BONTANG – Habitat orang utan yang saat ini semakin kritis akibat makin banyaknya hutan dijarah, membuat beberapa aktivis lingkungan khawatir.
Salah satunya Centre for Orangutan Protection (COP). Mereka melakukan ekspedisi keliling hutan Kalimantan Timur dan Kaltara, guna mempelajari jelajah orang utan.
Berangkat dari Malang, Jawa Timur Jumat (5/10) lalu, dua adventure COP bernama Septian dan Ibnu, tiba di Kota Taman pada Rabu sore (10/10) lalu.
Sebelum menjelajah hutan Bontang-Kutai Timur, dan Berau, Septian dan Ibnu sengaja menyempatkan diri melakukan school visit ke salah satu SMP swasta di Bontang, Kamis (11/10) lalu. “Kami ingin membuka pengetahuan para siswa siswi tentang orang utan,” jelas Septian.
School visit dilakukan dua sesi, yakni sesi untuk siswa kelas VII dan sesi kedua untuk kelas VIII. Sebelum menceritakan seluk beluk kehidupan orang utan, Septian mempersilahkan siswa-siswi yang berkumpul untuk melihat video singkat dari COP.
Di dalam video tersebut, menceritakan kehidupan sehari-harinya orang utan dan hutan adalah habitat tempat tinggal orang utan. Namun sayangnya, hutan di Kalimantan dan Sumatera, yang menjadi tempat individu primata bersala ini semakin langka, dan populasi orang utan pun tergusur dan makin punah.
Padahal lanjut Septian, lahan luas hutan tropis Indonesia menempati urutan ketiga dari Brazil dan Kango dan keanekaragaman hayati Indonesia menempati urutan kedua setelah Brazil. “Kita memang sangat kaya, luas hutan tropis kita mencapai 97 juta hektar,” ujarnya.
Menurut Septian, keberadaan orang utan membantu regenerasi hutan. Sebab, setiap hari orang utan menjelajah hutan mencapai 20 kilometer. Dan sepanjang itu, orang utan membuang kotoran biji buah, yang nantinya akan menjadi tumbuhan atau hutan baru. Selain itu, orang utan pun pola hidupnya bisa mengembangbiakkan tanaman dengan cara membuka jendela kanopi hutan, dengan cara membuat sarang rumah di atas pohon. “Dengan membuat rumah/sarang di atas pohon, maka sinar matahari akan masuk ke dalam hutan,” ujar Septian di hadapan siswa-siswi, Kamis (11/10) lalu.
Septian juga menjelaskan, saat ini sedang marak penjualan bayi orang utan yang mana sampai dihargai ratusan juta di luar negeri, karena sangat langka. “Orang utan yang dipelihara di dalam rumah atau yang menjadi ajang sirkus, menghilangkan karakteristik individu tersebut, dan untuk mengembalikan karakteristik alami itu sangat sulit dan lama,” pungkasnya. (mga)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: