bontangpost.id – Kucuran uang suap yang mengalir ke Abdul Gafur Mas’ud (AGM) serta ke beberapa pejabat Pemkab Penajam Paser Utara (PPU), dinilai jaksa KPK sepenuhnya terbukti dari fakta persidangan yang menyeret si pemberi suap, Ahmad Zuhdi. Hal itu dituangkan dalam berkas tuntutan untuk Ahmad Zuhdi yang dibacakan JPU KPK Ferdian Adi Nugroho, Ahmad Ali Fikri Pandela, dan Achmad Husin Madya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Samarinda kemarin (19/5).
Sangkaan suap yang mengalir ke pejabat, sebagai ucapan terima kasih atau komitmen fee dari penyisihan keuntungan proyek yang didapat Ahmad Zuhdi di Pemkab PPU sepanjang 2020-2021, tervalidasi dengan sendirinya. Lantaran diamini langsung Ahmad Zuhdi ketika menjalani pemeriksaan terdakwa pada 12 Mei 2022. “Meski kooperatif dan bersikap baik sepanjang persidangan, kami JPU menuntut agar majelis hakim menjatuhkan terdakwa pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan,” ucap JPU Ferdian di pengujung persidangan.
Selain itu, Ahmad Zuhdi dibebankan denda sebesar Rp 100 juta subsider 3 bulan pidana kurungan. Sebelum besaran tuntutan tersebut dibacakan, tim beskal KPK mengurai dan memaparkan alasan besaran pidana itu layak diberikan kepada terdakwa. Proyek lanskap Kantor Bupati PPU jadi awal mula suap mengalir ke pejabat Pemkab PPU. Termasuk ke AGM, bupati yang kini nonaktif. Semua dimulai dari perbincangan santai antara Ahmad Zuhdi dan Asdarussalam alias Asdar di Sekretariat KONI PPU medio 2020.
“Keduanya diketahui sama-sama masuk dalam pengurusan KONI PPU,” ucap tim JPU membaca tuntutan setebal 429 lembar tersebut.
Diperbincangan itu, Asdar menawarkan proyek lanskap Kantor Bupati PPU kepada Ahmad Zuhdi dengan nilai pagu Rp 21 miliar. Jika proyek itu diambil, terdakwa harus menyisihkan fee sebesar 5 persen untuk bupati dan 2,5 persen untuk Dinas PUPR, instansi yang menghandel proyek tersebut. Proyek beres, terdakwa pun menyisihkan fee ke AGM lewat Asdar secara bertahap empat kali.
Rinciannya, pemberian pertama terjadi Juni 2021 sebesar Rp 150 juta yang diberikan ke Asdar di Sekretariat KONI PPU. Sebulan berselang, Rp 50 juta diberikan kembali di kediaman Asdar. Masih di kawasan PPU, Rp 200 juta disetor medio Agustus 2021. Terakhir, pada September Rp 100 juta di kediaman Asdar. Kendati ketika bersaksi AGM membantah menerima uang tersebut, disertai dengan bantahan Asdar yang tak mengetahui fee tersebut, namun di sisi lain ketika diperiksa, ulas JPU KPK Ahmad Ali Fikri Pandela, Asdar mengaku memang sempat menerima uang dari Zuhdi dengan nominal yang serupa yang dipaparkan terdakwa ketika menjalani pemeriksaan terdakwa.
“Karena itu, penuntut umum meyakini kebenaran hal ini ditambah bukti-bukti penarikan uang tunai di rekening terdakwa yang diungkap di persidangan sesuai. Baik nominal hingga waktu pencairan uang tersebut,” tuturnya. Pada 2021, terdakwa Ahmad Zuhdi mendapat 15 paket kegiatan di Pemkab PPU dengan nilai total mencapai Rp 118 miliar. Kegiatan itu tersebar di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora). Tentunya dengan besaran fee serupa di tahun sebelumnya. Terdakwa menyiasatinya dengan beberapa perusahaan yang terafilisiasi dengan PT Borneo Putra Mandiri, perusahaan miliknya. Badan usaha itu, PT Babulu Benuo Taka, PT Diva Jaya Konstruksi, CV Lestari Jaya Mandiri, dan CV Mega Jaya.
Di PUPR, Ahmad Zuhdi mendapat bantuan berupa kisi-kisi administrasi persyaratan lelang sebelum lelang dibuka. Itu berkat bantuan Edi Hasmoro (kadis PUPR PPU) dan tiga kepala bidang (kabid). Yakni Ricci Firmansyah, Petriandy Ponganton Pasulu, dan Darmawan alias Awan. “Sementara di Disdikpora, terdakwa mendapat bantuan dari Jusman, kabid Sarana dan Prasarana Disdikpora PPU,” lanjutnya. Dari 15 proyek pengadaan barang dan jasa itu, terdakwa harus menyisihkan fee Rp 5,4 miliar untuk AGM. Namun, belum semua proyek terbayar. Lantaran Pemkab PPU dilanda defisit anggaran.
Sehingga baru terealisasi Rp 1,5 miliar lewat Asdarussalam. Pemberian itu terdiri dari Rp 500 juta yang diberikan bertahap ke Asdar sepanjang Juni-September 2021, dan Rp 1 miliar pada 17 Desember 2021.
Uang Rp 1 miliar yang diberikan di akhir tahun itu terungkap digunakan AGM untuk kepentingan pencalonan dirinya dalam Musda Demokrat Kaltim di Samarinda. Uang itu bukan berasal dari pembayaran proyek, melainkan dari dana simpanan Korpri PPU yang nanti bakal diganti ketika proyek Kantor Pos Waru dilunasi Pemkab PPU.
“Pemakaian uang ini berasal dari usul Muliadi (Plt Sekretaris Kabupaten PPU) untuk meminjam uang tersebut dan diganti selepas proyek milik Zuhdi terbayar,” ulasnya. Selain ke AGM, ada juga pemberian suap atau ucapan terima kasih ke beberapa pejabat PPU. Perinciannya, Muliadi sebesar Rp 22 juta sebagai ucapan terima kasih atas usul peminjaman uang Korpri PPU. Edi Hasmoro total Rp 412 juta dari fee dinas, ucapan terima kasih, hingga pinjaman kepala Dinas PUPR ini membeli Toyota Fortuner sebesar Rp 57 juta. Lalu kepada Jusman sebesar Rp 33 juta, hingga Asdar sebesar Rp 150 juta.
“Selain itu ada pemberian lain ke beberapa pejabat sehingga total suap yang dilakukan terdakwa ke pihak-pihak tersebut sepanjang 2020-2021 mencapai Rp 2,6 miliar,” ulas JPU KPK Ahmad Husein ketika gilirannya membaca. Dari uraian itu, lalu 988 barang bukti yang diungkap ke persidangan dari rekaman penyadapan, tangkapan layar pesan WhatsApp, hingga bukti administrasi dari Pemkab PPU, perbuatan terdakwa dinilai sesuai dengan Pasal 5 Ayat 1 huruf b UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU 20/2021 yang diajukan dalam dakwaan pertama. Selepas mendengar tuntutan itu, majelis hakim Pengadilan Tipikor Samarinda yang dipimpin Ibrahim bersama Hariyanto dan Fauzi Ibrahim memberikan kesempatan terdakwa untuk mengajukan pembelaan atau pledoi pada 25 Mei 2022. (riz/k16)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: