Kasus anak-anak yang menderita gagal ginjal akut harus jadi perhatian serius. Orangtua diminta waspada. Salah satu gejala awal penyakit misterius ini adalah intensitas buang air kencing berkurang.
bontangpost.id – Sejak Januari hingga kemarin (18/10), sudah 20 provinsi yang melaporkan ada kasus gangguan ginjal akut misterius. Sejauh ini, sebagian besar penderitanya adalah balita. DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur (lihat grafis) merupakan provinsi dengan jumlah kasus terbanyak. Adapun Kalimantan Timur, hingga saat ini masih belum ditemukan satu pun kasus.
“Di Kaltim belum ada GGA (gagal ginjal akut) pada anak, belum ada dilaporkan,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kaltim dr Jaya Mualimin kemarin. Walau demikian, kewaspadaan perlu ditingkatkan, khususnya bagi orangtua yang memiliki balita. Sebab munculnya gagal ginjal akut masih diinvestigasi. Dia berpesan agar konsumsi obat mesti diperhatikan lebih ketat sampai menunggu hasil investigasi keluar. Sementara itu, soal rekomendasi tak mengonsumsi sirup paracetamol karena berkaca kasus di Gambia, Afrika, ketika puluhan anak tewas karena kandungan dalam sirup paracetamol, Jaya pun merujuk edaran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.
Dalam edaran itu, tertulis sirup obat untuk anak yang terkontaminasi dietilen glikol dan etilen glikol di Gambia, diproduksi dari India. BPOM terus memantau perkembangan kasus substandard (contaminated) paediatric medicines mengenai produk sirup obat untuk anak terkontaminasi/substandard yang teridentifikasi di Gambia, Afrika. Serta melakukan update informasi terkait penggunaan produk sirup obat untuk anak melalui komunikasi dengan World Health Organization (WHO) dan Badan Otoritas Obat negara lain.
Diwawancarai terpisah, Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Kaltim Nasruddin memaparkan, sejauh ini pihaknya masih menunggu hasil penelitian pihak terkait soal kasus gangguan ginjal misterius ini. Menurutnya, kandungan obat pada dasarnya terdiri dari dua komponen, yaitu bahan aktif dan bahan tambahan. Misalnya pada sirup paracetamol, maka ada obat paracetamolnya dan bahan pembuat sirupnya. Bahan tambahan ini macam-macam, ada air, gula, pelarut, dan sebagainya.
Saat ini, yang diketahui risiko efek samping dalam jangka waktu lama dan besar, adalah kerusakan hati atau lever. Bukan ginjal. Dari berbagai kasus yang ada di media, Nasruddin mengatakan, ada kecurigaan penyebabnya bukanlah dari paracetamol. Melainkan ada potensi bahan tambahan ini tercemar bahan tambahan lain yang menyebabkan gagal ginjal akut. Ditengarai, kalau bahan tambahan itu adalah untuk menambah kekentalan yang bernama dietilen/etilen glikol.
Dalam standar produksi, sebut dia, ada tambahan yang diperbolehkan. Tetapi jika lebih, bisa ada risiko ke kerusakan ginjal. Masalahnya, apakah produk yang ada di Gambia yang berasal dari India itu sama dengan yang di Indonesia atau tidak, hal ini jadi kewenangan BPOM. “Informasi yang saya dengar, produknya berbeda dengan yang di sini. Kemungkinan yang di sini, tidak ada cemaran. Tetapi, ini kan masih dalam tahap penelusuran dan investigasi. Kalau BPOM menemukan ternyata produk sirup mengandung cemaran tinggi, mereka tentu akan membuat edaran untuk menarik obat dari pasaran,” jelasnya.
Sekali lagi, Nasruddin menegaskan saat ini masih dalam tahap investigasi. Jadi, pihaknya tak bisa berkomentar lebih lanjut. Namun yang jelas, bentuk-bentuk kewaspadaan dini, bisa dilakukan. Misalnya, jika tak minum sirup paracetamol dulu, maka bisa dialihkan ke pil atau puyer. “Jadi, menunggu hasil yang pasti dulu. Ini memang masih diskusi oleh pakar-pakarnya,” ungkapnya.
Dari Jakarta, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengeluarkan data terbarunya terkait jumlah anak yang mengalami gangguan ginjal akut misterius. Ada 192 anak yang terdeteksi mengalami penyakit yang belum diketahui penyebabnya. Sayangnya tidak semua rumah sakit bisa melakukan cuci darah untuk anak-anak. Ketua Umum IDAI dr Piprim Basarah SpA menjelaskan, IDAI belum bisa memastikan penyebab penyakit tersebut. Piprim menceritakan ada satu ibu di Jogjakarta yang menceritakan anak terakhirnya terkena penyakit misterius ini. Kasus ini bermula ketika tiga kakak si bayi tujuh bulan itu mengalami batuk pilek.
”Adiknya tertular. Tidak diobati dengan parasetamol, tapi terkena gangguan ginjal misterius lalu meninggal,” ujarnya. Sebelumnya ada indikasi bahwa penyebab gangguan ginjal akut itu karena obat batuk. Seperti kasus di negara Gambia. Namun jika merujuk kasus di Jogjakarta, maka alasan tersebut bisa ditampik. ”Makanya kami belum konklusif,” tegas Piprim. Ada lagi dugaan disebabkan oleh sindrom inflamasi multisitem (MISC). Ini yang menjadi penyebab dugaan ada kaitan dengan Covid-19. Kenyataannya, ada pasien yang sudah diberikan terapi untuk MISC. Nyatanya juga tidak kunjung membaik.
“Karena beberapa daerah laporannya berbeda. Ini masih misteri,” bebernya.
IDAI memilih berhati-hati. Belajar dari Gambia yang sudah menyatakan bahwa gangguan ginjal akut misterius ini karena kandungan yang ada dalam obat parasetamol sirup, maka IDAI tidak lagi merekomendasikan penggunaan obat tersebut untuk beberapa waktu ke depan. Piprim menegaskan imbauan ini bukan berarti merujuk kesimpulan penyakit misterius ini disebabkan oleh kandungan dalam obat-obatan tertentu.
Selanjutnya, Piprim mengungkapkan pihaknya tidak bisa memberikan data secara real time. Data yang dilaporkan berasal dari anggota IDAI di setiap wilayah. Sehingga jumlah pasti pasien yang mengalami gangguan ginjal akut misterius ini juga masih misterius. Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI dr Eka Laksmi Hidayati SpA mengajak agar orangtua sadar secara dini jika ada perubahan pada buah hati. Jika ada penurunan urinisasi dalam enam jam, sebaiknya segera dibawa ke rumah sakit. Sehingga dokter bisa mendiagnosis apakah ada penurunan fungsi ginjal.
Jika hasil pemeriksaan menunjukkan ginjal si kecil terganggu hingga stadium tiga, artinya sampah dalam ginjalnya tidak bisa dibuang. Sehingga dokter harus memberikan terapi cuci darah. Sayangnya, tidak semua rumah sakit bisa mengerjakan cuci darah untuk anak. “Kalau memang kondisi masih dini, semoga respon pengobatan jadi lebih baik,” ujarnya. Kasus gangguan ginjal akut atipikal atau gangguan ginjal akut misterius pada anak dilaporkan terus meningkat. Pemerintah didesak untuk melakukan penyelidikan maksimal guna diketahui penyebabnya dan bagaimana penanggulangannya.
Sementara itu, Kepala Seksi Surveilans, Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Ngabila Salama mengatakan, sejak Januari hingga 18 Oktober 2022, ada 49 kasus gagal ginjal misterius yang ditemukan di DKI Jakarta. Dari jumlah tersebut, 36 kasus merupakan balita dan sisanya, 13 nonbalita. Di mana, 67 persen merupakan laki-laki dan 33 persen perempuan. ”Status akhir, 25 meninggal, 12 dalam perawatan dan 12 sembuh,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, berdasarkan lokasi domisili, sebetulnya sebagian besar berasal dari luar DKI Jakarta. Tercatat, 27 anak ini berasal dari Banten 8 kasus, Jawa Barat 14 kasus, dan 5 kasus luar Jabodetabek. Sementara dari Jakarta hanya 22 kasus. Lalu, untuk sebarannya, kasus mulai terpantau sejak Januari. Terdapat dua kasus. Hingga Juli, belum ada kenaikan signifikan. Kasus terdeteksi sekitar 7 kasus dalam kurun waktu enam bulan tersebut. Kemudian meningkat tajam sejak Agustus. Ada 10 kasus yang dilaporkan. Kondisi September pun tak jauh beda, tercatat 19 kasus gagal ginjal akut misterius terjadi pada anak. ”Oktober ini ada tujuh kasus,” katanya.
Menurutnya, gangguan ginjal akut misterius ini masih terus diinvestigasi lebih lanjut. Saat ini, Kemenkes sebagai leader investigasi penyebab pasti kenaikan kasus gagal ginjal akut pada anak masih terus bekerja. ”Kita tunggu dan pantau bersama info dari Kemenkes,” tuturnya. Kendati demikian, ia meminta, agar para orangtua tetap mewaspadai gejala awal penyakit misterius ini. Salah satunya, intensitas buang air kencing berkurang. Menurutnya, orangtua harus tahu frekuensi pipis buah hatinya.
”Kalau biasa pakai pampers, itu bisa dilihat juga dari urine yang lebih sedikit dan lebih pekat. Atau bahkan tidak kencing sama sekali,” paparnya. Selain itu, gejala lainnya yang dapat diwaspadai adalah demam, diare, hingga muntah-muntah. Orangtua diminta segera membawa anaknya ke fasilitas kesehatan jika menemukan gejala-gejala tersebut pada buah hatinya. Dia mengatakan, puskesmas di Jakarta sudah melayani pemeriksaan gangguan ginjal akut secara gratis. (lum/mia/lyn/jpg/riz/k16)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: