SAMARINDA-Gubernur Kaltim Isran Noor akan mengeluarkan surat keputusan (SK) upah minimum provinsi (UMP) pada 1 November 2018. Namun demikian, rekomendasi Dewan Pengupahan yang dijadikan dasar keputusan gubernur itu dinilai belum mewakili aspirasi buruh.
Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 1992 Kaltim, Sultan menegaskan, rekomendasi UMP yang disampaikan Dewan Pengupahan pada gubernur tidak sah. Pasalnya, usulan tersebut belum diverifikasi serikat pekerja.
“Karena itu, kami menilai UMP yang akan ditetapkan pada 1 November itu tidak dapat diterima. Kami meminta gubernur memerhatikan masalah ini. Ini menyangkut aspirasi buruh yang merasakan dampak dari penetapan UMP itu,” tuturnya, Selasa (30/10) kemarin.
Efek dari rekomendasi tanpa persetujuan serikat buruh tersebut menghasilkan UMP yang belum layak untuk menopang kehidupan pekerja. Sebab UMP senilai Rp 2,8 juta tidak sesuai ekspektasi serikat pekerja.
“Kami melihat, UMP yang disamakan pada seluruh perusahaan itu tidak dibenarkan. Besaran UMP tidak boleh disamakan seperti ini. Kalau begini, sama saja menyamaratakan kemampuan semua perusahaan,” ucapnya di sela-sela orasi.
Idealnya, UMP dibedakan di setiap sektor. Khusus untuk usaha kecil dan menengah (UKM), upah buruh dapat ditetapkan senilai Rp 3 juta. Sementara upah di sektor perkebunan mesti ditetapkan senilai Rp 3,5 juta.
Kemudian di sektor pertambangan batu bara, Gubernur Kaltim Isran Noor diminta menetapkan UMP senilai Rp 4 juta. “Sedangkan di sektor minyak dan gas, kami meminta UMP ditetapkan Rp 4,5 juta. Ini baru mendekati kebutuhan hidup layak buruh lajang,” imbuhnya.
Dia menegaskan, kehidupan buruh di Kaltim masih jauh dari tingkat kelayakan. Hal itu terjadi jika dibandingkan dengan harga barang kebutuhan pokok. Belum ditambah biaya pendidikan anak, operasional pribadi, hingga kebutuhan rumah tangga.
“Jadi upah Rp 2,8 juta itu belum cukup untuk memenuhi kebutuhan buruh yang masih bujang. Harusnya Dewan Pengupahan dan Disnakertrans (Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi) memikirkan dan mempertimbangkan itu,” sarannya.
Karenanya, ke depan diperlukan Komite Ketenagakerjaan di luar Dewan Pengupahan untuk menjaring aspirasi buruh. Selain itu, komite tersebut dibentuk untuk mengevaluasi, meneliti, dan memastikan kesejahteraan buruh.
“Bisa dibuat berdasarkan SK gubernur. Pengurusnya melibatkan serikat buruh. Komite ini juga diharapkan mengawasi kinerja Disnakertrans. Karena kami melihat, selama lima tahun ini, kinerja Kepala Disnakertrans paling buruk sepanjang sejarah,” katanya.
Terakhir, DPD SBSI 1992 Kaltim meminta kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) serta dugaan kesewenang-wenangan sejumlah pengusaha yang telah terjadi sejak 2015 dapat diselesaikan Gubernur Kaltim.
“Ada ratusan kasus tenaga kerja yang kami temukan. Sampai sekarang belum ditindaklanjuti oleh Disnakertrans. Kami meminta gubernur turun tangan. Jangan sampai kasus ini terus berlarut,” imbuhnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: