bontangpost.id – Revlon Inc. adalah perusahaan kosmetik asal Amerika Serikat yang sudah berusia 90 tahun. Namanya tentu tidak asing bahkan untuk orang yang bukan pecinta dunia kecantikan. Baru-baru ini brand makeup dan skincare tersebut terungkap mengajukan permohonan bangkrut. Selain karena menurunnya daya beli setelah pandemi korona, apa saja yang menyebabkan pionir kosmetik ini diambang kebangkrutan?
1. Terlalu Banyak Utang
Beberapa tahun belakangan kondisi keuangan Revlon sudah terlihat kurang sehat. Dilansir Fast Company, sahamnya sudah turun 80% sejak awal tahun ini. Beberapa waktu lalu, brand yang dikenal dengan produk lipstik dan cat kuku itu akhirnya mengajukan permohonan bangkrut. Dikatakan jika mereka hanya memiliki $575 juta untuk membayar utang dan kebutuhan operasional.
Dalam pernyataannya, perusahaan itu bermaksud untuk mengembalikan kepercayaan para konsumen. “Dengan mengatasi kendala utang warisan yang kompleks ini, kami berharap bisa menyederhanakan struktur permodalan dan secara signifikan mengurangi utang kami, membuat kami bisa membuka kembali potensi dari brand yang sudah diakui secara global ini,” kata Presiden dan CEO Revlon Debra Parelman.
2. Masalah Kenaikan Bahan Baku
Masalah keuangan Revlon diperparah dengan sulitnya bahan baku. Selama pandemi, berbagai harga material mulai dari kertas, kaca, dan minyak-minyak penting mengalami kenaikan dan bukan Revlon saja yang jadi kewalahan. Hal itu menyebabkan biaya produksi kosmetik naik hingga 25-30% dan tidak diimbangi dengan naiknya penjualan. Dikatakan jika gangguan rantai pasokan pada Revlon juga diperburuk dengan persaingan ketat antar brand dan vendor yang menuntut pembayaran.
3. Revlon Berkompetisi dengan Makeup Selebriti
Meski sudah dikenal, kini Revlon harus bersaing dengan brand-brand ‘kekinian’. Belakangan memang banyak bermunculan merek baru yang menawarkan berbagai keunggulan dengan teknik marketing unik. Beberapa yang menjadi saingan Revlon datang dari brand selebriti, seperti Kylie Cosmetics milik Kylie Jenner dan Fenty Beauty milik Rihanna. Merek-mereka itu dinilai bisa lebih menjangkau pasar melalui media sosial, seperti TikTok dan Instagram.
4. Mal di Amerika Sekarat
Hal lain yang memperparah pembelian Revlon adalah perubahan kebiasaan belanja. Sejak pandemi, banyak pusat perbelanjaan harus tutup dan daya beli menurun. Tak hanya itu, pelanggan juga lebih mengandalkan situs belanja bahkan sebelum Covid-19 mewabah. Meski menawarkan pembelian online, kebanyakan produk Revlon dijual di toko kosmetik dan department store dalam mal. (wolipopdetik)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post