bontangpost.id – Tim forensik gabungan telah menuntaskan ekshumasi atau otopsi ulang jenazah Brigadir Yosua. Hasilnya, tim yang dipimpin dr Ade Firmansyah tersebut memastikan tidak ada luka selain kekerasan senjata api. Namun, fakta terbaru yang ditemukan adalah jumlah luka tembak masuk mencapai lima titik.
Jumlah luka tembak masuk itu berbeda dengan yang dikemukakan Polri sebelumnya. Mengacu pada hasil otopsi pertama disebutkan, hanya ada empat luka tembak masuk. Dalam paparan kronologi awal disebutkan, empat tembakan itu berasal dari tembakan Bharada E.
Dokter Ade Firmansyah menjelaskan, di antara lima luka tembak masuk, hanya ada empat luka tembak keluar atau luka akibat tembusan peluru. Dengan demikian, satu proyektil tidak menembus atau tetap bersarang di tubuh Brigadir Yosua. Tepatnya peluru berhenti di dekat tulang belakang.
Di antara lima luka tembak itu, ada dua luka tembak yang paling fatal. Yakni, tembakan di kepala dan dada. Namun, Ade tidak bisa menyimpulkan luka di kepala dan dada ini yang menewaskan Brigadir Yosua atau tidak. ”Kami hanya menyimpulkan paling fatal,” katanya.
Menurut dia, otopsi ulang tersebut tidak bisa mengetahui jarak tembakan. ”Karena jenazahnya diotopsi untuk kali kedua. Dalam otopsi pertama, sudah pasti dibersihkan,” ungkapnya.
Jarak tembakan bisa diketahui jika kondisi jenazah masih fresh. Upaya itu dilakukan dengan melihat warna, bentuk luka, serta kemungkinan adanya bekas serbuk amunisi. ”Jenazah yang kami otopsi ini tidak sesuai dengan aslinya, tidak bisa kami tentukan jaraknya,” ujarnya.
Dia menyatakan, tim juga tidak bisa menentukan mana luka tembak pertama yang diterima Brigadir Yosua. Yang jelas, hanya ada luka fatal di kepala dan dada. ”Ada informasi yang tidak bisa kami buka karena bagian dari penyidikan,” tuturnya.
Dia juga menegaskan bahwa tim forensik gabungan tidak menemukan luka selain akibat kekerasan senjata api. Semua informasi luka yang disampaikan telah dicek. Misalnya, luka yang disebut seperti sayatan di wajah, luka di jari tangan, dan luka kuku dicabut. ”Kami cek semua luka sesuai dengan informasi keluarga,” paparnya.
Luka di wajah yang mirip sayatan, lanjutnya, dipastikan merupakan luka akibat rekoset atau pantulan dari serpihan proyektil. Begitu juga luka di jari kelingking dan jari manis. Semuanya disebabkan peluru. Hal itu bisa diketahui karena sesuai dengan alur lintasan peluru. ”Peluru masuk ke tubuh, lalu keluar mengenai organ tubuh lain, termasuk jari. Untuk istilah awamnya, peluru menyambar jari,” jelasnya.
Tim juga sama sekali tidak menemukan luka kuku dicabut. Artinya, tidak ada kuku Brigadir Yosua yang dcabut. ”Enggak ada,” katanya.
Lalu, soal luka memar di rusuk kanan dan kiri Brigadir Yosua, dia menyampaikan bahwa tim tidak menemukan luka akibat kekerasan selain kekerasan senjata api. ”Tapi, perlu diakui otopsi ulang ini memiliki keterbatasan. Berbeda dengan otopsi pertama dengan kondisi jenazah yang fresh,” terangnya.
Adanya lima luka tembak masuk di jenazah Brigadir Yosua semakin menguatkan dugaan Irjen Ferdy Sambo turut menembak secara langsung. Sebab, beberapa waktu lalu Bharada E mengaku tiga kali menembak tubuh Brigadir Yosua. Bahkan, Bharada E mengakui bahwa Sambo menembak Brigadir Yosua secara langsung sebanyak dua kali. ”Ya, Richard bilang begitu,” ujar Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik.
Pakar Forensik FKIK Ukrida dr Anton Castilani menjelaskan, dalam proses otopsi, pembusukan jenazah menurunkan kualitas pemeriksaan. Lalu, formalin untuk menghambat pembusukan bisa menyulitkan pemeriksaan tertentu. Salah satunya, pemeriksaan DNA. ”Pasti menghambat,” tegasnya.
Yang pasti, sebagai purnawirawan polisi sekaligus dokter kepolisian, dia mengetahui bahwa seorang dokter kepolisian itu selama ini profesional. ”Setahu saya, semua dokpol (dokter kepolisian, Red) profesional,” jelasnya.
Sementara itu, Kamaruddin Simanjuntak, kuasa hukum keluarga Brigadir Yosua, merespons hasil otopsi ulang tersebut. Menurut dia, saksi atau tersangka telah memberikan pengakuan bahwa Yosua dijambak sebelum ditembak. ”Dijambak itu kan termasuk penganiayaan,” paparnya.
Menurut dia, jika saksi mengakui ada penganiayaan, tetapi tim forensik menyebut tidak ada penganiayaan, terdapat perbedaan dari kedua pihak. ”Yang benar tersangka atau saksi atau dokternya,” katanya.
Dia kembali mengungkit adanya dua dokter perwakilan keluarga yang ikut serta melihat otopsi ulang. Menurut dia, pernyataan dari dokter tersebut telah dinotariatkan. Kalau hasil tim forensik berbeda dengan yang dinotariatkan, tentu ada kebohongan. ”Kalau dokter bekerja benar, pasti selamat. Kalau dokter tidak bekerja dengan benar, nanti Tuhan yang akan menghukum,” tuturnya kemarin (22/8).
Permintaan otopsi ulang itu diajukan keluarga Brigadir Yosua. Sebab, mereka melihat banyak kejanggalan pada jenazah Yosua. Perilaku anggota kepolisian yang mengantar jenazah juga menjadi sorotan. Keluarga dilarang melihat jenazah. Selain itu, jenazah sempat tidak dikebumikan secara kedinasan. (idr/c14/oni)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post