Undang-Undang Perlu Direvisi

Neni Moerniaeni, Yanri Dasa, Imam Hambali(DOK/BONTANG POST)

FENOMENA pernikahan dini masih sering dijumpai di beberapa daerah, termasuk Bontang. Beragam penyebab mendasari terjadinya kasus ini. Mulai dari hamil di luar nikah, faktor ekonomi dan geografis khususnya di daerah pesisir.

Menanggapi hal ini, Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni mendukung revisi Undang-Undang (UU) Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Usia perkawinan dalam UU tersebut saat ini minimal 16 untuk perempuan dan 19 untuk laki-laki. Sementara Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut usia perempuan 16 tahun dinilai inkonstitusional.

“Perlu adanya penyuluhan ke masyarakat untuk usia perkawinan yang direkomendasikan agar bisa menjadi keluarga yang tangguh,” jelas Neni.

Dia menilai, jika usia 16 tahun terbilang masih di bawah umur. Perempuan yang juga dokter spesialis kandungan itu menuturkan secara fisik, mental, dan sosial belum bisa menerima. “Apalagi secara finansial yang dinilai berat. Meskipun orangtuanya kaya, tentu anak-anak yang menikah dini akan mendapat berbagai masalah,” bebernya.

Untuk mencegah hal itu terjadi, Neni meminta tugas Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Bidang Pemberdayaan Perempuan, juga Dinas Sosial agar senantiasa memberikan penyuluhan kepada masyarakat dan orangtua. Supaya tidak menikahkan anaknya di usia dini.

“Selain orangtua, anak-anak pun perlu diberi penguatan dan penyuluhan bagaimana reproduksi sehat yang harus mereka alami,” ujar Neni.

Penilaian Neni dalam hal pernikahan dini perlu dilihat lagi usianya. Pasalnya, anak perempuan yang sudah haid bisa hamil. Tetapi, bagi seorang yang usianya di bawah umur, direkomendasikan secara emosional belum mampu. “Mungkin secara fisik dia bisa kuat,” imbuhnya.

Tetapi secara finansial dia belum mampu dan masih meminta kepada orangtua. “Penyuluhan tidak melakukan hubungan di luar nikah harus diberikan karena banyak bahayanya,” terang Neni.

“Banyak sekali permasalahan yang akan terjadi ketika dia aborsi, atau hubungan di luar nikah. Selain tentunya berbuat dosa. Penyuluhan paling penting, termasuk penguatan iman,” sambung Neni.

Diakui, beberapa kasus pernikahan dini atau seks sebelum nikah terjadi akibat dampak dari kemajuan teknologi. Siapa saja bisa mengakses hal-hal yang sebenarnya dilarang. Tetapi, lanjut Neni, ada juga sisi positif dari kemajuan teknologi. “Sisi negatifnya harus diperangi,” tegasnya.

Terkait hal itu, Anggota Komisi I DPRD Bontang Yanri Dasa mengatakan perlu pengawasan ekstra terhadap rutinitas anak selama ini. Salah satunya ialah konten apa saja yang terdapat pada alat komunikasi. Menurutnya, orangtua jangan hanya berdiam diri. Sikap acuh tak acuh akan justru menjebloskan anak ke masa depan yang suram.

“Edukasi dari orangtua itu penting. Sekali-kali coba cek isi telepon genggamnya. Jangan biarkan anak mengonsumsi video porno,” kata Yanri, Sabtu (22/12).

Menurut politikus Partai Hanura ini, banyak orangtua yang tidak bisa memahami kehidupan masa kini. Orangtua justru fokus kepada pekerjaannya, sehingga nasib anak terabaikan. “Itulah perlunya parenting skill,” ujarnya.

Selain itu, pihak sekolah juga wajib turun tangan dalam pengawasan anak. Bentuknya dengan rutin melakukan razia terhadap barang apa yang dibawa pelajar. Bahkan, ia mengajak untuk kegiatan itu dilakan bersama-sama instansi terkait. Seperti yang diterapkan di Surabaya.

“Pihak sekolah jangan diam diri dan bersikap monoton. Ini generasi masa depan bangsa yang wajib dijaga,” tuturnya.

Beberapa waktu lalu, Yanri menemukan sendiri kasus hamil di luar nikah. Ia menyanyangkan kasus seperti itu terjadi lantaran sang cowok masih kelas VIII SMP. Sementara pasangannya lebih tua empat tahun.

“Anaknya masih polos banget, seharusnya masih bergelut dengan dunia bermain. Akhirnya mereka ke Pengadilan Agama dan dinikahkan di Sangatta,” terang perempuan kelahiran Klaten ini.

Penyampaian pendidikan seksual di sekolah juga diyakini dapat membantu menekan angka pernikahan dini. Sehingga para pelajar mengerti bahaya yang terjadi jika melakukan hubungan intim sebelum menikah.

Bukan itu saja, Yanri juga meminta agar di beberapa titik wilayah di Bontang dilengkapi dengan sarana penerangan memadai. Pasalnya, masih banyak tempat gelap yang justru dijadikan lokasi untuk berbuat mesum.

Penyisiran lokasi gelap juga hendaknya dilakukan oleh Satpol PP. Sehingga upaya pencegahan dapat berjalan optimal. “Seperti di Makam Toraja, itu biasanya digunakan para remaja untuk berbuat  tidak senonoh,” paparnya.

Di samping itu, Yanri pun mengusulkan praktik jual-beli alat kontrasepsi dibatasi. Ia meminta agar penjual tidak melayani pembeli yang berusia anak-anak. “Kalau perlu yang mau membeli harus membawa buku nikah. Agak berat tetapi ini demi masa depan anak-anak,” pungkasnya.

HARUS BERTANGGUNG JAWAB

Fenomena pernikahan dini dipandang Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bontang terbagi dalam dua jenis. Ketua MUI Bontang Imam Hambali mengatakan, berdasarkan aturan agama pernikahan dini tidak dilarang agama selama laki-laki atau suami sudah balig. Namun untuk wanita tidak ada persyaratan harus balig.

Hal ini dicontohkan Nabi Muhammad SAW saat menikahi istrinya, Siti Aisyah yang saat itu masih anak-anak. “Namun berdasarkan aturan di Indonesia, ketentuan batas usianya harus diatur. Jika belum memenuhi namun tetap ingin menikah, harus mendapatkan dispensasi nikah dari pengadilan agama,” ujarnya saat dikonfirmasi Bontang Post, Sabtu (22/11) lalu.

Dijelaskan Imam, yang terpenting dalam pernikahan adalah adanya rasa sabar dan tanggung jawab. Pasalnya jika tidak ada hal tersebut, rumah tangga bisa berpotensi sering mengalami pertengkaran.

Sehingga sebelum menikah, dirinya mengimbau kepada pasangan muda harus mematangkan terlebih dahulu ilmu-ilmu agama dan ilmu lainnya. Agar tidak mudah bercerai ketika sudah menikah. “Banyak kasus karena laki-lakinya tidak bertanggung jawab, istrinya tidak sabar, akhirnya berujung perceraian,” jelasnya.

Untuk itu dirinya menyarankan kepada para pasangan muda untuk terlebih dahulu mempersiapkan ilmu agama dan sering meminta nasihat kepada para ulama agar ketika menikah, bisa menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. (tim bp/edw)

Print Friendly, PDF & Email

Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News

Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:


Exit mobile version