Asosiasi Daerah Penghasil Migas (ADPM) juga melakukan upaya perjuangan terkait pembagian dana hibah (DBH) migas. Beberapa daerah yang menjadi daerah pengolah termasuk Bontang ikut meluruk ke gedung DPR RI meminta keadilan pembagian secara adil.
Sekretaris Jenderal ADPM Andang Bachtiar mengatakan, asosiasi ini dibentuk oleh gubernur, bupati, wali kota daerah penghasil migas seluruh Indonesia. ADPM mengusulkan enam poin yang ditujukan kepada pimpinan Badan Legislasi DPR RI terkait revisi dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah.
Pertama, mengharapkan perubahan perhitungan dana bagi hasil (DBH) migas ke daerah, yang sebeIumnya dihitung berdasarkan penerimaan negara setelah dikurangi pajak dan faktor pengurang lainnya, dengan imbangan bagi hasil yakni pemerintah pusat 84,5 persen sedangkan daerah 15,5 persen untuk sektor minyak. Sementara gas alam dengan proposional 70 persen untuk pusat dan 30 persen daerah. Berubah menjadi perhitungan dari produksi kotor (gross production) yang di-lifting.
“Begitu juga dengan Perhitungan Gas Alamnya menyesuaikan persentasenya diambil dari produksi kotor gas yang di-lifting,” paparnya saat menghadiri rapat dengar pendapat Badan Legislasi DPR RI di gedung Nusantara I, Kamis (25/1).
Di samping itu, perlunya pembuatan aturan tambahan yang mengatur berapa persentasi dana bagi hasil migas. Hal itu untuk menunjang ketahananan energi di daerah.
Formulasi pembagian untuk daerah non penghasil diusulkan untuk dihilangkan.
Berdasarkan itu, pembagiannya hanya untuk kabupaten/kota penghasil dengan provinsi saja.
“Karena semua risiko dari dampak industri migas hanya berada di daerah penghasil bukan di daerah non penghasil. Serta formulasi dana untuk daerah non penghasil dapat melalui mekanisme dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) seperti yang ada sekarang ini,” ulasnya.
Di sisi lain, pentingnya peninjauan ulang terkait dengan penetapan perhitungan DBH migas daerah yang dihitung berdasar kepala sumur. ADPM menyarankan agar perhitungan pembagian didasarkan kepada cadangan reservoir terproduksi dan unitisasi. “Bukan kepala sumur produksi,” singkatnya.
Tak hanya itu, menurut Andang perhitungan DBH Migas seharusnya dipisahkan dari unsur trilogi dana perimbangan. Sehingga tidak terjadi lagi adanya celah fiskal dalam perhitungan DBH, DAU, dan DAK.
“Serta tidak terjadi lagi penghilangan DAU bagi daerah penghasil migas,” kata Andang.
Terakhir, pemerolehan Dana Risiko Daerah Pengolah (DRDP) Khusus untuk daerah penghasil sekaligus pengolah migas. Di antaranya, Kota Bontang, Kabupaten Langkat, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Sorong, dan Kabupaten Teluk Bintuni. “Nantinya dimasukkan dalam DAK,” ujarnya.
Saat ini ADPM beranggotakan 20 Provinsi dan 69 Kabupaten/Kota penghasil migas. Adapun Visi ADPM yakni terciptanya bagi hasil migas yang transparan, wajar dan berkeadilan.
“Organisasi ini dibentuk dalam rangka memperjuangkan hak-hak daerah terkait pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam minyak dan gas bumi,” pungkas Andang. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: