Penjualan terakhir BBM hanya di SPBU. Bukan di tempat lain. Maraknya pengetap yang mengantre di SPBU lalu menjual kembali BBM membuat implementasi kebijakan itu dipertanyakan. Ke mana aparat yang seharusnya menindak?
bontangpost.id – Sejak 2014, kuota BBM subsidi jenis solar dan Pertalite diusulkan masing-masing pemerintah kabupaten/kota kepada Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas). Membuat pemprov tak lagi ikut campur dalam penentuannya. Hal itu disampaikan Analis Kebijakan Ahli Muda Bidang Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Dinas ESDM Kaltim Syamsuddin.
Syamsuddin menuturkan, sebelum 2014, ketika pemprov terlibat menyusun kuota BBM serta mendata jumlah kendaraan, sudah punya hitung-hitungan. “Ada rumusnya dan semua provinsi sudah ditentukan. Biasanya tiap tahun itu menurun. Karena prinsipnya, pemerintah tidak memberikan sesuai permintaan, tapi (kemampuan) keuangan negara. Saat ini, biasanya bagian ekonomi yang mengundang beberapa kabupaten kota, untuk rapat menentukan soal kuota,” imbuhnya.
Menurutnya, solusi yang paling tepat saat ini adalah, peran aparat penegak hukum (APH) melakukan penindakan. Pasalnya, ESDM Kaltim, tidak berwenang melakukan penindakan. Namun demikian, Syamsuddin menyebut, pihaknya tetap turun ke lapangan. “Berdasarkan pengalaman kami dari pemantauan, misalnya ada ribut-ribut kan kami biasanya turun ke lapangan. Jadi, memang pengetap yang paling banyak,” sesalnya.
Dia mencontohkan, perhitungan sederhana harga solar subsidi Rp6.800 per liter, solar industri atau Dexlite Rp16.950 per liter. Sementara, sekali membeli di SPBU, pengetap bisa mendapat 100 liter BBM subsidi.
“Coba kalau dijual di industri Rp12.000 saja, itu cepat laku. Sekali mengetap untung Rp500 ribu lebih. Itu fakta kami (dari) wawancara di Bontang. Sehingga, daripada mereka mengangkut barang, lebih untung mengetap, dan logikanya solar perusahaan tambang ilegal itu dari mana?” tuturnya.
Syamsuddin menerangkan, BBM subsidi sebenarnya diperuntukkan untuk masyarakat miskin. Yang paling diutamakan, angkutan barang dan orang agar inflasi tetap terjaga. Sementara, mobil pribadi bukan prioritas. “Kalaupun ditemukan pelanggaran yang dilakukan SPBU, kami tak bisa memberikan sanksi. Hanya sebatas bersurat menyampaikan temuan ke BPH Migas. Jangankan diberikan sanksi karena sudah melakukan pelanggaran, justru terkadang tidak ditanggapi,” katanya.