bontangpost.id – Dua Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkot Bontang tengah menanti nasib dari Komite ASN (KASN). Salah satunya berstatus kepala dinas. Satu lainnya adalah staf kecamatan. Keduanya, dianggap memenuhi unsur pelanggaran netralitas ASN.
Setelah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bontang melakukan penelitian berdasarkan keterangan saksi, terlapor, pelapor, dan bukti-bukti yang telah dihimpun.
Hasil kajian tersebut lantas dilanjutkan Bawaslu Bontang ke (KASN). Nantinya KASN yang bakal menentukan, apakah yang dilakukan keduanya dinilai pelanggaran netralitas ASN. Mereka pula yang menentukan sanksi yang akan dijatuhkan.
Awak media lantas mengecek kebenaran terkait beredarnya nama salah satu kepala dinas yang dilaporkan. Informasi dihimpun, terlapor adalah kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) .
Ketika dikonfirmasi ke Ketua Bawaslu Bontang Nasrullah. Nasrullah tidak membantah, namun juga enggan menyebut nama pejabat tersebut. “Kalau rilis ke media kami tidak menyebut nama,” ucapnya.
Awak media kemudian mengonfirmasi langsung ke kepala Bapenda. Namun, yang bersangkutan enggan berkomentar. Dihubungi Ahad (15/11) malam, dia justru menanyakan dari mana informasi itu berasal.
“Info dari siapa, Bawaslu kah? Minta konfirmasi ke sumbernya saja,” katanya.
BACA JUGA: Ini Kepala Dinas yang Diduga Dilaporkan Bawaslu Bontang ke Komite ASN
Sementara, pengamat hukum Herdiansyah Hamzah menilai, pelanggaran netralitas ini seperti tak ada henti-hentinya. Biang keladi yang membuat ASN tidak kapok, lantaran sanksi yang dijatuhkan cenderung ringan. Karena ringannya sanksi inilah yang membuat ketiadaan efek jera terhadap para ASN.
“Jadi tidak mengherankan jika kejadian serupa terus berulang,” ujarnya.
Lanjutnya, ada dua kunci pintu masuk agar sanksi terhadap pelanggaran netralitas itu bisa lebih tegas. Pertama di KASN, dan kedua Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Yang lazimnya diemban kepala daerah masing-masing. Bila sanksi cenderung ringan, katanya, yakin saja bila pelanggaran serupa bakal terus terjadi.
Adapun sejauh ini, pemberian sanksi bagi ASN yang nakal landasan hukum yang digunakan ialah PP 53/2010 tentang Disiplin PNS. Umumnya sanksi yang dijatuhkan hanya hukuman disiplin ringan (teguran lisan dan tertulis). Serta hukuman disiplin sedang (penundaan kenaikan gaji dan pangkat selama 1 tahun).
“Padahal sebenarnya dalam PP itu memungkinkan penjatuhan sanksi disiplin berat, yang sampai bisa diberhentikan secara tidak hormat sebagai PNS,” ujar dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman ini.
Opsi hukuman disiplin berat sangat jarang diambil. Padahal memungkinkan untuk dikenakan kepada ASN yang tidak netral. Apalagi yang menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan politik. Itu layak dikenakan hukuman disiplin berat.
Misalnya kepala dinas yang terbukti menggunakan jabatannya untuk kepentingan politik. Menurutnya, itu sudah termasuk menyalahgunakan wewenang yang dipercayakan padanya. “Jadi mestinya tidak hanya diberhentikan dari jabatannya, tapi juga sebagai PNS,” tandasnya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: