Nasib miris menimpa sejumlah guru yang mengabdi di pesisir Kota Taman. Jarak tempuh yang jauh menjadi catatan yang bakal tidak pernah mereka lupakan.
BONTANG – Kepala SD 016 Bontang Selatan Eka Wahyuni mengatakan, perjalanan dari rumah menuju tempat mengajar melalui jalur laut. Teknis penyeberangannya dibagi dari dua tempat. Meliputi pelabuhan Tanjung Laut dan Pagung. Sebab, lima guru dari dua lokasi yang berbeda jangkauannya.
Dua guru dari Bontang Lestari dan tiga guru berdomisili di pusat Kota Bontang. “Jadi, untuk Senin, Rabu, serta Jumat minggu pertama dan ketiga melalui Pelabuhan Tanjung Laut. Selasa, Kamis, serta Jumat minggu kedua dan keempat lewat Pelabuhan Pagung,” kata Eka.
Menurut dia, bila hujan sebelum pukul 06.00 Wita, dipastikan tenaga pendidik tidak dapat berangkat menuju sekolah. Pasalnya, kondisi kapal yang ditumpanginya tidak beratap. Bahkan, kapal tidak dilengkapi dengan sarana pelampung.
“Perjalanan berkisar dua jam. Jadi, kami sampai di sekolah sekira 08.00 Wita. Pernah kami waktu di tengah perjalanan hujan, seketika baju basah semua,” ucapnya.
Ia menilai, tenaga pengajar di pulau pesisir itu luar biasa perjuangannya. Bahkan jika saat pulang air laut surut, para pahlawan tanpa tanda jasa tersebut harus jalan hingga alur kapal dapat berhenti.
Mengenai biaya transportasi tidak cukup hanya berpaku pada dana bantuan operasional sekolah (BOS). Totalnya Rp 2,5 juta per bulan. Dijelaskan dia, para guru wajib merogoh kocek untuk tambahan biaya penyeberangan sebesar Rp 200 ribu per minggunya.
“Bukannya kami tidak ikhlas tapi pendapatan kami tidak cukup. Terkuras di transportasi,” tutur perempuan yang bergolongan IV A ini.
Eka meminta ada perbedaan pemberian insentif bagi tenaga pendidik yang mengajar di pulau pesisir. Pada SD 016 Bontang Selatan memiliki 49 siswa. Dengan jumlah guru enam orang. “Satu guru bermukim di Tihi-Tihi. Jadi kalau kami tidak bisa berangkat, dia yang menghandel,” terang dia.
Senada, Kepala SD 015 Bontang Selatan Titik Purwaningsih menyebut, kendala yang dihadapinya menyangkut transportasi. Sebab, jumlah siswa hanya 18 anak, dana BOS terserap di sektor transportasi tenaga pendidik. Meski hanya dua guru bukan berasal dari pulau pesisir. “Kami perlu subsidi dana untuk transportasi,” kata Titik.
Selain itu, kendala lainnya menyangkut sarana listrik dan wifi. Listrik di kawasan Pulau Selangan mengandalkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Jika cuaca mendung, suplai listrik tidak mengalir. Ditambah jaringan wifi tidak berfungsi akibat terkena petir.
Akses lebih mudah dialami tenaga pendidik di SD 014 Bontang Selatan. Pasalnya, guru dapat menempuh melalui jalur darat. Namun, biaya untuk transportasi per harinya membutuhkan 10 liter BBM.
“Kami menggunakan kendaraan roda empat karena harus melewati kawasan PLTU Teluk Kadere,” kata Kepala SD 014 Bontang Selatan Masitah.
Ia mengaku butuh durasi satu jam untuk tiba ke sekolah. Dengan kecepatan 70 kilometer per jam. SD 014 terdiri atas 27 siswa dengan jumlah enam guru. (*/ak/kri/k16/prokal)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post