SAMARINDA- Keinginan pengusaha kelapa sawit di Kaltim untuk menghadirkan pengolahan biodiesel di Bumi Etam mendapat lampu hijau dari pemerintah. Gubernur Kaltim Isran Noor menilai, Kaltim memiliki potensi luar biasa untuk menghadirkan sektor hilirisasi. Meski perannya terhadap ekonomi Bumi Etam baru 0,51 persen, crude palm oil (CPO) diyakini bisa mencerahkan masa depan Kaltim.
Isran Noor membeberkan, saat ini produksi CPO Kaltim mencapai 4 juta ton per tahun. Namun, seluruh minyak kelapa sawit itu hanya diekspor atau diolah di luar Kaltim. Sehingga daerah hanya mendapat untung yang sangat kecil.
“Saya akui, minyak turunan dari kelapa sawit bukan komoditi yang tidak memiliki risiko. Risikonya juga cukup besar, karena Eropa memberikan kampanye negatif terhadap penggunaan CPO,” ungkapnya kepada Kaltim Post, Rabu (27/2).
Diketahui, pada November 2018 lalu, Uni Eropa mengeluarkan kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) yang dipastikan memberi dampak signifikan bagi industri kelapa sawit Indonesia. Pasalnya dalam RED II, Uni Eropa menetapkan kelapa sawit sebagai tanaman berisiko tinggi (high risk) terhadap deforestasi. Dan Uni Eropa akan membatasi serta secara bertahap bakal menghapuskan penggunaan minyak kelapa sawit atau CPO untuk biodiesel di Uni Eropa.
Isran menambahkan, jika Eropa menutup keran impor kelapa sawit dari Indonesia, Kaltim memiliki pilihan untuk mengekspor CPO ke berbagai negara di Asia seperti Tiongkok dan India. “Untuk ekspor, kita masih bisa terus berkembang karena banyak negara di Asia pemakai minyak nabati. Saat ini 30 persen masih ekspor ke Eropa, ini masih bisa kita tarik ke Asia,” tuturnya.
Namun, Bumi Etam tidak bisa terus-menerus mengekspor mentah. Perlu industri hilir agar sektor ini menjadi masa depan. Pada 2025, ditargetkan produksi CPO Kaltim di atas 5,5 juta ton per tahun. Produk perkebunan dan pertanian tidak akan surut dari permintaan masyarakat. “Untuk meningkatkan nilai jual, jangan terus membangun pabrik di Jawa karena Kaltim juga bisa menjadi daerah hilirisasi,” katanya.
Dia mengatakan, Kaltim potensial membangun pabrik-pabrik hilirisasi. Biodiesel menjadi salah satu yang paling potensial, karena kebutuhan energi akan semakin banyak. Kawasan Ekonomi Khusus Maloy Batuta Trans Kalimantan (KEK-MBTK) bisa menjadi tempat pembangunan pabrik biodiesel. “KEK-MBTK potensial karena dekat dengan bahan baku. Karena banyak sekali produk kelapa sawit di sana,” ujarnya.
Namun, tambahnya, pembangunan pabrik biodiesel tidak hanya di KEK-MBTK, tapi bisa di tempat lain. Bergantung investornya ingin membangun di mana. “Apapun hilirisasinya kelak, yang terpenting ada pihak swasta yang ingin mengembangkan. Karena kami dari pemerintah hanya bisa merencanakan dan memberikan fasilitas. Tapi pengembangannya tetap membutuhkan pihak swasta. Karena yang tahu potensi perkembangan hilirisasi tetap pelaku usaha,” pungkasnya. (*/ctr/ndu2/k15/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: