bontangpost.id – Beberapa hari terakhir wilayah Kaltim, khususnya Balikpapan merasakan suhu panas. Kondisi cuaca ini, membuat badan menjadi gerah atau terasa panas. Tak hanya terasa di siang hari, kondisi kegerahan akibat cuaca panas ini, juga dirasakan pada saat malam hari.
Hal tersebut pun sempat dikhawatirkan masyarakat sebagai dampak dari gelombang panas yang tengah melanda sejumlah negara di Asia Tenggara, seperti Filipina dan Thailand.
Kepala Stasiun Meteorologi Stamet Kelas I SAMS Sepinggan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Balikpapan Kukuh Ribudiyanto menerangkan, Indonesia tidak terdampak gelombang panas.
“Apalagi, matahari ini posisinya di ekuator dekat dengan Kaltim. Baru beranjak ke arah utara. Jadi pada saat tidak ada awan, radiasi matahari menjadi maksimal di permukaan,” katanya kepada Kaltim Post (Bontang Post) pekan lalu. Anomali cuaca itu, lanjut mantan kepala Stamet Kelas I Radin Inten II Lampung ini, akan terjadi hingga pertengahan tahun.
Berdasarkan prakiraan BMKG, pada Juni hingga Agustus nanti, kondisi cuaca, termasuk di wilayah Kaltim, akan mengarah ke musim kemarau. Dari hasil pengamatan Stamet Kelas I SAMS Sepinggan BMKG Balikpapan, suhu tertinggi di Balikpapan, terjadi pada bulan lalu. Tepatnya, pada 5 April 2024 dengan suhu yang mencapai 34,4 derajat celcius.
“Itu suhu tertingginya. Dan sebenarnya masih kategori normal. Setelah itu, suhu maksimalnya turun. Sampai 31 derajat celcius. Dan bisa turun lagi. Apalagi sudah ada hujan,” terang Kukuh.
Berdasarkan perhitungan BMKG, untuk suhu panas ekstrem berdasarkan pada penambahan 3 derajat celcius dari suhu rata-rata tertinggi. Apabila suhu tertinggi di Balikpapan sempat mencapai 34,4 derajat celcius, maka suhu panas permukaan yang masuk dalam kategori panas ekstrem adalah 37,4 derajat celcius. Di mana tiga tahun terakhir, terutama saat musim kemarau, cuaca panas di Balikpapan tidak termasuk dalam kategori cuaca panas ekstrem. Apalagi sejak tahun 2019, kondisi cuaca di Kaltim cenderung mengalami kemarau basah.
“Jadi rasa panas di kulit kita, beda dengan pengukuran alat BMKG. Karena rasa panas di kulit dipengaruhi dengan kelembapan tinggi. Keringat mau keluar enggak bisa. Karena ditahan uap air yang di udara. Beda pada saat kemarau. Ada angin, enggak kerasa panas. Justru kulit kita jadi hitam. Karena uap air yang keluar di pori-pori kita langsung menguap. Kalau ini tertahan oleh kelembapan. Jadi, rasanya gerah dan panas,” papar Kukuh.
Dengan kondisi cuaca panas ini, dia pun mengingatkan kepada masyarakat Kaltim, untuk mewaspadai munculnya banyak hotspot atau titik api. Dan berpotensi menimbulkan kebakaran hutan dan lahan. Sehingga, sangat penting mencegah kebakaran hutan dan lahan, dengan tidak membakar sisa-sisa daun kering. Maupun membuang puntung rokok sembarang.
“Suhu panas ini, sebenarnya masih normal di Kaltim. Dan dampaknya langsung adalah hotspot-nya makin banyak. Dan ini yang harus diwaspadai masyarakat,” pesan dia. (kip/riz/k15)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post