BONTANGPOST.ID, Bontang – Angin laut berembus sejuk di Pulau Beras Basah, Kamis pagi (13/11/2025). Di tengah hamparan pasir putih dan debur ombak, ratusan personel dari berbagai instansi berdiri tegap mengikuti Apel Kesiapsiagaan dan Simulasi Penanggulangan Bencana Hidrometeorologi 2025.
Kegiatan yang digelar Pemkot Bontang bersama Polres Bontang ini menjadi simbol kekuatan kolaborasi lintas sektor dalam menghadapi ancaman bencana. Hadir dalam apel tersebut, Wakil Wali Kota Bontang Agus Haris, Kapolres Bontang AKBP Widho Andriano selaku pimpinan apel, serta unsur Polairud, BPBD, Satpol PP, Kodim 0908 Bontang, Batalyon Arhanud 7/ABC, dan Pospol TNI AL.
Dalam sambutannya, Agus Haris membacakan pesan Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni. Ia menegaskan kegiatan ini bukan sekadar apel rutin, melainkan bentuk nyata sinergi antara pemerintah, TNI/Polri, dunia usaha, dan masyarakat.
“Tujuan utamanya melatih kemampuan tanggap cepat, tepat, dan terkoordinasi. Sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap potensi bencana,” ujar pejabat yang akrab disapa AH ini.
Agus Haris menjelaskan, kegiatan ini berlandaskan UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Permendagri Nomor 101 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal Suburusan Bencana. Pemerintah daerah, katanya, memiliki tanggung jawab besar dalam memberikan pelayanan pencegahan, kesiapsiagaan, hingga evakuasi korban.
“Penanggulangan bencana adalah urusan wajib daerah. Ini juga menjadi indikator utama dalam Indeks Ketahanan Daerah (IKD),” ujarnya.
AH juga menyoroti persoalan banjir yang masih terjadi di sejumlah wilayah Bontang. Pemkot, lanjutnya, telah menyiapkan langkah strategis, mulai dari pengadaan lahan untuk polder pengendali banjir, pembangunan pintu air dan kolam retensi, hingga pembenahan infrastruktur pengendali banjir rob.
“Upaya ini diharapkan bisa meminimalkan risiko banjir secara berkelanjutan,” tutur AH.
Namun, tantangan Bontang tidak hanya pada bencana hidrometeorologi. Sebagai kota industri, Bontang juga memiliki potensi bencana kegagalan teknologi, seperti kebocoran amonia, kebakaran, hingga pencemaran limbah.
“Karena itu, pelatihan dan simulasi darurat (emergency drill) harus dilakukan secara rutin dan melibatkan semua pihak,” tegasnya.
AH menambahkan, kegiatan ini sejalan dengan visi Bontang sebagai Kota Jasa dan Industri yang Maju, Sejahtera, dan Berkelanjutan, serta peran strategisnya sebagai daerah mitra Ibu Kota Nusantara (IKN).
“Untuk mewujudkan visi itu, kita memerlukan sumber daya manusia yang tangguh, lingkungan yang aman, dan industri yang efisien serta bebas risiko,” ujarnya.
Ia pun mengajak seluruh peserta menjadikan kegiatan ini sebagai momentum memperkuat budaya kesiapsiagaan.
“Mari jadikan kesiapsiagaan sebagai budaya bersama, bukan sekadar kegiatan seremonial. Bontang harus siap menghadapi segala kemungkinan,” serunya.
Sementara itu, Kapolres Bontang AKBP Widho Andriano menegaskan pentingnya sinergi lintas sektor dalam menghadapi ancaman bencana.
“Kehadiran kita di sini menunjukkan wujud nyata sinergisitas semua elemen. Pemerintah, TNI, Polri, dan masyarakat harus selalu solid,” ujarnya.
Menurut Widho, Indonesia termasuk negara dengan tingkat kerawanan bencana tertinggi di dunia. Berdasarkan data BNPB, hingga awal November 2025 telah terjadi lebih dari 2.700 kejadian bencana, dengan banjir sebagai peristiwa paling sering terjadi.
“Untuk wilayah Kaltim, potensi bencana meliputi banjir, tanah longsor, cuaca ekstrem, abrasi pantai, kebakaran hutan dan lahan, hingga kegagalan teknologi. Karena itu, kewaspadaan harus terus ditingkatkan,” pungkasnya. (*)







