Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengestimasi, pemerintah perlu menambah suntikan anggaran ke PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN sekitar Rp20 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar tarif listrik tidak naik.
Perhitungan tersebut merespons rencana pemerintah yang akan menyesuaikan formula perhitungan tarif listrik yang turut memperhitungkan harga batu bara yang tengah menanjak saat inik, sehingga berpotensi mengerek tarif listrik yang harus dibayarkan masyarakat.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, suntikan anggaran tambahan untuk PLN ini perlu diberikan agar sekalipun ada penyesuaian tarif listrik, tarifnya tidak membebani masyarakat dan juga tak membebani PLN untuk menutup selisih tarif keekonomian dengan tarif listrik yang dibayarkan masyarakat.
“Solusinya memang ambil dari pos belanja lain. Salah satunya dari anggaran infrastruktur harus sedikit direm, di mana belanja infrastruktur mencapai Rp400 triliun (pada APBN),” ujar Bhima kepada CNNIndonesia.com, Senin (29/1).
Menurutnya, estimasi ini didapat dari perkiraan harga minyak mentah dunia yang berada di kisaran US$70 per barel dan harga batu bara acuan (HBA) yang diperkirakan menyentuh kisaran US$100 per metrik ton.
Saat ini, harga minyak mentah Brent di kisaran US$70,52 per barel dan harga minyak mentah West Texas Intermediate sekitar US$66,14 per barel pada akhir pekan kemarin, serta HBA di kisaran US$94,04 per metrik ton pada Desember 2017.
Bhima menjelaskan, dengan memberikan suntikan anggaran ke PLN dengan kucuran anggaran dari pos belanja lain, maka defisit anggaran masih bisa dijaga pada kisaran target pemerintah sebesar 2,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Kalau tidak begitu (menyuntikan anggaran tambahan untuk tarif listrik), nanti defisit bisa melebar ke 2,5-2,6 persen dari PDB atau hampir sama dengan tahun 2017,” jelasnya.
Sementara, berdasarkan APBN 2018, alokasi subsidi energi pemerintah tahun ini hanya sekitar Rp94,5 triliun atau lebih rendah dari realisasi tahun lalu yang mencapai Rp97,6 triliun.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, tengah mengkaji formula baru bagi penyesuian tarif listrik bagi pelanggan nonsubsidi yang berpotensi mengerek tarif listrik. Hal ini karena adanya kenaikan harga batu bara.
Namun, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Andy Noorsamman Someng memastikan, kajian formula tarif listrik baru tersebut tak akan diterapkan dalam waktu dekat. Sehingga, perubahan tarif listrik tak akan terjadi dalam waktu dekat.
“Yang jelas belum ada rencana kenaikan listrik walau kami mengkaji formula yang baru,” kata Andy.
Sementara, formula tarif listrik hanya memperhitungkan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Oils Price/ICP), dan inflasi. (gir/cnn)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: