Bagaimana Sutarti tega membunuh dua anak kandungnya? Radar Banjarmasin (grup bontangpost.id) mengungkap detik demi detik petistiwa itu.
—-
Haji Ipul tidak akan lupa hari itu. Ipar dari Sutarti itu kaget ketika I, keponakannya yang berusia 8 tahun lari tanpa pakaian menuju rumahnya. Saat itu masih pagi, sekitar jam 10.00, Hari Rabu 25 November 2020.
Haji Ipul langsung menyambut I yang terlihat ketakutan. Dia memberikan pakaian dan mengantar I ke rumah keluarga di Desa Waki, Kecamatan Hantakan, tanpa rasa curiga.
I adalah anak dari Ahmad Arifin, suami Sutarti, dari perkawinan sebelumnya. Dari perkawinan pertamanya, Ahmad Arifin mendapat dua anak. I adalah yang paling kecil.
Sehari-hari, I tinggal bersama ayah, ibu tiri, serta dua saudara tirinya di sebuah rumah bertingkat di Desa Pagat, Kecamatan Batu Benawa, Hulu Sungai Tengah. Rumah yang lumayan besar itu dibangun bertahap oleh Ahmad Arifin yang berprofesi sebagai tukang bangunan. Setelah Ahmad Arifin meninggal, I diasuh oleh Sutarti bersama dengan MNK (6) dan SNH (3), saudara tirinya, di dalam rumah itu.
“Anak tiri ini yang melihat pertama kali bagaimana Sutarti membunuh anaknya,” ucap Haji Ipul.
Dia menceritakan yang pertama dibunuh adalah MNK (laki-laki) dengan cara dipocong dan dibekap. “Kedua yang dibunuh SNH (perempuan) sama dipocong dan dibekap dengan tangan,” katanya menceritakan apa yang disaksikan I.
Kronologi ini terungkap setelah I diperiksa oleh polisi. Sebelumnya dalam perjalanan ke rumah keluarganya di desa Waki, I diam seribu bahasa. Ia tidak mengatakan satu patah kata pun. Saat itu juga kakak kandung I, berinisial A (15) dari Desa Waki langsung melihat ke rumah Sutarti untuk melihat apa yang terjadi.
Sesampainya di depan rumah Sutarti, pintu sudah terkunci. Untung saja A punya kunci cadangan. Saat A berhasil masuk dia mendapati Sutarti sedang telanjang tanpa busana. Saat ditanya keberadaan dua anak kandungnya, ia menjawab sudah dibunuh.
Seketika A langsung keluar rumah dan mengunci pintu kembali. A kemudian mendatangi rumah Haji Ipul. Karena H Ipul tidak di tempat, A bersama Jumpri, seorang tetangga, memeriksa langsung ke rumah Sutarti. Mereka berdua masuk ke dalam rumah, dan melihat Sutarti sedang menangis memeluk jenazah kedua anak kandungnya. “Keadaan dua anak itu sudah tidak bergerak,” ceritanya.
A kembali ke Desa Waki karena ketakutan. Dia mengabarkan temuan itu ke warga desa. Sorenya, warga berduyun-duyun mendatangi rumah Sutarti. Saat itu warga mengintip dari jendela dan melihat MNK dan SNH sudah tak bernyawa lagi.
Sedangkan Sutarti masih berada di dalam rumah. Warga yang tak bisa masuk akhirnya memanggil pihak kepolisian. Pintu rumah Sutarti pun langsung dicongkel. Sutarti diamankan dan dibawa ke RS Kandangan untuk observasi kejiwaannya. Sementara jenazah MNK dan SNH dimakamkan di Desa Aluan Mati.
Banyak yang masih tidak menyangka jika Sutarti tega menghabisi kedua anak kandungnya. Wanita berusia 27 tahun dikenal sosok yang ceria dan mudah bergaul. Sutarti juga diketahui tidak memiliki riwayat penyakit apapun.
“Kalau sore itu sering ngajak anak-anaknya bermain di pekarangan rumah pakai mainan motor-motoran. Tidak terlihat wajah depresinya, pas ngumpul juga baik,” kata Wati, tetangga Sutarti.
Sutarti adalah warga asli Desa Hinas Kiri, Kecamatan Batang Alai Timur. Ia dikenal pintar karena sempat mengenyam pendidikan di Akademi Keperawatan (Akper) Murakata Barabai. Namun tidak sampai tamat. Di semester 6 ia memutuskan berhenti dan menikah dengan Ahmad Arifin.
Sutarti memilih berhenti kuliah lantaran tidak punya biaya. Sejak kecil, dia sudah ditinggal meninggal kedua orang tuanya. Sutarti dan tiga adiknya, dua perempuan satu laki-laki diasuh oleh Mama Rina, salah seorang warga di Desa Hinas Kiri dari sekolah dasar hingga tumbuh dewasa.
Setelah berhenti kuliah dan menikah, Sutarti sudah tidak lagi bersama Mama Rina. Ketemu pun jarang. Selama ini hanya adik-adik Sutarti yang sering menjenguk ke rumahnya di Desa Pagat saat suami masih ada sampai meninggal dunia.
Karena Sutarti tidak bekerja, dalam sebulan setelah suaminya meninggal dia dibantu oleh para tetangga dan keluarga. Sehari-hari Sutarti hanya mencari kayu bakar untuk memasak. Dia tidak menggunakan kompor gas karena takut.
Sebelum kejadian naas itu terjadi. Haji Ipul sempat mendengarkan keluhan Sutarti soal kerepotan mengurus anak-anaknya. Dia bercerita jika Sutarti kesal jika melihat kedua anaknya bertengkar. “Inya (dia) pernah beucap kalau kekanakan bekelahi merasa mauk dan muyak menagur,” ceritanya dalam bahasa Banjar.
Kasus ini masih didalami oleh penyidik Polres HST. Kapolres Hulu Sungai Tengah AKBP Danang Widaryanto mengatakan pihaknya masih menunggu hasil observasi kejiwaan di RS Hasan Basry Kandangan. “Jadi masih dalam penanganan ahli kejiwaan untuk mengetahui kondisi mental si ibunya ini,” kata Kapolres.
Dia mengatakan belum bisa menetapkan tersangka kepada Sutarti. “Dugaan itu karena sang ibu ini saat diamankan tidak berbusana kemudian meracau tidak jelas. Dari situ ada kecurigaan bahwa kondisinya tidak stabil. Makanya penyidik membawa S ke ahli kejiwaan di RS Kandangan,” tambahnya.
Psikolog Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Sukma Noor Akbar mengatakan, ketidaksiapan sebagai orangtua, terutama secara mental lah yang bisa mengakibatkan seorang ibu tega membunuh anaknya.
Berdasarkan kabar yang dihimpunnya, dia menduga S mengalami gangguan psikologis gara-gara ditinggal suaminya yang meninggal dunia.”Mungkin dia tertekan dan stres berat, sebab tidak mampu memikul beban ekonomi keluarga serta membesarkan anaknya seorang diri,” ujarnya.
Tekanan dan stres sendiri bisa dialami, menurutnya lantaran kuatnya ketergantungan ibu kepada suami. “Di samping karakteristik kepribadian yang cenderung tertutup,” beber Koordinator Program Studi Psikologi FK ULM ini.
Dia mengungkapkan, yang perlu diperhatikan dalam kasus ini ialah bagaimana masyarakat harus lebih peduli jika ada tetangga, keluarga atau individu lain memiliki karakteristik pribadi yang berbeda dengan sebelumnya.
“Misal, kehilangan ketertarikan terhadap suatu aktifitas, murung, berat badan menurun drastis, perasaan tidak berharga, insomnia, putus asa, pikiran berulang untuk bunuh diri dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Dia menambahkan, jika seseorang memiliki karakteristik pribadi seperti yang disebutkannya tersebut, bisa jadi individu itu mengalami gangguan psikologis. Seperti depresi atau psikosis, sehingga butuh bantuan orang terdekat untuk membantu penanganan lebih lanjut oleh ahli. (mal/ris/ran/ema/prokal)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post