BALIKPAPAN – Terungkapnya praktik aborsi di salah satu hotel melati di Jalan Ahmad Yani, Balikpapan Tengah, akhir pekan lalu lalu menyingkap rentannya moral muda mudi akibat pergaulan bebas di Kota Beriman. Berdasarkan pengakuan tersangka tukang urut, selama dua tahun membuka jasa aborsi, sudah lebih dari 10 perempuan muda yang menggunakan jasanya untuk menggugurkan kandungan.
“Belajar dari internet,” ungkap tersangka tukang urut, Esty Purwanti, Jumat (1/2).
Warga Sepinggan Baru, Balikpapan Selatan itu tak memiliki latar belakang di dunia medis. Namun, dia mengaku selalu berhasil melakukan aborsi. Tak ada tarif yang dipatoknya. Bergantung pada kemampuan pasien. Biasanya tanpa menggunakan jasa urut, dia menetapkan harga Rp 350 – Rp 450 ribu untuk obat saja. Namun bila perlu jasanya, pasien bisa membayar Rp 1,6 juta termasuk obat.
“Enggak pasang tarif tetap. Rp 1,6 juta itu untuk dua pasien terakhir,” ujarnya.
Kebanyakan pasien yang datang berkisar pada usia 17-25 tahun. Yang hamil di luar nikah. Beberapa disebut putus asa lantaran saat mengandung, langsung ditinggal pacarnya. Esty sendiri menggunakan jasa media sosial untuk mempromosikan praktiknya. Kemudian melalui WhatsApp, dia berkomunikasi untuk menentukan lokasi dan di mana aborsi bisa dilakukan.
“Yang terakhir di indekos itu,” katanya.
Sementara itu, pengakuan dari tersangka penjual obat, Sukamto jika sudah setahun terakhir dirinya menerima pesanan obat penggugur janin. Berdalih mengetahui efek obat yang dijualnya, lantaran pernah bekerja sebagai sales farmasi (sebelumnya disebut mantan apoteker). Obat dibelinya dari seorang warga di kawasan Bejebeje, Jalan MT Haryono Dalam, Balikpapan Selatan. “Itu (obatnya) bukan dari apotek. Tapi dari warga biasa,” kata Sukamto.
Setiap kotak obat, berisi 10 keping dibeli seharga Rp 3,2 juta. Setiap keping ada delapan butir obat. Kemudian dijual kembali ke tersangka tukang urut senilai Rp 200 ribu per butirnya. Penjualan dilakukan melalui pesan WhatsApp. “Ambil untung Rp 50 ribu saja per butirnya,” sebutnya.
Jenis obat yang dimaksud mengandung Misoprostol. Dari penelusuran media ini di laman dunia maya, obat ini biasa digunakan untuk memicu kehamilan, melakukan aborsi, mencegah dan menangani ulkus peptikum (kerusakan pada lapisan mukosa, submukosa sampai lapisan otot saluran cerna yang disebabkan oleh aktivitas pepsin dan asam lambung yang berlebihan). Dan juga untuk menangani pendarahan postpartum akibat kontraksi uterus yang buruk.
Untuk keperluan aborsi, obat ini sering digunakan bersama dengan mifepriston atau metotreksat. Efektivitas obat ini untuk aborsi berkisar antara 66-90 persen. Untuk efeknya dikonsumsi lewat mulut, di bawah lidah atau dimasukkan ke vagina. Efek sampingnya yang paling sering muncul adalah diare dan sakit perut.
Terpisah, Kapolres Balikpapan AKBP Wiwin Firta melalui Wakapolres Kompol Andre Anas menjelaskan, pihaknya masih melakukan pengembangan dalam kasus praktik aborsi ini. Dari jumlah pasien yang pernah menggunakan jasa tersangka tukang urut, hingga sumber tersangka penjual obat memperoleh obatnya.
“Kami masih telusuri. Lantaran obat ini tak dijual bebas. Kemungkinan keterlibatan apotek atau perusahaan farmasi yang menjual obat tanpa resep dokter,” tegas Anas.
Diketahui, selain Esty dan Sukamto, Polres Balikpapan juga menetapkan lima orang tersangka lainnya. Yakni tukang urut bernama Winda Yuliandari, dua orang pasien pelaku aborsi, Rahmaniah dan Kanthi Enggal. Lalu Fendy Arya, kekasih Kanthi dan Ayu Merina, kakak kandung Kanthi. Keterlibatan kekasih dan kakak kandung tersangka Kanthi lantaran dalam prosesnya, mereka yang menyarankan untuk melakukan aborsi.
“Para tersangka kami jerat dengan perkara tindak pidana aborsi secara ilegal,” papar Anas.
Bila terbukti, sesuai Pasal 75 Ayat (1) Jo Pasal 194 Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan subs Pasal 80 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 Jo Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan kesatu atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Para tersangka diancam dengan hukuman penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp 3 miliar.
Sebelumnya, Minggu (27/1) sekira pukul 05.06 Wita dilakukan penggerebekan di kamar 216 di salah satu hotel melati di Jalan Ahmad Yani, Balikpapan Tengah oleh tim Unit Reaksi Cepat (URC) Satuan Sabhara Polres Balikpapan. Di kamar tersebut polisi mengamankan tersangka percobaan aborsi, Rahmaniah. Pengembangan dilakukan, hingga pada Rabu (30/1) malam, enam tersangka kembali diamankan.
“Tersangka R (Rahmaniah) gagal melakukan aborsi. Sementara tersangka K (Kanthi) janinnya sudah keluar dan meninggal,” pungkasnya. (*/rdh/rsh/k15/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: