Ada Kelainan di Kelamin, Lumpuh saat Cuaca Dingin
Terhambatnya pertumbuhan fisik membuat Rifkal Muhammad Rendi tak seperti usia seharusnya. Rendi, panggilan akrabnya, akan menginjak sepuluh tahun pada Agustus mendatang. Namun tinggi badannya masih tetap ibarat balita. Bahkan, sang adik bungsu yang berumur empat tahun punya badan lebih tinggi ketimbang Rendi.
LUKMAN MAULANA, Bontang
Sekilas tidak ada yang aneh dari sosok Rendi, anak kelima dari tujuh bersaudara pasangan Jamal dan Mardiana. Dia terlihat sama cerianya dengan anak-anak balita lainnya. Bedanya, dia bisa berbicara dengan lancar dan terlihat lebih cerdas. Faktanya, meski tubuhnya seperti anak usia lima tahun, Rendi sebenarnya berumur dua kali lebih tua.
“Umurnya sepuluh tahun. Dia lahir tahun 2007,” cerita Mardiana, ibu Rendi saat ditemui Bontang Post di kediamannya, Gang Kuarsa Jalan WR Supratman RT 59 Berebas Tengah.
Perempuan asal Mamuju ini berkisah, anak kelimanya tersebut lahir dalam kondisi normal di kediamannya. Saat dalam kandungan pun, Mardiana rutin memeriksakan diri ke posyandu. Namun seiring pertumbuhannya, Mardiana dan suami menemukan kejanggalan. Alat kelaminnya, yaitu testisnya punya ukuran lebih besar dibandingkan anak seusianya.
Di samping itu, tangan dan kaki Rendi terasa begitu lembek seakan tanpa daya. Ini sempat membuat orangtuanya khawatir bila sang putra tidak dapat berjalan. Meskipun di usianya yang kedua, Rendi bisa berjalan seperti anak-anak normal. “Kakinya lemas sekali, seperti lumpuh,” tambah Mardiana.
Pada usia itu, Mardiana dan Jamal membawa Rendi ke dokter untuk memeriksakan kelainan yang diderita Rendi. Petugas kesehatan menyebut Rendi menderita hernia dan mesti menjalani operasi.
Mendengar itu Mardiana tak kuasa membayangkan penderitaan yang akan dialami Rendi di ruang operasi. “Waktu itu Rendi masih bayi. Kami tidak tega melihatnya dioperasi. Jadi batal dioperasi,” sebutnya.
Waktu terus berjalan, usia Rendi pun bertambah. Namun saat menginjak usia sekitar lima tahun, pertumbuhan fisiknya berhenti. Tinggi dan ukuran badannya tidak mengalami penambahan. Bahkan adiknya yang lebih muda dua tahun, Yanti, berhasil melebihi pertumbuhannya. Karena itu Mardiana memutuskan untuk tidak menyekolahkan Rendi. Praktis sampai detik ini Rendi sama sekali belum mengenyam pendidikan.
“Padahal dia itu makannya banyak. Dengan kondisi tubuh yang seperti itu, saya malu dan takut menyekolahkan Rendi,” terang perempuan kelahiran Mamuju, 40 tahun lalu ini.
Hari-hari Rendi lantas dilalui dengan bermain-main di rumah dan lingkungannya. Meski bisa berjalan normal, namun kerap kali Rendi merasa kesakitan. Bahkan pada saat-saat tertentu kaki Rendi terasa sakit sehingga tidak bisa digunakan untuk berjalan. Biasanya, kondisi ini terjadi saat cuaca dingin dan Rendi merasa kedinginan. Dalam kondisi ini, Rendi menangis mengeluhkan kakinya yang sakit.
“Kalau sudah seperti itu, saya urut kakinya dengan minyak gosok. Biasanya setelah itu kakinya terasa sehat dan bisa berjalan lagi,” jelas Jamal sang ayah.
Sedangkan testis Rendi, dijelaskan Jamal, walaupun ukurannya tidak normal, namun tidak menimbulkan rasa sakit. Kata dia, Rendi masih bisa buang air kecil secara normal. Memang dari yang dilihat media ini, ukuran testis kiri Rendi lebih besar dibandingkan testis sebelah kanan.
Kondisi Rendi kerap kali mengundang belas kasihan dari orang-orang yang ditemuinya. Sehingga tak jarang, Rendi pulang membawa lembaran uang. Padahal Mardiana maupun Jamal tidak pernah mengajarkan anaknya untuk melakukan hal tersebut. Sekalipun kondisi keduanya serba berkekurangan.
Jamal sang ayah, dulunya adalah seorang nelayan. Namun usianya yang hampir mencapai kepala tujuh membuatnya kini tak bisa berbuat banyak. Tubuhnya yang menua tak lagi mampu bekerja di bangunan dan membuat kapal. Jamal pun tak punya pilihan selain tinggal di rumah merawat anak-anaknya.
“Saya menikah di usia 40-an tahun. Jadi anak-anak saya masih kecil-kecil, masih pada sekolah. Yang sulung sudah menikah, ikut suaminya di kilo 6. Anak kedua sekolah di SMK, anak ketiga di SMP, anak keempat dan keenam masih SD, anak ketujuh masih balita. Rendi saja yang tidak sekolah,” kisah Jamal.
Dengan kondisi seperti itu, Mardiana sang istri mesti keluar rumah untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dia bekerja serabutan, mulai dari mencuci hingga menjadi asisten rumah tangga. Terakhir dia bekerja sebagai buruh cabut di perkebunan kelapa sawit. Tak jarang Rendi dan adik bungsunya dibawa ikut bekerja, untuk meringankan tenaga sang suami.
Namun setali tiga uang dengan Jamal, Mardiana kini juga tidak bekerja. Tenaganya tidak lagi dibutuhkan di perkebunan tersebut. Sehingga untuk kebutuhan sehari-hari, Jamal tidak tahu harus mengharapkan dari mana. Meski tak jarang datang rezeki yang tidak disangka-sangka bagi keluarganya. “Kalau ada pekerjaan yang bisa saya lakukan, ya saya kerja. Tapi sekarang ini belum bekerja lagi,” urai Jamal.
Beruntung anak-anak Jamal terbilang cerdas. Sehingga, biaya pendidikan mendapat bantuan dari sekolah masing-masing. Selain itu baru-baru ini keluarga Jamal mendapat bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dari Kementerian Sosial (Kemensos) RI. Dinas Sosial melalui Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) Bontang juga tengah menguruskan pembuatan kartu jaminan kesehatan bagi keluarga Jamal untuk membantu biaya pengobatan keluarga.
“Jaminan yang dimiliki keluarga Jamal awalnya adalah Jamkesprov. Berhubung kini Jamkesprov sudah tidak ada lagi di Bontang, makanya saat ini kami bantu dalam pengurusan Jamkesda,” terang Siskah Haya, penjangkau dari LK3.
Dijelaskan Siskah, LK3 akan memfasilitasi pemeriksaan Rendi di RSUD Taman Husada Bontang. Sehingga dapat diketahui perihal medis yang diderita Rendi. Dari situ diharapkan dapat diketahui bagaimana penanganan yang akan diberikan kepada Rendi berikutnya. Termasuk mengenai pendidikannya yang terlantar.
“Kalau kami lihat Rendi ini anaknya pintar. Sayang kalau sampai tidak sekolah. Tidak harus bersekolah di sekolah formal. Nanti tentu akan dipikirkan bagaimana agar Rendi bisa sekolah. Karena pendidikan merupakan salah satu hak dasar bagi anak-anak,” tandas Siskah.
Rendi termasuk salah satu klien yang mendapat penanganan LK3 Bontang. Bagi warga Bontang yang ingin membantu, bisa menyumbangkan dana melalui Dompet Peduli Bontang Post yang bekerja sama Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Pemberdayaan Masyarakat (P3M) Bontang.
Dana bisa diberikan secara langsung ke kantor Bontang Post di Jalan Ahmad Yani Nomor 26 atau ke Dinas Sosial P3M Bontang. Atau melalui rekening Bank BRI dengan nomor 706501005717532 atas nama LK3 Kota Bontang. (***)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: