bontangpost.id – Sudah belasan tahun sejak gelanggang olahraga Taman Lestari dibangun. Namanya begitu melejit kala itu. Bahkan menjadi bagian dari aset kebanggaan sebuah kota kecil di pesisir tanah Kalimantan, bernama Bontang.
Angin berembus pelan. Gemeresik suara dedaunan terendam dinding bercorak lumut. Kotoran burung dan kelelawar jadi pemandangan yang biasa. Tersebar hingga di sudut bangunan.
Bunyi lantai keramik di pelataran terdengar renyah saat dipijak. Retak dan patah. Pegangan tangga dari besi seakan dikuliti, korosi.
“Keadaannya ya begini, seakan terbengkalai,” kata Arifin, pria yang telah mengabadikan belasan tahun hidupnya untuk menjaga bangunan yang kini tak terawat itu.
Atap bening berwarna kuning itu sudah robek. Kala hujan, lapangan di area utama bangunan tak luput dari genangan air, akibat terkena tempias dari langit-langit.
“Sudah pernah diganti, tapi berlubang lagi. Bahkan sekarang ada ventilasi kaca yang rusak, terlepas dengan kusennya juga,” lanjutnya.
Adapun terpal biru digantung melintang di beberapa pintu masuk dalam gedung. Dulunya terpal itu digunakan saat cabang olahraga pickleball tengah berlangsung, mengantisipasi pecahnya kaca terulang lagi.
Namun terpal tersebut kini difungsikan untuk menghadang burung dan kelelawar yang masuk.
Sementara tepat di depan gedung, lahan parkir yang cukup luas tak terlihat lagi. Tenggelam di rumput liar.
Bangunan ini sudah berdiri sejak lama. Kenangan saat PON 2008 silam membekas di sini. Ajang olahraga bergengsi yang membuat semua pihak memusatkan atensi pada bidang olahraga, pun dengan fasilitasnya.
Sayangnya, bangunan megah itu tak lagi dimaksimalkan pemanfaatannya. Arifin pikir, persoalan jarak jadi alasannya. Hingga kini, para atlet jarang menggunakannya untuk sekadar latihan rutin.
Bahkan tak ada aktivitas sejak pertengahan 2022 lalu. Terakhir kali digunakan sekelompok kaum ibu rumah tangga untuk latihan voli.
“Jadi mereka harus kerja bakti dulu bersih-bersih lapangan sebelum dipakai. Hitung-hitung pemanasan,” imbuh dia.
Ia pun mengaku miris dengan kondisi tersebut, sebab terkadang ada yang datang dengan niat tak baik. Bukan mencuri, melainkan bermaksud melakukan hal tidak senonoh.
“Waktu itu pakai mobil sedan, posisinya sudah dihadapkan ke jalan keluar. Sempat kami (Arifin dan satu temannya) hadang, tapi enggak dapat,” akunya.
Hingga saat ini, tak ada penerangan sepanjang jalan menuju gedung, bahkan di gedung itu sekalipun. Bila ingin digunakan, barulah menggunakan genset sebagai sumber listrik.
Para penjaga yang bertugas dengan sistem sif hanya berbekal senter untuk menerangi langkah mereka menembus gulita.
“Kalau mau coba malam-malam ke gor, lihat-lihat,” celetuknya sambil tertawa pelan.
Oleh karena itu, pria yang juga tinggal di wilayah Bontang Lestari itu berharap sentuhan perbaikan dapat dilakukan.
“Minimal ada lampu,” tandasnya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post