SAMARINDA–Debat calon presiden (capres), Minggu (17/2) malam, masih menyisakan banyak pertanyaan. Khususnya bagi publik Kaltim. Soal pernyataan calon incumbent Joko Widodo (Jokowi). Menyebut Capres Prabowo Subianto menguasai tanah di Bumi Etam. Luasnya 220 ribu hektare.
Mendalami informasi tersebut, Kaltim Post (grup Bontang Post) mengonfirmasi ke Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim dan Dinas Kehutanan (Dishut) Kaltim, kemarin (18/2). Ditemui di kantornya, Jalan MT Haryono, Samarinda, Kepala Dinas ESDM Kaltim Wahyu Widhi mengaku tidak begitu mengetahui lahan yang dikuasai Prabowo di Kaltim. Terutama yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan.
Menurut dia, karena lahan yang disebutkan masuk hak guna usaha (HGU) dan HTI, maka pengelolaan dan perizinannya ada di Dishut Kaltim. Selain itu, pihaknya perlu melakukan pengecekan terlebih dahulu, apakah di lahan HTI yang dimaksud terdapat aktivitas pertambangan atau tidak. “Apakah di situ (lahan HTI) ada tambang punya Pak Prabowo atau tidak, saya juga belum tahu. Tapi kalau lahan (220 ribu hektare) itu masuk HTI, ya saya tahu,” kata dia.
Widhi beralasan, jika memang ada kegiatan pertambangan yang konsesinya dimiliki Prabowo, maka dia perlu membuka-buka lagi data. Sebab, data perizinan pertambangan sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, semuanya dikeluarkan pemerintah kabupaten/kota.
“Saya terima data dari kabupaten/kota setelah UU 23 Tahun 2014, ada 1.404 IUP (izin usaha pertambangan). Tim yang kami miliki, sementara ini masih menginventaris izin-izin pertambangan di Kaltim,” katanya.
Lanjut dia, apabila becermin dari data tersebut, maka terdapat 553 IUP yang sudah masuk tahap produksi. Kemudian, sebanyak 150 IUP di antaranya sudah produksi dan telah menghasilkan batu bara. Dari situ, setiap IUP paling tidak memiliki satu sampai dua lubang pertambangan.
“Kalau bicara lubang tambangnya, minimal satu IUP terdapat satu lubang tambang. Dari situ sudah ada 553 lubang tambang. Kalau dikalikan dua lubang tambang, berarti ada 1.106 lubang tambang,” ungkapnya.
Kaltim Post menelusuri sejumlah perusahaan yang beroperasi di Kaltim yang diduga terkait dengan Prabowo. Di antaranya, PT Tanjung Redeb Hutani yang bergerak di bidang kehutanan dan perkebunan di Berau.
Selain itu, PT Kiani Lestari. Perusahaan itu bergerak di bidang pengolahan kertas dan bubur kertas di Berau. Lalu PT Belantara Pusaka yang bergerak di bidang perkebunan di Berau. Ada pula PT Kiani Hutani Lestari yang juga di Berau bergerak di bidang kehutanan dan perkebunan.
Kemudian, PT Kaltim Nusantara Coal (KNC) di Kutai Timur (Kutim) yang bergerak di bidang penambangan batu bara. Kasus PT KNC dulu sempat bikin heboh. Lantaran memenangi gugatan perebutan konsesi tambang batu bara seluas 10.000 hektare di Kutim dengan pihak asing Churchill Mining Plc asal Inggris, 2013 lalu.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Kaltim Amrullah melalui Kepala Bidang Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Duratma Momo, juga tidak mengetahui secara persis terkait konsesi yang dimiliki Prabowo di Berau. Karena lahan yang disebutkan masuk HGU, lanjut dia, maka pendataan terkait itu adanya di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Momo pun enggan mengomentari konsesi milik Prabowo dengan alasan dia sendiri tidak memiliki data tersebut. “Ketika ada tambang dalam kawasan hutan, itu izinnya ada di kementerian terkait, berupa izin pakai kawasan hutan,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menerangkan, luas kawasan hutan di Kaltim mencapai 8,3 juta hektare. Dari data itu terbagi menjadi tiga bagian. Hutan konservasi (HK), hutan produksi (HP), dan hutan lindung (HL).
Dari sisi kerusakan hutan, Momo mengklaim, dari 8,3 juta hektare kawasan hutan yang dimiliki Kaltim, tingkat kerusakannya berada di bawah 1 persen. Sedangkan untuk jumlah tutupan terjadi pengurangan. Pasalnya, kawasan tambang, ketika telah selesai kegiatan menambang, kawasan hutan akan kembali.
“Saat penyusunan rencana tata ruang wilayah (RTRW), tambang tidak diberikan ruang sendiri. Karena kegiatannya tidak terus-terusan. Tambang enggak bisa diremajakan. Beda dengan perkebunan, masih bisa proses peremajaan,” katanya.
Diwawancarai terpisah, Gubernur Kaltim Isran Noor ditemui di Kegubernuran Kaltim, juga tidak banyak memberikan komentar terkait lahan yang dikuasai Prabowo di Kaltim. Pria yang pernah menjabat bupati Kutim itu justru terkesan tidak ingin ambil pusing.
“Kenapa masalahnya? Masalahnya apa (sampai) jadi disoal? Kenapa memang dengan masalah kepemilikan (lahan Prabowo). Apa ilegal? Kalau enggak, kenapa diurusi,” imbuhnya sambil berjalan ke luar menuju mobil dinasnya.
Isran enggan mengomentari masalah yang bernuansa politik. Menurut dia, ketika Prabowo memang memiliki konsesi di Kaltim, baik itu perkebunan maupun pertambangan, sepanjang itu legal, maka seharusnya tidak perlu dipermasalahkan.
“Kan enggak ada masalah. Saya enggak mau komentar hal-hal yang menyangkut politik. (Terus) yang 220 ribu hektare itu, benar enggak itu? Ngapain mengurusi itu. Bernuansa politik. Enggak usah,” katanya.
Jikapun nantinya Prabowo melepaskan lahan seluas 220 ribu hektare yang dia kuasai sebagaimana pengakuannya di debat kedua pilpres, menurut Isran, itu menjadi urusan yang bersangkutan. Sebagai pengusaha, menurut dia, Prabowo tentu pasti memiliki pertimbangan dan perhitungan sebelum melepas itu.
“Kalau dilepas, itu bagus kalau begitu. Tapi itu urusan yang menguasai (lahan), mau enggak dia melepas. Kalau Pak Probowo, orangnya kan sudah siap. Kalaupun diserahkan, ya gimana manfaatnya untuk rakyat,” tuturnya.
PENGUASAAN AGRARIA
Cuitan Capres 01 Joko Widodo (Jokowi) yang mempertanyakan penguasaan lahan Prabowo di Kaltim dan Aceh yang terindikasi digunakan untuk HTI dan tambang membuat Prabowo terpojok. Padahal, masalahnya terbilang lebih kompleks.
Kepemilikan lahan bagi para jenderal sejak Orde Baru menjadi hal yang lumrah. Begitu pun dengan jenderal-jenderal di barisan pendukung Jokowi. Sebut saja Luhut Binsar Panjaitan, menteri Koordinator Kemaritiman sekaligus pemilik saham PT Toba Sejahtera yang terlibat dalam pertambangan batu bara dan PLTU hingga perkebunan sawit.
Direktur Eksekutif (ED) Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim Yohana Tiko mengatakan, hal itu menegaskan adanya ketimpangan struktur dan penguasaan agraria dan sumber daya alam (SDA). Persoalan itu yang menurutnya menjadi inti masalah sebenarnya. “Mestinya ada solusi konkret yang ditawarkan. Semisal WKR (wilayah kelola rakyat), baik melalui reforma agraria sejati maupun perhutanan sosial,” ucap Tiko, sapaan akrabnya.
Di bidang energi, dia menilai, esensi masalah ketergantungan terhadap energi kotor batu bara, seharusnya ada transitional justice atau beralih ke energi terbarukan yang bersih dan berkeadilan bagi rakyat dan lingkungan hidup. “Namun, tanggapan dua capres malah pengembangan biofuel diterjemahkan dengan memaksimalkan perkebunan kelapa sawit. Yang sebenarnya juga sektor perusak lingkungan hidup,” bebernya.
Kerusakan lingkungan jelas berdampak ke Kaltim mengingat pertambangan, migas, dan perkebunan sawit menjadi dagangan utama investasi ke Benua Etam. Dampak yang diterima pun jelas bermuara pada konflik agraria dan alih fungsi lahan serta hutan. “Terpinggirkannya warga adat dan kemiskinan struktural warga sekitar perkebunan terus terjadi,” urainya.
Sementara itu, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Pradarma Rupang menganggap dua kandidat presiden saat ini tak akan membawa perubahan bagi Kaltim. Bahkan dalam catatan Jatam, kedua capres punya daftar hitam sejumlah dugaan kasus kejahatan lingkungan. Dan kematian anak di lubang tambang. “Ada oligarki tambang yang melibatkan kedua capres ini,” sebut Rupang.
Penelusuran Jatam menyebut sedikitnya ada enam perusahaan milik Prabowo yang menancapkan bisnisnya di Kaltim. Lima perusahaan di Kutim, yakni PT EPN dengan luas tanah 14.989 hektare, PT NWC dengan luas tanah 14.890 hektare, PT NKC dengan 11.040 hektare tanah, PT NSC dengan tanah seluas 14.990 hektare, dan PT KNC dengan luas tanah 14.950 hektare. “Satu di Berau, yakni PT NC yang menguasai luas tanah 2 ribu hektare. Semua grup PT NE,” ujar Rupang.
Sementara dari Jokowi, Jatam menemukan keterkaitan antara bisnis meubel di Solo, Jawa Tengah, dengan perusahaan milik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indonesia, Luhut Binsar Panjaitan. Yang disebut Jatam memiliki sejumlah perusahaan tambang di Sangasanga, Muara Jawa, dan Loa Janan di Kutai Kartanegara. “Siapa pun pemimpinnya nanti, masa depan Kaltim masih suram,” sebutnya.
BELUM MENGUASAI DATA
Ariful Amin, pengusaha dari Balikpapan, turut menanggapi perihal Prabowo yang menguasai lahan di Kaltim. Dia menyebut, tanah yang dimaksud berstatus HGU yang dikuasai oleh Prabowo itu diketahuinya tersebar di Kutai Timur, Berau, dan Paser. Dikelola secara perusahaan. “Jadi bukan hak milik secara pribadi. Melainkan dalam bentuk saham,” ujar Ariful.
Dari sejarah, banyak konglomerat dan perusahaan termasuk Prabowo yang memperoleh HGU di Kaltim sejak masa Orde Baru. Memanfaatkan status tanah yang saat itu dianggap sebagai lahan tidur. Pemerintah kala itu ingin lahan ini dimanfaatkan untuk bisa membangkitkan perekonomian. “Rata-rata ya dapatnya pada masa itu,” sebutnya.
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria terutama Pasal 29 Ayat 1 menyebut HGU diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun. Sementara Ayat 2, untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan hak guna usaha untuk waktu paling lama 35 tahun. “Pada akhirnya bisa dikembalikan. Tapi juga bisa diperpanjang,” ujarnya.
Peraturan lain yang mengatur mengenai HGU adalah Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU. Namun tidak selamanya pemegang HGU mendapatkan keuntungan. Misalnya salah satu konsesi tambang milik perusahaan Prabowo di Kutim. Yang kini disebutnya belum menghasilkan.
“Tak semuanya enak. Ada kewajiban. Yakni iuran tetap yang harus dibayar USD 4 per hektare per tahunnya. Sementara dari survei saya di sana itu potensinya kecil. Saya khawatir Pak Prabowo tak tahu soal itu,” imbuh Ariful.
Usaha lainnya yang diketahui Ariful adalah industri pengolahan bubur kertas di Berau. Perusahaan ini sudah sering menjadi pemberitaan nasional. Dan menjadi senjata bagi kubu Jokowi untuk menyerang kubu Prabowo dalam sejumlah debat. Meskipun dalam debat capres, kedua kandidat menurutnya tak menguasai masalah. “Pak Jokowi meski berhasil menyampaikan data. Tapi kurang akurat. Dan keduanya masih tampak bingung ketika menyinggung tambang batu bara,” sebutnya.
Diwartakan sebelumnya, dalam debat capres Minggu (18/2), Jokowi sempat menyinggung persoalan lahan yang dikuasai Prabowo. “Saya tahu Pak Prabowo memiliki lahan yang sangat luas di Kaltim sekitar 220.000 hektare. Juga di Aceh Tengah 120.000 hektare. Saya hanya ingin sampaikan bahwa pembagian-pembagian seperti itu tidak dilakukan masa pemerintahan saya,” ucapnya.
Menjawab pernyataan Jokowi, Prabowo mengakui menguasai lahan tersebut. Namun, dia mengaku hanya memiliki hak guna usaha (HGU). Sementara tanah tersebut milik negara. “Itu benar. Tapi itu HGU. Setiap saat negara bisa ambil kembali. Kalau untuk negara, saya rela kembalikan itu semua,” ucap Prabowo. “Tapi daripada jatuh ke orang asing, lebih baik saya yang kelola karena saya nasionalis dan patriot,” pungkas Prabowo.
Dari sumber yang dihubungi Kaltim Post membenarkan, Prabowo memang menguasai sejumlah lahan di Kaltim. Menurut dia, lahan itu sebagian besar untuk tambang batu bara dan hutan tanaman industri (HTI). “Kalau lahan tambang itu ada di Kutai Timur,” ucap pengusaha batu bara asal Balikpapan itu. (*/drh/*/ryu/*/rdh/rom/k8/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: