SAMARINDA – Program imunisasi measles rubella (MR) yang dilakukan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Samarinda ternyata belum sepenuhnya diikuti masyarakat. Buktinya, sejak program itu disosialisasikan dan dijalankan beberapa bulan lalu, warga yang melakukan imunisasi baru 68 persen dari target semula 90 persen per 31 Oktober ini.
Jika merujuk pada data itu, artinya sampai pekan ketiga Oktober baru ada 139.818 warga Kota Tepian yang mengikuti program imunisasi. Padahal Dinkes setempat menargetkan melakukan imunisasi sebanyak 206.287 jiwa.
Kepala Dinkes Samarinda, Rustam mengatakan, walaupun capaian masih terbilang rendah namun capaian tersebut masih lebih baik jika dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di Kaltim.
“Memang Samarinda bisa dikatakan masih jauh dari target yang ditentukan oleh pusat, tapi paling tidak kita masih mending karena ada daerah lain yang bahkan capaiannya belum mencapai 50 persen,” tutur Rustam, belum lama ini.
Ia menyebut, bahwa rendahnya capaian ini lantaran masih banyak orang tua siswa yang melakukan penolakan, karena vaksin MR belum memiliki sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Meskipun MUI telah menyatakan mubah, namun nyatanya fatwa tersebut masih memperkenankan orang tua siswa memilih apakah ingin memvaksinkan anaknya atau tidak. Padahal, selama ini vaksin-vaksin yang ada pun belum memiliki sertifikat halal.
“Padahal vaksinasi ini diperlukan untuk melakukan pencegahan. Namun, karena kasus rubella bisa dikatakan masih minim, jadi vaksin ini masih dianggap tidak perlu dilakukan,” ungkapnya.
Ia mengatakan, vaksin ini perlu dilakukan karena ada kekhawatiran bahwa MR dapat mewabah. Karena, meski kasusnya masih terbilang kecil, namun hal tersebut tidak mengurangi indikasi bahaya yang dapat ditimbulkan nantinya.
“Anggap saja ada sekian persen anak-anak yang belum divaksin. Jika yang beberapa persen ini menyebabkan MR mewabah, maka vaksinnya akan diulang dan itu memerlukan biaya yang tidak sedikit,” ujarnya.
Untuk itu, ia berkata, pihaknya selalu menyosialisasikan dan melakukan pendekatan ke puskesmas maupun sekolah-sekolah agar orang tua mau memvaksinasi anak-anaknya. Meskipun, persetujuan vaksinasi itu kembali lagi kepada keputusan orang tua atau wali siswa.
“Kami terus melakukan sosialisasi. Yang jelas kalau dari sekolah memang tidak boleh menolak. Karena ini program pemerintah, tapi kalau orang tua siswa tidak mau maka tidak boleh dipaksa,” ucapnya.
Walaupun jumlah penederita rubella masih tergolong kecil, namun di sisi lain, kasus campak sebenarnya sering terjadi. Tercatat untuk tahun 2017 jumlah penderita penyakit campak di Samarinda telah mencapai 59 kasus. Sedangkan untuk tahun 2018 mulai turun sebanyak 28 kasus.
“Untuk itu kita tetap harus waspada. Jangan sampai seperti difteri, sudah mewabah baru semuanya menginginkan vaksinasi,” pungkasnya. (*dev)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post