bontangpost.id – Hingga hari ini, pengumuman harga baru bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi masih belum jelas. Berapa besaran kenaikan harganya pun masih menjadi tanda tanya. Di tengah isu kenaikan harga BBM bersubsidi yang tak kunjung terjawab, PT Pertamina mengambil kebijakan menurunkan harga BBM nonsubsidi.
Penurunan harga BBM nonsubsidi itu terhitung mulai Kamis (1/9) pukul 00.00. Adapun penurunan harga itu berlaku untuk produk Pertamax Turbo (RON 98), Dexlite (CN 51), dan Pertamina Dex (CN 53).
‘’Harga jenis BBM umum (JBU) bersifat fluktuatif mengikuti perkembangan tren minyak dunia, di antaranya acuan harga rata-rata produk minyak olahan Mean of Platts Singapore (MOPS/argus),’’ jelas Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting kepada Jawa Pos (grup bontangpost.id).
Irto melanjutkan, penyesuaian harga itu juga merupakan implementasi dari Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum.
Dia menyebut, penyesuaian harga BBM Pertamax Turbo dan Dex Series merupakan komitmen Pertamina untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. ‘’Sekaligus, sebagai upaya kami mendorong masyarakat untuk dapat menggunakan produk-produk BBM Pertamina yang berkualitas dengan nilai angka oktan dan cetane yang tinggi, serta lebih ramah lingkungan,’’ ungkap Irto.
Untuk wilayah DKI Jakarta atau daerah dengan besaran Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) 5 persen, produk jenis bensin (gasoline) Pertamax Turbo disesuaikan menjadi Rp 15.900 per liter dari sebelumnya Rp 17.900 per liter.
Sedangkan untuk produk jenis solar (gasoil) yakni Dexlite, disesuaikan menjadi Rp 17.100 per liter dari yang sebelumnya di angka Rp 17.800 per liter. Sedangkan Pertamina Dex menjadi Rp 17.400 per liter dari yang sebelumnya Rp 18.900 per liter.
‘’Harga baru BBM per 1 September 2022 yang berlaku di beberapa daerah bisa berbeda karena dipengaruhi perbedaan besaran PBBKB di masing-masing daerah. Penyesuaian harga merupakan upaya kami untuk terus menyediakan BBM berkualitas dengan harga yang masih paling kompetitif jika dibandingkan dengan produk SPBU lain dengan kualitas setara,’’ terang Irto.
Terkait harga BBM subsidi, Irto menyebut belum ada arahan apapun dari pemerintah terkait berapa besaran harga dan kapan kenaikan harga akan dilakukan. Dia menekankan, hingga saat ini harga BBM subsidi (pertalite dan biosolar) masih sesuai dengan harga yang ditetapkan pemerintah.
Masyarakat juga diimbau tidak panic buying dan tetap bijaksana dalam konsumsi BBM bersubsidi. ‘’Untuk BBM subsidi, kami pastikan stok nasional aman. Kami turut menghimbau agar masyarakat dapat membeli BBM sesuai dengan kebutuhan,’’ tambah Irto.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengimbau kepada pemerintah agar menunda wacana kenaikan BBM bersubsidi. Apalagi dinamika di lapangan menunjukkan bahwa harga minyak dunia mengalami penurunan.
‘’Bahkan penurunan ini diprediksi masih berlanjut, penurunan harga minyak mentah atau crude oil ini bisa berpengaruh terhadap beban subsidi yang berkurang,’’ jelasnya kepada Jawa Pos.
Bhima mengimbau pemerintah harus bisa lebih tegas dalam bersikap, terutama jika ingin melakukan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi. Aturan, mekanisme, maupun kriteria kendaraan apa saja yang boleh dan tidak boleh mengkonsumsi BBM bersubsidi harus jelas.
Namun, jika pemerintah jadi untuk menaikkan harga BBM bersubsidi, maka bansos yang disiapkan juga harus mumpuni. ‘’Karena ada ketidakjelasan, pemerintah ini seperti ping pong ke sana kemari, akibatnya terjadi antrean yang justru mempercepat BBM habis. Ini karena komunikasi pemerintah yang tidak clear terkait harga BBM,’’ urainya.
Bhima mengingatkan, sebelum ada isu kenaikan harga BBM bersubsidi, beban hidup masyarakat sudah sangat berat. Terutama jika dikaitkan dengan inflasi karena kenaikan harga bahan pangan.
Di saat yang sama, dinamika inflasi inti (core inflation) masih minim dan hal itu notabene menjadi cerminan permintaan yang masih kecil. Sehingga, jika ada kenaikan harga BBM bersubsidi tentu akan makin menambah beban hidup masyarakat.
Dia juga menyoroti alokasi bansos yang mencapai Rp 24 triliun yang disebutnya terbilang kecil. Jumlah itu tentu tidak cukup mengkompensasi beban yang ditimbulkan akibat kenaikan harga BBM bersubsidi.
‘’Harus ada ketegasan juga, jangan semua menteri berbicara. Harusnya cukup menteri ESDM atau ibu Menkeu saja, selain itu lebih baik jangan. Ini yang terjadi Menko Marinves berbicara, Kepala BKPM/Menteri Investasi bicara juga. Akibatnya malah bisa dimanfaatkan oleh bisnis penimbunan di tengah antrean yang terjadi, ini yang memberatkan Pertamina dan APBN karena ping pong kebijakan yang tidak clear,’’ jelas Bhima.
Lalu apakah harga BBM bersubsidi akan naik? Sejauh ini pemerintah belum tegas mengumumkan. Presiden Joko Widodo memilih untuk memberikan bantuan langsung tunai (BLT) BBM kepada 20,6 juta masyarakat tidak mampu dan 16 juta pekerja.
Kamis (1/9) Jokowi mengumumkan bahwa belum ada ketok palu soal harga anyar BBM. “Semuanya masih pada proses dihitung,” ungkapnya.
Dia menambahkan bahwa pemerintah tidak ingin gegabah. Untuk itu perlu kalkulasi yang tepat. “Dengan penuh kehati-hatian ya,” bebernya. (dee/lyn/jpg/far)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: