SAMARINDA – Minimnya tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) Samarinda tahun 2015 menjadi PR tersendiri bagi KPU Samarinda. Sosialisasi Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kaltim 2018 pun siap digeber untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tersebut. Namun begitu, bentuk sosialisasi yang akan diterapkan masih menunggu anggaran dari KPU Kaltim.
“Bentuk sosialisasi yang akan kami gunakan nanti masih belum ditentukan. Menyesuaikan dengan anggaran yang nanti diberi dari provinsi,” kata Ketua KPU Samarinda Ramaon Dearnov Saragih.
Dia mengatakan, KPU Samarinda belum bisa bertindak banyak lantaran belum ada kepastian anggaran dalam penyelenggaraan pilgub. Walaupun KPU Samarinda telah mengusulkan sejumlah anggaran, kepastian angka yang diberikan tetap bergantung pada kebijakan KPU Kaltim selaku penyelenggara utama Pilgub Kaltim 2018.
“Jadi saat ini kami masih menunggu anggaran pilgub dari KPU Kaltim. Termasuk untuk kegiatan sosialisasi,” ungkapnya.
Berkaca dari pelaksanaan pemilu sebelumnya, salah satu bentuk sosialisasi yang digunakan KPU Samarinda dengan metode belusukan. Tim KPU menemui langsung para pemilih di berbagai tempat seraya melakukan sosialisasi pelaksanaan pemilu kala itu, Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Samarinda. Cara ini dinilai efektif karena langsung bertemu dengan para pemilih.
“Kami mendatangi tempat-tempat umum seperti pasar. Serta mendatangi kampung-kampung,” kata Tri Wahyuni, Komisioner KPU Samarinda Divisi Teknis Penyelenggaraan.
Sayangnya, meski menyebut sudah melakukan sosialisasi semaksimal mungkin, jumlah partisipasi masyarakat Samarinda untuk menggunakan hak pilihnya dalam Pilwali 2015 lalu masih terbilang rendah. Dengan persentase 49,17 persen, Samarinda menjadi daerah dengan partisipasi terendah di Kaltim di atas Kutai Timur dalam pilkada serentak 2015.
“Secara nasional Samarinda menjadi kota dengan partisipasi terendah nomor tiga. Kita lebih baik dibandingkan Medan,” jelas Wahyuni.
Dengan sosialisasi yang terbilang gencar, rendahnya partisipasi ini tentunya menjadi catatan bagi KPU. Kembali ke Ramaon, dia menyebut rendahnya partisipasi ini tidak sebatas ditentukan proses sosialisasi yang dilakukan KPU. Melainkan harus dilihat dari berbagai segi. Termasuk dari segi program-program yang ditawarkan partai politik dan calon kepala daerah yang berkompetisi.
“Kata pengamat, kalau dalam pilwali yang bersentuhan langsung dan punya kedekatan dengan masyarakat Samarinda saja rendah, bagaimana dengan pilgub? Karenanya tidak bisa dilihat hanya dari sosialiasi,” pungkasnya. (luk)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: