Pengangguran di Bontang Mengkhawatirkan, Basri Sebut Peran Perusahaan Industri Belum Optimal

bontangpost.id – Angka pengangguran di Kota Bontang menjadi salah satu isu pembahasan dalam Ekspos Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Bontang periode 2025-2045 di Pendopo Rujab Wali Kota, Senin (25/9/2023).

Forum yang dipimpin langsung oleh Wali Kota Bontang Basri Rase itu mendatangkan Tim Tenaga Ahli Pranata dan Pembangunan dari Universitas Indonesia Rudy Parluhutan Tambunan dalam merancang RPJPD.

Berdasarkan data yang dipaparkan, jumlah angkatan kerja pada 2022 di Kota Bontang adalah 99.150 orang atau sekitar 72,08% dari jumlah penduduk usia kerja. Atau 91.408 orang di Bontang yang bekerja. Angka ini juga menunjukkan besarnya partisipasi angkatan kerja (TPAK) yang berarti sekitar 72,08% penduduk usia kerja aktif secara ekonomi.

Kemudian, dilihat dari segi status pekerjaan penduduknya, struktur penduduk bekerja di Kota Bontang tahun 2022 didominasi oleh buruh/pegawai/karyawan yaitu sebanyak 55.748 orang atau sekitar 60,9 persen. Mereka umumnya bekerja di sektor industri pengolahan, pertambangan, dan jasa.

Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Kota Bontang hingga Agustus 2022 sebesar 7,81 persen atau setara dengan 7.742 warga Bontang. Rincinya, 5.863 pengangguran laki-laki, dan 1.879 perempuan yang menganggur. Data tersebut menurun 2,11 persen poin dibandingkan dengan Agustus 2021.

Penurunan angka pengangguran di Bontang diklaim paling cepat daripada kota lain. Salah satu yang mempengaruhi karena Bontang kota industri, di mana menjadi tempat persinggahan pekerja. Meski terbilang menurun dari tahun sebelumnya, angka pengangguran di Bontang menjadi paling tinggi di Kalimantan Timur.

Meski demikian, hal itu menjadi catatan merah bagi Basri. Sebab, kehadiran perusahaan industri besar di Bontang dinilai belum mampu memberi peluang kerja yang optimal bagi masyarakat. Sebab, angka pengangguran Bontang masih terbilang tinggi di Kalimantan Timur.

“Perusahaan belum mampu memberikan sumbang tenaga kerja yang besar untuk masyarakat Bontang. Makanya dari forum ini harus ada solusi,” ucap Basri.

Kehadiran pengangguran menimbulkan persoalan lain. Seperti rendahnya ekonomi masyarakat yang menyebabkan kemiskinan, SDM rendah, dan sebagainya.

Menanggapi hal itu, Kepala Disnaker Bontang Abdu Safa Muha mengatakan bahwa untuk menurunkan angka pengangguran tidaklah mudah. Kondisi tersebut turut diakui Kepala Ketenagakerjaan Indonesia.

Kata Safa, kendala yang dihadapi saat ini ialah usia sekolah dan usia produktif kerja di Bontang sulit dibedakan. Sebab, pendidikan di Bontang belum mampu memberi keseimbangan antara kebutuhan dan produktivitas sekolah.

Selain itu, bonus demografi di Bontang tidak bisa dibendung. Sebab, angka pengangguran didominasi oleh pendatang dari luar daerah. Bukan dari penduduk asli Bontang.

“Jangankan SLTA, SMK saja butuh ketenagakerjaan yang cukup mumpuni. Kami masih kesulitan mendeteksi antara usia sekolah dan usia produktif kerja,” ujarnya.

Menurutnya, dalam kurikulum merdeka yang diajarkan di sekolah seharusnya memperbanyak sertifikasi ke siswa. Tujuannya untuk mempermudah dalam mencari kerja.

“Jadi kalau sudah ada sertifikasi dari sekolah, lulusan SMA itu enggak harus ikut pelatihan dan sertifikasi lagi. Karena sudah siap kerja. Kondisi saat ini kan SDM Bontang yang belum siap,” tutupnya. (*)

Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News

Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:


Exit mobile version