SANGATTA – Di awal 2017 ini hampir semua kebutuhan pokok secara bergantian mengalami kenaikan yang berlipat. Dimulai dari administrasi kendaraan bermotor, Tarif Dasar Listrik (TDL), Bahan Bakar Minyak (BBM), kini harga cabai di pasaran juga semakin “pedas”.
Dari pantauan Radar Kutim, harga cabai di pasar tradisional Sangatta Selatan hingga kemarin (11/1) menjadi Rp 150 ribu per kilogram. Padahal harga normal sebelumnya, hanya kisaran Rp 20 ribu hingga Rp 25 ribu rupiah per kilogram. Namun setelah Natal dan Tahun Baru, harga cabai terus merangkak naik.
“Kenaikan bertahap sudah mulai Natal dan Tahun Baru. Pada saat natal, sudah naik Rp40 ribu sampai Rp50 ribu perkilo. Tahun baru naik lagi menjadi Rp 80 ribu sampai Rp 100 ribu. Dan sekarang ini, saya jual Rp 150 ribu,” ujar Rina, Pedagang Kaki Lima (PKL) Sangatta Selatan.
Namun dari pengakuannya, nilai Rp150 ribu tersebut dijual pada saat sore hari saja. Namun pagi hari, akan mengalami kenaikan. Karena, pada momen tersebut, banyak konsumen yang akan berbelanja ke pasar. “Kalau sore, sedikit saja yang jualan. Warga palingan satu dua saja yang beli. Makanya harga cabai agak turun. Tetapi kalau pagi, saya naikkan menjadi Rp 160 ribu,” katanya.
Harga ini terbilang normal. Karena, tak sedikit yang menjual lebih tinggi dari harga yang dipasarkannya. Apalagi, cabai tersebut baru dipetik dan segar. Saat ini, dirinya mengaku hanya mengikuti harga pasar pada umumnya.
“Cabai yang saya jual terbilang agak lama. Kalau baru, pasti tinggi sekali harganya. Ada juga yang lebih murah atau di bawah Rp150 ribu. Tetapi lombol yang sudah lama sekali dan atau cabai campuran antara yang baik dan busuk. Kan sekarang metode penjual seperti itu. Alhamdulillah, saya yang normal saja,” katanya.
Karena tingginya harga, terpaksa dirinya mengakali penjualan tersebut. Yakni dengan cara mengecer bukan perkilo. Paling tertinggi, dirinya menjual per satu ons. Dalam satu ons cabai, dibandrol 15 ribu rupiah. Hampir menyerupai harga merica yang perkilonya Rp 20 ribu. “Kami gak tega juga rasanya kalau jualin warga. Karena biasanya mereka beli Rp 5 ribu atau Rp2 ribu saja. Sekarang, Rp 2 ribu gak bisa lagi. Paling sedikit Rp5 ribu,” katanya.
Senada, Bude Sri, juga mengakui jika harga cabai saat ini melonjak tajam. Akibat tingginya harga tersebut, dirinya mengaku hanya segelintir warga saja yang membeli cabai. “Makanya saya mengambil dari agen sedikit saja. Takut gak laku kalau jual banyak. Dari dua kilo yang saya ambil, setengah kilopun belum habis. Padahal sudah tiga hari,” katanya.
Mengenai sebab tingginya harga, dirinya mengaku tidak tau pasti. Karena hal ini terjadi hampir disemua daerah. Bahkan dari TV yang didengarnya, ada di beberapa daerah harga cabai mencapi Rp 200 ribu. “Kalau disini setahu saya karena masalah banjir. Karena saat-saat ini banjir terus. Banyak petani cabai yang rugi akibat tanaman cabainya mati. Sekarang ini saja banjir lagi. Itu kata agennya,” katanya
Sementara itu, Fajar, pedagang Pasar Induk Sangatta (PIS) juga mengaku jika harga cabai saat ini mengalami kenaikan. Pada tahun 2017 ini, dirinya pernah menaikkan harga cabai hingga Rp200 ribu per kilogam. Namun, saat ini sudah mengalami penurunan menjadi Rp120 ribu per kilogram. Akan tetapi, harga cabai yang dibandrol Rp120 ribu tersebut bukan merupakan cabai segar. Akan tetapi cabai lama dan yang mulai rusak. Sedangkan cabai yang segar, masih berkisar antara Rp 150 hingga Rp 200 ribu.
“Yang kami jual yang apa adanya seperti ini. Ini saja, hanya beberapa orang saja yang jual.Disini (PIS,Red.), sudah pada kosong cabai. Langkah sekali. Makanya harganya naik,” kata Fajar.
Sementara itu, Endang Mustika Sari, salah seorang konsumen mengaku saat ini dirinya menghentikan mengkonsumsi cabai untuk sementara. Karena, harga cabai terlampau mahal. “Saya beli Rp 5 ribu, mungkin dapat 10 biji saja. Jadi sampai saat ini, saya gak pernah beli lagi,” katanya. (dy)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: