Tantangan zaman di era abad ke-21 mengalami perubahan yang serba cepat, terutama di bidang teknologi dan informasi. Indonesia yang akan dihadapkan dengan bonus demografi tahun 2020 membuat pemerintah gencar dengan program Revolusi Mental di masa pemerintahan Joko Widodo. Indonesia yang akan dipenuhi dengan jumlah manusia dengan usia produktif, harus dipersiapkan agar menghasilkan generasi yang berkualitas yang berpotensi membangun bangsa.
Etika Octaviani, Student Journalism SMAN 1 Bontang
GENERASI milenial yang cenderung lebih suka menjadi penonton atau birdcage, harus bisa menghadapi perubahan zaman yang begitu cepat. Karakter dan integritas moral harus dijunjung tinggi agar menghasilkan generasi yang bermoral. Tentu, ini menjadi tugas bersama untuk mencetak generasi berintegritas terutama dikalangan pengajar. Bukan hanya mengajar tetapi juga mendidik.
Nilai afektif sepatutnya dimulai sejak masih duduk di bangku sekolah. Dibutuhkan pendidik yang berintegritas agar dapat memberi panutan bagi peserta didik sehingga tercipta generasi yang memiliki sikap dan budi pekerti luhur. Salah satunya, guru kimia SMAN 1 Bontang, Halmia Wahyuni yang mengaku menekankan nilai integritas, terutama nilai kejujuran dalam proses pembelajarannya.
Ia mengaku, pembentukan karakter murid harus disiapkan sejak di bangku sekolah agar saat mereka menjadi pemimpin atau bekerja di perusahaan, mereka menjadi manusia yang amanah dan bertanggung jawab atas tugas yang diberikan. Nilai spiritual yang ditanamkan oleh Mia –sapaan akrabnya– adalah nilai terpenting dan utama. “Karena jika manusia hidup tanpa nilai spiritual, maka akan tidak bermakna dan ruhnya akan kosong moral,” ujarnya.
Alumni SMAN 1 Bontang ini juga mengganggap, generasi saat ini harus siap oleh berbagai tantangan zaman agar tidak tergerus dengan hal yang menyimpang dari agama. Nilai kejujuran dan kedisiplinan yang sangat ditekankan oleh Mia, bisa dilihat melalui ketepatan waktu mengumpulkan tugas dan mengerjakan soal ulangan.
“Nilai spiritual itu sangat penting terutama kejujuran dan kedisiplinan. Jika mereka tidak disiplin, misal dalam hal berseragam maka akan ada pengurangan poin, dan jujur yang dibiasakan akan menjadi sebuah kebiasaan yang akan membawa kemudahan dalam melakukan hal lain,” cetus Mia.
Hal ini dilakukan agar siswa terbiasa dengan sikap dan moral yang baik saat terjun dalam masyarakat atau suatu saat nanti menjadi pemimpin perusahaan. Ia mengatakan tidak mungkin menyiapkan murid dengan moral yang tidak baik. “Bangsa ini mau dibawa ke mana,” katanya singkat.
Guru bukan hanya sebagai pengajar tetapi pembuka jalan integritas generasi muda. Gurulah yang mengarahkan dan mendidik bagaimana menyelesaikan masalah saat mendapat tugas di sekolah. Mia yang juga pembina rohis, juga selalu menekankan nilai agama yang menjadi tonggak dalam menjalankan kehidupan.
Sesuai dengan sila pertama Pancasila Ketuhanan yang Maha Esa, bagaimana cara umat manusia dapat menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Kalau sila tersebut sudah dipegang, kata Mia, tidak akan ada tawuran pelajar, bullying, dan saling membunuh yang dapat memecah persatuan dan kesatuan bangsa.
Itu juga sesuai dengan program Nawacita poin ke-8 tentang revolusi karakter bangsa yang digencarkan di era presiden ke-7, yaitu menggalakkan pembangunan karakter untuk mempertegas kepribadian dan jadi diri bangsa sesuai dengan amanat Trisakti Soekarno.
Untuk mencapai tujuan tersebut, menurut Jokowi, sistem pendidikan harus diarahkan untuk membantu membangun identitas bangsa Indonesia yang berbudaya dan beradab, yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral agama yang hidup Indonesia. “Dalam undang-undang juga ada kan, bagaimana cara menyampaikan aspirasi yang baik dan bertanggungjawab berdasar pada sila ke-4,” pungkas Mia. (*/zul)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: