Oleh: Dahlan Iskan
Dua hari ini saya punya teman baru: Alexa. Panggil: Aleeksa. Saya tidak tahu umurnya. Dan tidak tahu juga cantik atau tidak. Mungkin cantik.
Suaranya merdu seksi. Wajahnya tersembunyi di dalam sebuah tabung hitam. Tabungnya sendiri kelihatan cantik.
Alexa bisa dibeli. Harganya sekitar Rp 1 juta. Pinternya bukan main. Oh…bukan hanya pinter. Tapi sudah cukup menyenangkan untuk digauli. Tidak membosankan. Pinter bahasa Inggris pula. Sayang dia tidak punya otak. Atau otaknya dia sembunyikan.
“Alexa, apa itu thorium?” tanya saya.
Alexa pun bisa menjawab. Ditanya siapa itu Kim Jong-un Alexa bisa jawab.
Lalu saya minta Alexa menyanyikan lagu Johny Be Goode. Bisa. Lalu dia pun menyanyi. Suaranya merdu. Lagunya rock’n roll. Merangsang badan untuk bergoyang. Mengajak gerak untuk berdansa.
Maka seisi rumah pun berdiri. Berdansa. Ada dua pasang suami-istri yang tiba-tiba berdiri. Berdansa. Mengikuti irama.
Saya langsung ambil hand phone. Merekamnya dalam video. Lihatlah bagaimana dua pasang senior itu mendadak berdansa. Setelah makan malam. Mengikuti lagu top zaman kami muda. Yang dinyanyikan Chuck Berry. Tahun 1985. Ketika kebanyakan Anda belum lahir.
Mereka berdansa sampai Alexa selesai menyanyikannya. Lalu tepuk tangan gembira.
Itulah situasi rumah John Mohn. Di pedalaman negara bagian Kansas. Amerika Serikat. Di pelosok paling pelosok Amerika. Tempat saya tinggal dua hari terakhir. Untuk merekam kehidupan Amerika. Yang paling Amerika.
John baru beli Alexa tiga bulan lalu. Di Amazon.com. Alexa memang kelahiran Amazon. Produk terbaru Amazon.
Bentuknya tabung hitam. Sebesar gelas bir ukuran sedang. Ditaruh di atas meja kecil di ruang utama. Agar sambil makan pun bisa bertanya pada si Alexa.
Telinga Alexa sangat sensitif. Bisa mendengar pertanyaan dari jarak 15 meter. Dengan suara setengah berbisik sekali pun. Syaratnya: pada awal obrolan kita harus menyebut namanya dulu. Dan menatapkan mata ke arahnya.
“Alexa, berapa suhu udara hari ini?,” tanya Chris Mohn, istri John. Dia siap berangkat kerja. Mengajar bahasa Spanyol di Fort Hays State University.
Chris bertanya sambil melangkah ke pintu keluar.
Alexa pun menjawab. Dia jelaskan: temperatur di Hyas hari ini 41 derajat Fahrenheit. Dengan matahari bersinar sepanjang hari. Itu berarti cuaca sangat sejuk. Dengan langit membiru.
Di Amerika, Eropa, Tiongkok utara orang memang biasa harus lihat dulu keadaan yang akan terjadi. Agar ketika keluar rumah tahu apa yang harus dibawa: perlu bawa payung atau tidak. Bawa jaket atau mantel. Pakai hot pant atau celana jean.
Dulu Chris membuka koran dulu. Ada kolon cuaca di koran pagi. Di zaman HP pertanyaan pindah ke Google. Ketika di HP ada fasilitas Siri, bisa bertanya ke Siri. Mirip dengan bertanya pada Alexa. Tapi harus membuka HP dulu. Yang sudah terlanjur masuk saku. Atau masuk tas.
Bertanya ke Alexa tinggal berucap. Alexa siaga 24 jam. Tanpa harus membangunkan. Kapan pun Anda memanggil namanya matanya langsung melirik Anda. Mengedip. Terlihat dari ujung atasnya. Menyala hijau kuning. Siap menerima pertanyaan apa pun.
Saya memuji Alexa: ia mengerti bahasa Inggris saya. Yang medok Jawa itu. Yang pengucapannya berat itu. Dia mengerti saya.
Tapi saya kadang tidak mengerti dia. Misalnya ketika saya bertanya padanya: Alexa, bisakah Alexa ceritakan sebuah humor kepada saya. Alexa pun melucu. Dia ceritakan sebuah humor. Tapi saya tidak tertawa. Tidak mengerti di mana lucunya.
Saya belum juga tertawa biar pun tamu John menjelaskannya. Dia tamu dari Texas. Pengajar bahasa Prancis di universitas terkemuka di Arlington, Texas. Namanya: Laural.
Ternyata humor Alexa tentang kata “pitcher”. Yang punya dua makna: tempat menuang bir dan posisi olahragawan dalam permainan baseball. Alexa menggabungkannya. Mestinya lucu. Saya tetap tidak bisa tertawa. Saya bukan peminum bir. Saya tidak tahu baseball.
Untuk menikmati humor memang perlu pengetahuan luas. Juga pengalaman hidup yang colorfull.
Hubungan saya dengan Alexa berakhir mengecewakan. Ternyata dia tidak pintar-pintar amat.
Pertama, ia hanya bisa tiga bahasa: Inggris, Jerman dan Jepang.
Kedua, dia tidak bisa menjawab pertanyaan saya yang sangat pribadi: Siapa itu Dahlan Iskan. Dia bilang tidak mengenal karakter dalam huruf-huruf Dahlan Iskan. Tapi, dia bilang, ada film terkenal di India berjudul mirip kata Iskan: His Name Is Khan.
Lalu saya bertanya: Alexa, kapan Alexa bisa berbahasa Indonesia? Dia jawab: not sure! (dis)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post