JAKARTA – Setelah sepekan terakhir melakukan rapat dan penghitungan, pemerintah akhirnya menurunkan tarif batas atas (TBA) tiket pesawat. TBA tiket pesawat akan turun sekitar 12-16 persen. Penurunan ini berlaku untuk pesawat dengan layanan penuh (full service) dan penerbangan yang menggunakan mesin jet. Sehingga, penerbangan yang menggunakan pesawat baling-baling seperti ATR tidak mengalami penurunan TBA. Penurunan ini berlaku mulai besok (15/5), setelah surat keputusan (SK) dari Kementerian Perhubungan selesai dibuat.
Masing-masing rute akan mengalami penurunan TBA yang berbeda. Perbedaan itu diukur dari beberapa hal, di antaranya jumlah okupansi dan frekuensi penerbangan. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, meski range penurunan TBA ini 12-16 persen, namun jika dirata-rata TBA akan menurun 15 persen. “Penurunan ini berlaku untuk maskapai full service, tapi nanti LCC (low cost carrier) juga pasti akan mengikuti,” ujarnya saat konferensi pers kemarin (13/5/2019).
Selama ini, maskapai full service boleh memakai TBA hingga 100 persen. Sedangkan TBA untuk LCC biasanya sekitar 80-85 persen dari TBA yang dipakai oleh maskapai full service. “Saya mengimbau LCC kalau bisa menerapkan 50 persen dari TBA,” lanjut Budi.
Penurunan ini dimungkinkan untuk diterapkan oleh maskapai lantaran harga avtur sudah turun. Selain itu, manajemen bandara di Indonesia juga sudah cukup bagus dan on time performance (OTP) maskapai sudah membaik. Dampaknya, cost structure yang dikeluarkan oleh maskapai, baik dari sisi bahan bakar maupun biaya di bandara bisa ditekan. Di samping itu, Budi juga mengakui dirinya memang diminta oleh Kementerian Pariwisata untuk mengontrol harga tiket pesawat.
Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution menambahkan, industri pariwisata memang cukup terdampak. Ditambah lagi, Lebaran akan jatuh pada Juni mendatang. Penurunan TBA ini harus dipercepat agar inflasi pada saat Ramadan dan Lebaran tak naik terlalu tinggi. “Ya pemerintah dalam hal ini harus seimbang, antara mementingkan kepentingan industri maskapai dengan kemampuan dan daya beli konsumen,” ujarnya.
Sementara itu, terkait isu harga tiket pesawat yang belakangan sudah melambung tinggi, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengaku masih terus melangsungkan proses penyelidikan atas dugaan kartel. KPPU mengaku belum mengantongi cukup bukti untuk memvonis masalah tersebut sebagai tindakan kartel dan melakukan penindakan.
”Belum ada putusan atau vonis kartel. Masih diselidiki,” ujar Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih, saat dihubungi Jawa Pos kemarin (13/5). Guntur menjelaskan bahwa tim investigator KPPU sedang dalam upaya mengumpulkan bukti-bukti. Untuk dapat melanjutkan ke tahap penyidikan lebih lanjut, menurut Guntur harus ada setidaknya dua bukti kuat dari lima bukti yang biasa menjadi dasar putusan KPPU.
Kelima bukti tersebut adalah temuan investigator, keterangan ahli, keterangan saksi, pengakuan terlapor, dan surat-surat atau berkas terkait. ”Sejauh ini belum ada bukti yang kuat. Tim ivestigasi sedang berfokus pada analisis bukti ekonomi, dengan cara menggali informasi dari maskapai, kemenhub, dan stakeholder aviasi lainnya. Tapi itu butuh effort dan butuh waktu,” bebernya.
Diwawancara terpisah, Komisioner KPPU yang lain, Kodrat Wibowo, memaparkan bahwa dirinya mendapat laporan dari tim investigator bahwa tim baru saja merampungkan penggalian informasi dari Garuda Indonesia. ”Sebelumnya Lion sudah, Inaca juga sudah. Garuda baru bisa memenuhi panggilan baru-baru ini,” beber Wibowo.
Menurut dia, Garuda saat dimintai keterangan terkait kenaikan tiket, mengklaim bahwa harga yang ditetapkan saat ini adalah harga asli dari layanan premium Garuda. ”Kalau dimurahin mereka bilang ada resiko rugi,” ujarnya. Data yang didapat dari masing-masing maskapai, lanjut Wibowo, akan di-crosscheck dengan formulasi dan batasan harga yang dirumuskan Kemenhub.
Guntur kembali menambahkan dalam meneliti suatu kasus KPPU tak memiliki target waktu ataupun memprediksi berapa lama sebuah kasus mampu diusut. Berkaca pada vonis KPPU yang dijatuhkan pada Honda dan Yamaha terkait kasus kartel sepeda motor matic 110-115 cc, Guntur mengatakan bahwa KPPU membutuhkan waktu dua tahun untuk bisa menjatuhkan vonis tersebut.
Pergerakan yang terkesan ”tumpul”, juga nampaknya tak lepas dari tidak adanya kewenangan KPPU untuk melakukan penyadapan maupun penyitaan. Menurut Guntur, jika KPPU diberikan dua kewenangan tersebut maka kerja ”wasit” persaingan usaha tersebut bisa lebih powerful. ”Banyak perilaku persaingan tak sehat yang bisa terlihat dalam dokumen. Kita sudah mengajukan untuk kewenangan tersebut tapi selalu ditolak. Jika di luar negeri seperti Jepang dan Amerika Serikat, atau yang dekat seperti Filipina dan Singapura saja KPPUnya bisa melakukan hal tersebut,” pungkasnya.
Pengamat Penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia (JAPRI) Gerry Soejatman mengatakan penurunan TBA menjelang Lebaran di satu sisi bisa memberikan dampak negatif ke masyarakat jika volume atau kapasitas yang disediakan tidak berubah.
“Semakin cepat habis, dengan harga lebih murah. Mayoritas masyarakat tidak akan bisa menikmati karena keburu habis, pendapatan maskapai tidak optimum karena kejual habis di harga rendah,” ujarnya. Selain itu, menurutnya momen penurunan TBA saat ini juga dinilai belum tepat lantaran mendekati masa peak season.
“Bagi maskapai ya pasti protes, demand meningkat di musim Lebaran kok harga malah diturunkan,” imbuhnya. Sedangkan maskapai yang menjual mendekati TBA, mau tidak mau memang harus menurunkan harganya agar tidak melewati TBA. (rin/agf/vir/jpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: