SAMARINDA – Organisasi Gabungan Transportasi (Orgatrans) Kaltim menilai, kebijakan Dinas Perhubungan (Dishub) Kaltim yang membatasi jumlah taksi online yang beroperasi di Benua Etam tidak disertai dengan kontrol di lapangan. Terlebih kebijakan yang memperbolehkan seribu taksi online beroperasi belum diimbangi dengan pendataan jumlah taksi online yang beroperasi.
Ketua Orgatrans Kaltim, Kamaryono menyebut, lemahnya pendataan dan kontrol tersebut disebabkan karena Dishub tak memiliki data yang valid terkait taksi online yang sudah mendapatkan izin dan belum mengantongi izin operasi. Berdasarkan hasil survei dan pantauan dirinya di lapangan, sudah lebih dari seribu taksi online yang beroperasi.
“Data dashboard dari aplikator tidak dipegang Dishub. Jadi jangan heran sampai saat ini Dishub tak memegang data jumlah taksi online yang sudah memiliki izin,” kata Kamaryono, Jumat (23/2) kemarin.
Padahal, lanjut dia, dalam pertemuan bersama perwakilan Menteri Perhubungan, Dishub, dan Orgatrans pada Rabu (21/2) lalu di kantor Dishub Kaltim, diputuskan bahwa Dishub harus memegang data dashboard agar mengetahui jumlah taksi online yang sudah mengantongi izin operasi.
Ditegaskan Kamaryono, aplikator diduga sengaja tidak memberikan data taksi online pada Dishub Kaltim. Hal itu dilakukan aplikator supaya Dinas Komunikasi dan Informatika dan Dishub tidak bisa mengontrol jumlah taksi online.
“Kami menduga ada upaya kongkalikong yang dilakukan aplikator. Karena kalau mereka tidak bermain, tidak mungkin mereka menyembunyikan data dashboard yang mereka pegang,” ucapnya.
Ketua Umum Lumbung Informasi Rakyat (Lira) Kaltim, Tri Raharjo menegaskan, kebijakan pemerintah tentang taksi online masih menyisahkan tanda tanya. Sebelumnya diputuskan hanya seribu taksi online yang boleh beroperasi.
Namun, ia menilai keputusan tersebut terlalu terburu-buru. Karena Dishub belum melakukan analisis kebutuhan transportasi di Benua Etam. Setiap daerah memiliki standar jumlah taksi, disesuaikan dengan jumlah penduduk yang berpotensi menggunakan jasa taksi.
“Nyatanya taksi yang sudah beroperasi sangat cukup untuk melayani masyarakat yang membutuhkan jasa taksi,” ucapnya.
Ia menyarankan Dishub meninjau ulang kebijakan tersebut. Karena di Kaltim tak perlu ada penambahan jumlah taksi. Jika ingin tetap mengadakan taksi online, harus melewati proses musyawarah dengan Orgatrans dan pihak-pihak terkait.
Selain itu, ia melihat sejumlah kebijakan baru yang digulirkan Dishub bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Serta Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
“Salah satunya penggunaan stiker sebagai pengganti plat kuning. Aturan mana yang membolehkan Dishub menggunakan stiker di taksi online? Ini namanya ngawur dan tidak berdasar,” tegasnya.
Kebijakan, tegas Tri, harus menyesuaikan dengan undang-undang dan Permenhub. “Setelah ditinjau, buat Peraturan Daerah yang secara khusus mengatur teknis taksi online ini. Supaya ke depan tidak lagi menimbulkan gejolak,” saran dia. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: