Oleh: Stevi H. Rumengan S.H (Staf Divisi Hukum Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kota Bontang)
Sebagai salah satu penyelenggara pemilihan umum (Pemilu), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berdasarkan UU 7 Tahun 2017 diberikan mandat dalam melakukan pengawasan agar proses Pemilu berjalan dengan berintegritas, bermartabat, dan tentunya berjalan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Memasuki tahapan Pilkada serentak 2020, sebagai pengawas, Bawaslu menjalankan fungsi pengawasan berupa pencegahan dan penindakan/penanganan terhadap dugaan pelanggaran pemilihan. Kategori pelanggaran pemilihan berdasarkan Perbawaslu 14 Tahun 2017 dibagi menjadi tiga, yakni pelanggaran pemilihan, bukan pelanggaran pemilihan, dan sengketa pemilihan. Pelanggaran pemilihan yang dimaksud meliputi pelanggaran kode etik, administrasi, dan tindak pidana. Sedangkan pelanggaran bukan pemilihan yang dimaksud merupakan dugaan pelanggaran hukum lainnya di luar Undang-undang (UU) nomor 10 tahun 2016, salah satunya terkait dugaan pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN), TNI, dan Polri.
Tulisan ini kemudian akan membahas bagaimana Bawaslu sebagai pengawas pada penyelenggaraan Pilkada 2020, mempunyai kewenangan dalam melakukan pengawasan berupa pencegahan dan penanganan terhadap dugaan pelanggaran netralitas ASN, TNI, dan Polri.
Sebagai WNI, Polri dibatasi hak politiknya dalam memilih dan dipilih. Hal ini sesuai dengan Pasal 28 UU 2/2002, begitu juga TNI, dalam Pasal 39 Ayat 2 UU 34/2004 tentang TNI, menyebutkan bahwa prajurit dilarang terlibat dalam kegiatan politik praktis. Hal tersebut berbeda dengan ASN. ASN tentu saja masih mempunyai hak dalam memilih. Namun demikian, sebagaimana diatur dalam UU 5/2014, ASN dilarang untuk menunjukkan preferensi pilihan politiknya di hadapan publik, serta ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik (Pasal 9 ayat (2) UU 5/2014). Hal tersebut sejalan dengan kewajiban asas netralitas yang melekat pada ASN.
Sehubungan dengan hal tersebut, Bawaslu bersama Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi, Komisi Aparatur Sipil Negara, dan Badan Kepegawaian Negara melakukan penandatangan kesepakatan bersama (MoU) tentang Pengawasan Netralitas ASN, Pelaksanaan Nilai Dasar, Kode Etik, dan Kode Perilaku Aparatur Sipil Negara dalam Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Artinya, salah satu objek pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu yakni mengenai Netralitas ASN.
Pengawasan terhadap Netralitas ASN, TNI, dan Polri pada Pilkada Serentak 2020 didasari pada Surat Edaran Nomor SS-035/K.BAWASLU/PM.00.00/1/2020 yang mengistruksikan kepada jajaran Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan Pilkada Serentak 2020 untuk melakukan pengawasan berupa pencegahan dan penanganan terhadap netralitas ASN, TNI dan Polri. Selanjutnya, mekanisme mengenai pengawasan dan penanganan terhadap netralitas ASN diatur dalam Perbawaslu 6/2018, yang pada dasarnya mengatur dan membatasi bagaimana Bawaslu sebagai pengawas bertugas dalam melakukan pencegahan dan penanganan terhadap dugaan pelanggaran netralitas ASN, TNI, dan Polri.
Disebutkan dalam Pasal 4 Perbawaslu 6/2018, dalam menjaga netralitas ASN, TNI, dan Polri, pengawas melakukan pengawasan terhadap keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta Pemilu selama masa kampanye, serta kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan kepada peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa Kampanye. Kegiatan yang dimaksud meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada pegawai ASN, TNI, dan Polri baik dalam lingkungan unit kerjanya, keluarga, dan masyarakat. Apabila terdapat indikasi pelanggaran netralitas, maka Bawaslu berwenang dalam melakukan penanganan terhadap dugaan pelanggaran tersebut.
Penanganan dugaan pelanggaran netralitas yang dimaksud berasal dari temuan dan laporan. Temuan merupakan hasil pengawasan pengawas pemilihan yang mengandung dugaan pelanggaran, sedangkan laporan merupakan laporan yang disampaikan secara tertulis oleh pelapor tentang dugaan terjadinya pelanggaran pemilihan.
Terhadap temuan dan laporan yang memenuhi syarat formil dan materiil kemudian dibahas dalam rapat pleno anggota Bawaslu dalam melakukan penanganan dugaan pelanggaran. Dibentuknya Tim klarifikasi merupakan mekanisme awal selama proses penanganan. Kemudian selama proses penanganan, tim klarifikasi mengundang, mengklarifikasi, baik penemu/pelapor, terlapor serta saksi. Pengumpulan bukti-bukti terkait pun merupakan salah satu proses penanganan yang dilakukan oleh Bawaslu.
Setelah proses klarifikasi, Bawaslu kemudian menyusun kajian hukum berdasarkan hasil klarifikasi, alat bukti, dan penelusuran terkait. Kemudian memberikan kesimpulan terkait temuan/laporan yang ditangani. Kesimpulan yang dimaksud, dapat dibagi menjadi 3, yakni pelanggaran netralitas ASN yang ditentukan dalam UU Pemilihan, pelanggaran netralitas ASN yang ditentukan di luar UU Pemilihan, dan bukan merupakan pelanggaran netralitas. Apabila disimpulkan bahwa dugaan tersebut merupakan pelanggaran netralitas yang ditentukan dalam UU Pemilihan, maka pelanggaran tersebut merupakan pelanggaran tindak pidana yang kemudian proses penanganan dilakukan oleh Gakkumdu sebagaimana diatur dalam Perbawaslu 14/2017.
Sedangkan apabila disimpulkan bahwa dugaan pelanggaran tersebut bukan merupakan pelanggaran Pemilihan, namun diduga melanggar ketentuan lain berdasarkan UU ASN, Polri, dan TNI, maka berdasarkan Pasal 9 Perbawaslu 6/2018, hasil kajian terhadap dugaan pelanggaran netralitas yang dilakukan oleh Polri dan TNI dituangkan dalam bentuk rekomendasi kemudian diteruskan oleh pengawas kepada TNI atau Polri secara berjenjang, sedangkan dugaan pelanggaran netralitas yang dilakukan oleh ASN, pengawas meneruskan hasil kajian yang dituangkan dalam bentuk rekomendasi kepada Komisi Aparatur Negara selaku lembaga yang mempunyai kewenangan dalam memutuskan adanya pelanggaran netralitas ASN baik dari segi kode etik dan kode perilaku pegawai ASN.
Sehingga perlu digarisbawahi bahwa kewenangan Bawaslu dalam melakukan penanganan terhadap dugaan pelanggaran Netralitas ASN, Polri dan TNI pada Pilkada Serentak Tahun 2020 yakni mengawasi azas netralitas ASN, TNI dan Polri. Apabila diduga terindikasi tidak netral, dan dalam kajian disimpulkan terdapat dugaan pelanggaran netralitas, maka Bawaslu berkewajiban untuk meneruskan hasil kajian tersebut berupa rekomendasi kepada pihak terkait yang berwenang dalam memutuskan dugaan pelanggaran netralitas terhadap ASN, TNI dan Polri. (***)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: