BONTANG – Salah satu cita-cita Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu RI) ialah mewujudkan pojok diskusi atau forum diskusi sampai di Panwaslu kota/kabupaten. Pojok diskusi bisa dimanfaatkan sebagai lokasi diskusi bagi masyarakat ketika melihat potensi pelanggaran.
Tak hanya itu, Bawaslu RI juga akan menggandeng Pramuka untuk berpartisipasi mengawasi jalannya Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur 2018, Pemilihan DPRD, DPD, DPR RI dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019. Karena Pramuka dinilai memiliki ideologi yang jauh dari kepentingan politik.
Hal tersebut disampaikan oleh salah satu Pimpinan Bawaslu Provinsi Kaltim Koordinator Divisi Pencegahan, Galeh Akbar Tanjung saat menjadi pemateri di acara Sosialisasi Pengawasan Pemilu Partisipatif pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur tahun 2018 dan Pemilu Anggota DPR RI, DPD, DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019 di Hotel Bintang Sintuk.
Disebutkan Galeh dalam proses Pemilu ini ada 3 elemen penting yakni pemilih, penyelenggara dan partai politik. Ketika Pemilu pun, pasti KPU yang lebih diketahui masyarakat bukan Bawaslu. Padahal, KPU dan Bawaslu terbentuk dari satu undang-undang. Untuk tahun ini, baru saja disahkan yakni Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. “Kami (Bawaslu) tak bisa dibedakan karena lahir dari undang-undang yang sama hanya tupoksi kerja yang membedakan KPU dan Bawaslu,” jelas Galeh di Hotel Bintang Sintuk, Rabu (8/11) kemarin.
Jika KPU merupakan teknis Pemilu, Bawaslu ini bertugas mengawasi yang teknis baik itu KPU, masyarakat dan peserta Pemilu yakni partai politik, perorangan untuk DPD dan kepala daerah. “Jadi, sebenarnya, tugas Bawaslu lebih berat dari pada KPU. Tetapi yang lebih dikenal yakni KPU dan jika ada kesalahan maka Bawaslu yang akan disorot. Memang kami memiliki tugas yang berat, apalagi dengan lahirnya aturan baru terkait penanganan pelanggaran,” ujarnya.
Oleh karenanya, diharapkan masyarakat tetap memberikan support, semangat dan turut serta mendukung program dari Bawaslu, Panwaslu hingga Panwascam.
Nah, berbicara soal kedaulatan, Pemilu merupakan salah satu bentuk hak masyarakat untuk bisa memilih pemimpin 5 tahun ke depan. Dalam setiap Pemilu juga, masyarakat memiliki hak yang tidak bisa diganggu gugat. Baik itu hak pilihnya dan hak melaporkan pelanggaran. “Setiap warga negara Indonesia yang memiliki KTP itu sudah mempunyai hak pilihnya, walaupun tidak terdaftar dalam daftar pemilih dan itu wajib diakomodir. Termasuk melaporkan dugaan pelanggaran yang terjadi,” ungkapnya.
KPU dan Bawaslu memiliki program partisipasi. Untuk KPU, dikatakan Galeh, mereka lebih cenderung mengajak masyarakat untuk memilih. Sementara Bawaslu mengajak masyarakat untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu, peserta Pemilu dan masyarakat. “Masyarakat berhak mengawasi penyelenggara Pemilu yakni KPU agar tidak berpihak pada salah satu pasangan calon,” terang dia.
Jadi posisinya, masyarakat menjadi hal penting dalam proses demokrasi agar berjalan baik dan benar. Sehingga, sukses tidaknya Pemilu bukan lantas dibebankan pada penyelenggaraan Pemilu. Tetapi, masyarakat turut serta didalamnya dengan secara inisiatif memberikan masukan. “Kami ingin mengetahui apa keinginan masyakarat karena belum tentu peraturan yang ada di masyarakat ketika diimplementasikan, masyarakat sulit mengerti,” bebernya.
Tetapi, ketika ada diskusi dan masyarakat memberikan masukan maka ada formulasi dan situasi baru sehingga masyarakat bisa lebih mengerti terkait undang-undang kepemiluan. “Jadi ada pojok pengawasan. Kalau di KPU ada rumah pintar, kami ada pojok pengawasan,” ujar dia.
Dalam pojok pengawasan yakni merupakan sebuah ruang yang ditempatkan khusus untuk diskusi. Jadi ketika masyarakat ingin mencari informasi bisa dilakukan disana. “Ini memang salah satu cita-cita besar Bawaslu se-Indonesia yang akan didorong ke Panwaslu kabupaten/kota se-Indonesia,” urai dia.
Masyarakat dan Bawaslu dikatakan Galeh bisa lebih mendekatkan diri dan membentuk kelompok-kelompok kecil untuk mensosialisasikan program-program pencegahan dan pengawasan ke masyarakat. Sehingga, diharapkan masyarakat lebih memahami apa peran masyarakat dalam setiap Pemilu, serta apa saja yang dianggap sebagai pelanggaran Pemilu. “Makanya dengan forum warga yang dibentuk menjadi sarana untuk mendekatkan dan mengenalkan bahwa setiap Pemilu itu ada pengawasnya,” tegas dia.
Disebutkan dia, bahwa SDM di Bawaslu sangat minim untuk mengawasi dugaan pelanggaran. Tapi dengan mensosialisasikan dan mendekatkan diri ke masyarakat membuat masyarakat bisa melaporkan kepada Bawaslu. “Memang ada satu permasalahan yang sampai saat ini tidak pernah terselesaikan, yakni masyarakat takut melapor, karena tak ada jaminan keamanan kami hanya bisa merahasiakan pelapor,” paparnya.
Meski ada risiko bagi pelapor, namun, Galeh mengharapkan kedepannya dalam aturan bisa masuk jaminan khusus untuk masyarakat. Banyaknya laporan yang masuk dan putusan yang dikeluarkan Bawaslu bukan berdasarkan laporan masyarakat tetapi dari masyarakat yang memiliki kepentingan politik dalam dinamika Pemilu. “Ini tentu sangat disayangkan, padahal ditengah masyarakat banyak kejadian dugaan pelanggaran yang tidak diketahui Bawaslu,” ujarnya.
Sehingga, Bawaslu RI memiliki terobosan baru yakni Saka Adhyaksa Pemilu yang merupakan program Bawaslu tingkat provinsi dan akan disosialisasikan ke tingkat kota untuk bekerja sama dengan Pramuka. Di beberapa provinsi program ini sudah direalisasikan. Sementara untuk di Kaltim masih diagendakan MoU. “Ini (Pramuka, Red.) menarik digandeng untuk mengawasi dalam setiap pengawasan Pemilu, termasuk media sosial untuk melaporkan. Kami transparan dalam setiap putusan Bawaslu,” pungkasnya. (mga)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: