai proses yang sedang terjadi dan yang akan dilakukan ke depan terhadap permasalahan Ayu,” tandasnya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post