Banderol kayu dari Bumi Etam sebenarnya tak begitu dilirik. Hanya bisa terdongkrak saat dijual ke luar negeri.
SAMARINDA – Operasi senyap petugas Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), di Kukar, Samarinda, dan Kubar, sedikit-sedikit membongkar mafia kayu ilegal di Kaltim. Di tengah geliat bisnis pertambangan yang jadi primadona, aktivitas jual-beli kayu “curian” dari hutan produksi, membuat negara merugi.
Luas hutan di Kaltim sekitar 8 juta hektare. Namun, pengawasannya justru minim.
Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK Sustyo Iriono yang ditemui Kaltim Post (induk Bontangpost.id) sehari sebelumnya mengaku tak bisa menyebut luas hutan yang rusak akibat pembalakan liar. “Tentunya cukup luas, mengingat aktivitas mereka ini bukan hitungan bulan tapi sudah bertahun-tahun,” ungkapnya.
Sustyo menyebut, kerugian negara lebih besar dibandingkan kerugian yang dilihat dari nilai jual kayu. Soal distribusi kayu, lanjut dia, ada kemungkinan disuplai ke perusahaan bergerak di bidang perkayuan di Kota Tepian. “Bisa jadi, kalau ada ya diperiksa juga. Enggak ada urusan,” katanya.
Sustyo mengakui, dirinya tak bisa ujug-ujug mengungkap illegal logging tanpa laporan masyarakat. Namun, penyelidikan panjang harus dilakukan demi membongkar jaringan sebesar penangkapan Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan. Dia juga menyebut, geliat bisnis kayu sudah tak sedigdaya beberapa tahun silam.
“Sekarang area hutan sudah banyak berubah tambang, contohnya Tahura Bukit Soeharto,” ungkapnya.
Saat perusahaan tambang berbondong-bondong mengeruk emas hitam dari perut Bumi Etam, segelintir oknum perorangan atau perusahaan memanfaatkan kelengahan petugas. Terlebih pemahaman petugas yang belum maksimal membuat para pelaku bisnis kayu ilegal dengan mudah menjalankan aktivitas perusakan hutan di Kaltim.
“Yang dari Kalteng atau Kalbar terkadang mengirimnya lewat Balikpapan (Pelabuhan Semayang). Keluar dari Kalimantan, harganya sudah pasti melejit,” ungkapnya.
Jika kayu sudah menyeberang ke Surabaya, lanjut Sustyo, kecil kemungkinan terdeteksi bahwa kayu tersebut dari hasil ilegal. Pasalnya, nota angkutan kayu yang diperiksa di sana seolah-olah sah. “Makanya saya minta di sana (Surabaya) juga diperketat,” tegasnya.
Kayu yang diambil, tidak menutup kemungkinan dari alih fungsi hutan yang kini menjadi perkebunan sawit dan pertambangan. “Nah, kalau itu kan berarti punya IUP, semua dokumen dicek pokoknya,” jelasnya.
Dia berkomitmen memberantas pemodal-pemodal di atas enam calon tersangka dari enam perusahaan yang gudangnya sudah disegel. “Mereka tidak peduli lingkungan, hanya cari keuntungan,” tambahnya.
Terpisah, saat dikonfirmasi kemarin (26/11/2019), Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Kaltim Amrullah menuturkan, industri kayu di Kaltim terbilang mati suri. Harga jual kayu di Kalimantan tak begitu dilirik, dan terbilang rendah. Namun, jika pasarnya merambah ke luar negeri, harga jual bisa terdongkrak. Terlebih lagi yang sudah dalam bentuk olahan.
Saat ini, lanjut Amrullah, pihaknya sedang menyusun tata kelola hutan untuk memenuhi industri dalam daerah. “Kami ingin ada peraturan daerah (perda) agar kebutuhan daerah menjadi prioritas, jangan dikirim semua, selama ini kan selalu dikirim ke luar daerah dan ke pemilik izin HPH,” terangnya.
Mayoritas, kayu hasil hutan Kalimantan selalu dibawa ke Jawa Timur, khususnya Surabaya.
Persoalan kasus illegal logging yang dibeberkan Balai Gakkum LHK Wilayah II Kalimantan, Amrullah menerangkan, dokumen perizinan yang dikantongi para pelaku selama ini tidak sah.
“Kalau dari kami enggak ada keluarkan izin, itu pemerintah pusat ranahnya,” jelas pria berkacamata tersebut.
Amrullah mengatakan, dokumen pengangkutan dari pemilik izin lahan juga merupakan dokumen palsu. “Itu ilegal,” tegasnya.
Saat disinggung industri kayu yang masih jadi primadona, Amrullah menuturkan, tak membayar pajak untuk negara, menjadi pemasukan lebih untuk para pelaku. “Kan enggak ada pendapatan ke negara, kalau ada pajak pasti pemasukannya berkurang,” lanjutnya.
Melihat illegal logging yang terjadi di Kutai Barat, mantan kadis Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim itu melihat, produksi kayu di sana yang masih sangat tinggi, dan berkualitas baik.
Dishut Kaltim juga pernah menindak kasus illegal logging, namun untuk penindakan hukumnya diproses Balai Gakkum LHK. Kepala Seksi Wilayah II KLHK Kalimantan Annur Rahim menuturkan, tujuan pengiriman kayu-kayu itu selalu ke Surabaya. Semuanya pengiriman melalui jalur laut. Namun, ada permainan yang dilakukan oknum bisnis kayu ilegal, yakni dokumen yang tidak sah.
“Kami belum bisa memastikan apakah ada permainan saat muat ke kapal,” ucapnya. Namun, dia komitmen terus menindak. Annur belum bisa memastikan pemeriksaan terhadap enam pimpinan perusahaan yang sudah disegel itu. Pihaknya harus menggelarkan perkara tersebut untuk memastikan siapa saja dan bagaimana modus yang dilakukan.
Diberitakan sebelumnya, usaha kayu ilegal berkualitas premium di Kaltim berhasil dibongkar. Sekitar 1.300 kubik kayu disita Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) Wilayah II. Pengungkapan ini berawal dari penyelidikan selama sepekan terakhir oleh Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Enggang.
Kayu yang disita berasal dari enam gudang. Tersebar di wilayah Kutai Kartanegara dan Samarinda. Sebelum disimpan di gudang, kayu tersebut dicuri dari hutan produksi di Kutai Barat (Kubar).
“Kayu-kayu yang disita kualitas premium, di Surabaya harga per kubik dua kali lipat. Bisa sampai Rp 20 juta per kubiknya,” kata Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK Sustyo Iriono dalam keterangan persnya, Senin (25/11).
Enam perusahaan yang diduga terlibat adalah UD HK, UD FQ, UD MM, UD BM, CV SER di Samarinda dan Kutai Kartanegara. Serta CV AK di Kutai Barat. Jenis kayu yang disita petugas adalah kayu olahan ulin dan meranti. Lanjut dia, identitas keenam perusahaan sengaja disamarkan lantaran masih dalam penyelidikan. “Belum ada tersangka, kami gelar perkara dulu kasusnya,” sambung Sustyo.
Tujuh truk, lengkap dengan muatan kayu turut disita sebagai barang bukti. Termasuk gudang penyimpanan ikut disegel. “Enam direktur perusahaan itu bisa jadi tersangka,” katanya. Dia menjelaskan, perusahaan-perusahaan tersebut menerima, menampung, mengolah, dan memperjualbelikan kayu ilegal tanpa dokumen sah.
Kayu ilegal tersebut diperkirakan bernilai sekitar Rp 6 miliar jika diasumsikan menggunakan harga pasar. “Itu belum diakumulasikan dengan kerugian negara yang diakibatkan atas rusaknya hutan dan illegal logging,” katanya. Menurut dia, dari analisis dan operasi intelijen Gakkum KLHK, dokumen peredaran kayu bulat atau dokumen kayu olahan berawal dari aktivitas illegal logging.
Perusahaan-perusahaan tersebut diduga melakukan pelanggaran tindak pidana kehutanan. Mengedarkan kayu menggunakan dokumen angkutan kayu tak sah. “Rata-rata kerjanya malam, mudah mengelabui petugas. Dimulai masing-masing dari Kubar atau Kukar, kemudian ke Samarinda lalu menuju Balikpapan untuk dibawa menggunakan kapal laut menuju Surabaya,” urainya. (*/dad/dra/dwi/k15/prokal)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: