bontangpost.id – Jarum jam yang terpasang di dinding RSUD Taman Husada Bontang terus berdenting. Detik ke menit, menit ke jam. Tapi beberapa waktu belakangan ini, pasien Covid-19 yang masuk ke RSUD Taman Husada Bontang seperti tidak perlu lagi yang namanya ritme. Pasien Covid-19 melonjak. Ruang-ruang isolasi yang awalnya mulai lengang, seketika penuh. Bahkan, ruang yang sedianya adalah ruang rawat inap biasa, beralih fungsi jadi tempat isolasi.
Dalam 3 pekan ini, kondisi di Bontang memang mengkhawatirkan. Awal Juni 2021 kasus terlihat mulai melandai, beberapa daerah sudah mulai hijau, namun memasuki pertengahan bulan langsung terjadi ledakan kasus. Terus meledak; 22, 38, 70, 51, 90, 46, 126, 229, dan terakhir 124 kasus.
Salah seorang tenaga kesehatan (nakes) di RSUD Taman Husada, sebut saja ia Trias. Dia menyebut betapa beratnya beban mereka belakangan ini. Sejak kasus Covid-19 kembali meroket di Bontang. Waktu istirahat mereka berkurang. Mesti kerja ekstra. Mereka kewalahan merawat pasien lantaran sebagian besar datang dengan kondisi berat. Yang butuh perawatan Intensive Care Unit (ICU) Covid-19.
‘’Beban kerja nambah. Luar biasa nambahnya,’’ kata Trias kepada bontangpost.id, Sabtu (17/7/2021).
Dia mengatakan, sejatinya sif kerja mereka masih sama seperti sebelum penambahan kasus sebesar ini. Nakes di RSUD dibagi 3 sif; pagi, sore, dan malam. Dalam satu tim biasa diisi 7 orang; 1 dokter, 1 bidan, dan 5 perawat. Namun karena jumlah pasien yang datang melebihi kapasitas, nakes kewalahan. Belum lagi, sebagian besar pasien yang dirujuk ke RSUD berada dalam kondisi kritis. Alias perlu penanganan khusus atau perhatian total.
“Pasien yang datang semuanya kondisi berat,” kata pria penggemar olahraga ini.
Kondisi kritikal pasien membuat nakes harus punya banyak cadangan ekstra. Ekstra sabar melayani seluruh kebutuhan pasien yang karakternya berbeda-beda. Ekstra tenaga, menangani pasien yang jumlahnya jauh di atas mereka. Ekstra sabar waktu istirahat mereka ikut berkurang.
Di awal-awal sif, kata Trias, tim nakes melakukan aplusan (operan jaga). Setelahnya nakes masuk ke ruang perawatan, menyambangi pasien satu per satu. Mengecek kondisi tubuh mereka, rutin 3 kali sehari. Memberi obat-obatan. Menyuapi makan, membantu membersihkan badan pasien, mengganti seprai, bahkan terkadang memijati tubuh pasien yang terasa pegal.
“Kami juga bantu beberapa pasien yang mau video call dengan keluarga di rumah,” ungkapnya.
Dalam menjalankan pengabdiannya sebagai garda terdepan penanganan Covid-19, tim nakes mesti menggunakan alat pelindung diri (APD) level 3. Penggunaan APD ini dimaksudkan agar mereka sendiri aman dan terhindar dari Covid-19 ketika merawat pasien. Adapun APD ini meliputi baju hazmat, sepatu boots, sarung tangan hingga tiga lapis, masker dua lapis –masker bedah dan N95–, penutup kepala, dan kacamata google.
‘’Gerah sekali. Dulu di awal-awal, saya sampai sesak, panik dan susah mengatur napas. Apalagi pas lagi dorong bed pasien itu terasa sekali,’’ dia menuturkan.
Perjuangan nakes dalam penanganan Covid-19 sejak awal hingga kini tak pernah surut. Kendati ada di frontline penanganan Covid-19, dikatakan Trias nakes bukanlah malaikat. Semua ini butuh dukungan publik. Kata dokter muda ini, hati nakes sangat teriris kala menyaksikan masih saja ada yang menganggap Covid-19 tak nyata. Bila semakin banyak yang menyepelekan Covid-19, itu bakal membuat kerja nakes semakin panjang, libur mereka berkurang, dan membuat mereka semakin banjir keringat dalam balutan baju hazmat. Dan juga, kata dia, tak ada istilah nakes sengaja “meng-covid-kan” masyarakat. Nakes tidak berbisnis dengan Covid-19. Sebab sejatinya, mereka juga korban dari pandemi.
“Masyarakat harus patuh dengan prokes. Selalu pakai masker. Kurangin mobilitas jika tidak penting sekali. Saya tahu itu enggak nyaman, tapi demi pandemi ini cepat selesai. Jangan gampang percaya dengan hoaks,” tandasnya.
Terpisah, dr Muhammad Irzal Wijaya mengatakan, selama pandemi ini, apalagi peningkatan kasus terjadi, ia mesti pintar-pintar membagi waktu. Terikat tugas kedinasan di Puskesmas Bontang Utara 2, saban pagi ia mesti melayani seluruh pasien hingga tuntas. Selepasnya, ia mesti bergeser ke Rusunawa Guntung. Sebab belakangan, ia mendapat mandat untuk mengecek kondisi pasien di sana. Sejak pemerintah menetapkan Rusunawa Guntung sebagai rumah aman pasien Covid-19 gejala ringan.
“Yang pasti bertambah, mbak. Mulai awal pandemi, dan makin berlipat sejak peningkatan kasus,” katanya kepada bontangpost.id.
Lepas memeriksa kondisi pasien di Rusunawa Guntung, selanjutnya dr Irzal bersama tim nakes Covid-19 dari Puskemas Bontang Utara 2 kembali harus bertugas melakukan testing dan tracing. Mereka menyambangi rumah pasien satu per satu. Dengan beban kerja seperti ini, mereka kerap pulang malam. Padahal dulu, sebelum pandemi melanda, mereka bertugas sesuai jam pelayanan di Puskemas, yakni hingga pukul 16.00 Wita.
“Enggak sama lagi seperti dulu. Kami sering pulang malam sekarang,” katanya.
Dia juga bilang, selama pandemi, tim nakes nyaris tak berpikir soal dirinya sendiri. Mereka bekerja, melayani pasien dari faskes hingga kediaman mereka. Memastikan mereka terlayani dengan baik, berjuang agar kondisi segera membaik. Ini dibuktikan, sejak awal pandemi hingga kini, tak ada nakes mundur. Tak ada yang minta cuti kerja. Hanya fokus menangani Covid-19 ini. “Mungkin ini panggilan jiwa mereka. Merasa belum saatnya cuti dalam kondisi saat ini,” tandasnya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post