bontangpost.id – Dorong peningkatan kapasitas Usaha Mikro Kecil (UMK) di Kota Bontang, PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim/PKT) bekerja sama dengan Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI) dan LKP Pandega dari Sukoharjo Jawa Tengah, menggelar Business Assessment and Coaching bagi UMK binaan PKT untuk pendirian Rumah Produksi Bersama (Factory Sharing). Kegiatan berlangsung di LKP BBEC Bontang selama lima hari, mulai 13-17 Februari 2022.
SVP Umum PKT Ardi Harto Mulyo, mengatakan fokus kegiatan ini berupa pembekalan kompetensi bagi UMK binaan terkait food safety compliance dan perizinan industri pangan untuk realisasi factory sharing, sebagai wujud kesinambungan komitmen PKT dalam membina usaha mikro kecil di Kota Bontang, khususnya di sektor pengelola hasil pertanian dan perikanan.
Kegiatan diikuti 22 UMK binaan PKT yang bergerak di bidang dry food, frozen food, herbal dan essential oil, yang ke depan diharap mampu menjalankan factory sharing untuk meningkatkan kapasitas maupun kualitas produk yang dihasilkan dengan berbagai inovasi. Hal ini melihat besarnya potensi pengolahan hasil pertanian dan perikanan, sehingga perlu kesinambungan upaya bagi UMK binaan agar mampu memaksimalkan usaha baik dalam skala makro maupun mikro.
“Dari asesmen dan pendampingan ini, diharap terbentuk supply chain dan logistik manajemen serta penyusunan sistem pengendalian mutu terpadu hingga proses kontrol kualitas, sehingga UMK binaan PKT mampu meningkatkan volume penjualan baik di pasar domestik maupun global melalui ekspor produk UMKM,” terang Ardi.
Konsep factory sharing juga disiapkan sebagai rumah produksi bersama bagi seluruh mitra binaan PKT dalam melakukan inovasi produk berkualitas, sehingga ke depan dapat melahirkan berbagai produk unggulan baru yang berorientasi ekspor. Selain itu, pendirian rumah produksi bersama ini juga diharap lebih memaksimalkan potensi usaha untuk menjadi unggulan nasional, dengan meningkatkan kualitas maupun kuantitas produk secara konsisten guna menembus pasar ataupun supply chain ekspor.
“Dari program ini kami harap dapat terbentuk kompetensi penyusunan business plan oleh UMK binaan, sebagai scalling up usaha dengan konsep rumah produksi bersama,” tambah Ardi.
Mewakili Pemkot Bontang, Kepala Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan (Diskop-UKMP) Bontang Kamilan, mengapresiasi langkah PKT yang terus mendorong usaha mikro kecil dan menengah lebih berdaya saing, dengan meningkatkan kualitas maupun kuantitas produk yang sesuai standar.
Hal ini sejalan dengan langkah Pemkot Bontang bagi pelaku UMKM untuk naik kelas dari sektor yang dijalankan, dilihat dari perkembangan usaha dan tingkat kesejahteraan pelaku usaha.
“Pemkot Bontang menargetkan pengembangan UMKM sebesar 11,6 persen untuk 3 tahun ke depan, dilihat dari peningkatan perekonomian berdasarkan kapasitas dan kualitas dari usaha yang dijalankan. Contohnya usaha mikro mampu berkembang menjadi usaha kecil, usaha kecil ke menengah dan begitu seterusnya,” ujar Kamilan.
Dirinya pun mengimbau UMK binaan PKT dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk menambah pengetahuan baru dalam mendorong potensi usaha, yang ke depannya bisa terimplementasi secara optimal sehingga mampu menyasar pangsa pasar lebih luas dengan kualitas dan tingkat produksi yang semakin baik.
Begitu juga dengan Pemkot Bontang, akan terus mendorong pelaku usaha melakukan scalling up agar kemajuan UMKM lokal semakin bertumbuh, yang dibarengi dengan tingkat kesejahteraan masyarakat di berbagai sektor.
“Ke depan kita tidak hanya berbicara tentang menciptakan pelaku UMKM baru, tapi bagaimana UMKM yang kini ada bisa terus dibina dan tumbuh dengan baik, sehingga sasaran pembinaan berdampak signifikan terhadap peningkatan perekonomian dan kesejahteraan,” pungkas Kamilan.
Pembicara dari LKP Pandega Bambang Arif Nugraha, mengungkapkan kompetensi food safety compliance dan perizinan industri pangan merupakan proses yang wajib dilalui untuk memahami konsep factory sharing, sebagai rumah bersama bagi UMK champion melakukan scalling up untuk melahirkan produk domestik unggulan maupun yang berorientasi ekspor. Termasuk di dalamnya peningkatan nilai tambah dari produk olahan berbahan baku hasil samping industri, seperti cangkang dan lemi rajungan hingga bonggol pisang sebagai wujud zero waste principle.
“Prioritas pemilihan peserta factory sharing yakni UMK yang mampu mengolah hasil samping industri menjadi produk unggulan yang berorientasi ekspor, seperti khitin (khitosan), terasi bubuk rajungan, kerupuk bongsang, botok lemi rajungan hingga ketela reject,” kata Bambang.(*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post