bontangpost.id – Sengkarut permasalahan aktivitas perusahaan di kawasan hutan lindung membuat Pemprov Kaltim bakal turun lapangan. Kasi Perlindungan Hutan dan Pemberdayaan Masyarakat, UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Santan Amid Abdullah mengatakan akan melakukan tinjauan lokasi dalam waktu dekat.
“Kami masih koordinasi dengan instansi terkait. Belum bisa dipastikan tetapi dalam waktu dekat kami akan ke sana (lokasi perusahaan),” kata Amid.
KPHP mengonfirmasi tidak sendirian nantinya. Melainkan bersama Dinas Kehutanan (Dishut) Kaltim dan Balai Pengawasan Hutan. Survei bertujuan untuk memastikan apakah perusahaan itu menduduki area hutan lindung. Dilihat dari data koordinat yang dimiliki oleh Dishut.
“Poin utamanya ialah memverifikasi lokasinya. Karena tidak menutup kemungkinan berada di luar kawasan hutan lindung,” ucapnya.
Jika benar, maka pihak terkait langsung memproses ke Balai Peneggakan Hutan. Instansi yang berada di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun, Amid memastikan hingga kini belum ada izin pemanfaatan kawasan oleh perusahaan jasa transportasi isotank tersebut.
Memang perizinan itu menjadi ranah pemerintah pusat. Tetapi pengurusannya juga melalui Dishut Kaltim. Bila izin turun maka ditembuskan lagi ke Dishut dan KPHP. Secara regulasi pemanfaatan hutan lidung dapat dilakukan oleh korporasi. Asalkan proses perizinan telah dikantongi. Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah 23/2021.
“Hingga saat ini tidak izin pemerintah pusat, berarti ilegal. Tetapi kami harus memastikan dulu koordinatnya,” tutur dia.
Diketahui, KPHP Santan area pemantauannya mulai Bontang, Kutim, dan Kukar. Total ada sekira 18 ribu hektare di tiga wilayah itu. Khusus Bontang luasannya tidak banyak. Sekira 4-6 ribu hektare. Meski perizinan di ranah pemerintah pusat, tidak serta-merta pengajuan izin diberikan oleh menteri. Harus dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL, Amdal, hingga izin prinsip.
Diberitakan sebelumnya, Kasi Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Bontang Idrus menjelaskan, perusahaan itu memang pernah mengajukan izin prinsip pada 11 Januari 2019 lalu.
Tapi DPMPTSP tak berani menerbitkan izin lantaran sebagian areal perusahaan masuk kawasan hutan lindung. Yang masuk dalam kawasan hutan lindung, adalah areal parkir perusahaan ini. Tempat mobil iso tank ditempatkan. Sementara untuk mengambil gas di PT Badak LNG, sudah ada izin. “Sudah pernah kami rapatkan. Begitu kami lihat peta RTRW, kami tidak berani terbitkan karena masuk hutan lindung,” ujar Idrus.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota (PUPRK) Bontang Tavip Nugroho sudah melayangkan surat peringatan kepada dua perusahaan yang beroperasi di sana. Meliputi PT DCU dan DPS Risco. Keduanya diminta melengkapi proses perizinan sebelum memulai aktivitas perusahaan. Ditenggat satu tahun untuk mengantongi dokumen administrasi tersebut.
“Selama pengurusan izin tentu tidak boleh beroperasi,” kata Tavip.
Bahkan, kegiatan di kawasan tersebut tidak menyumbang pendapatan bagi kas daerah. Terutama dari pos pajak. Dikarenakan aktivitas industri di hutan lindung melanggar aturan. Terkait nasib puluhan pekerja menjadi tanggung jawab perusahan.
“Jika memungut retribusi maka bisa jadi temuan. Karena perusahaan belum mengantongi izin,” pungkasnya. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: