BALIKPAPAN–Daya beli masyarakat Kaltim yang belum pulih justru ditekan lagi dengan mahalnya harga tiket pesawat. Tidak hanya satu, namun berbagai sektor bakal terdampak.
Anggota Komisi III DPRD Kota Balikpapan Syukri Wahid menilai, bukan hanya pariwisata seluruh lapisan masyarakat pun bakal terdampak. Bahkan, bagi pemerintah, mahalnya harga tiket ini semakin menguras kantong keuangan daerah. “Apalagi sekarang keuangan pemda, di Kaltim khususnya, belum bisa dikatakan sehat,” ucapnya.
Pihaknya pun sudah mulai terkena dampak. Anggaran untuk tiket pesawat terbang sudah over. Dari pagu yang ditetapkan perjalanan dinas sekitar Rp 3 jutaan untuk tiket pesawat tujuan Jakarta. Sekarang, sudah mencapai Rp 4 jutaan. Ada over sekitar Rp 700 ribu. Mau tidak mau efisiensi dilakukan.
Dia menilai, jika memang harga tiket naik dari sebelumnya, mesti ada penjelasan detail dari maskapai. Paling tidak transparansi harga tiket ini komponen apa saja. Jadi masyarakat juga paham.
“Ini naik, tapi servis sama saja. Tidak ada peningkatan. Saya sudah merasakan harga mahal, layanan sama saja. Sebagai konsumen saya pribadi kecewa. Paling tidak ada evaluasi pelayanan, karena harga sudah tinggi. Makanya jangan heran banyak orang yang komplain,” tuturnya.
Sekarang ini, sambung dia, seluruh maskapai dipertemukan bersama pemerintah. Duduk bersama membahas hal ini. Dampaknya ini sangat besar. Bahkan ke seluruh daerah. Logistik tentu bakal naik. Pengusaha menjerit. Pariwisata sepi, perputaran uang di daerah juga melemah.
Syukri juga menjelaskan, kondisi daya beli di Kaltim ini masih lemah. Masih jauh jika dibanding masa emas batu bara. Di tambah lagi harga tiket mahal dan bagasi pesawat yang dikenakan tarif. Bakal semakin memukul ekonomi Kaltim dan daerah lain.
Indeks tendensi konsumen (ITK) Kaltim bukan naik, tetapi justru terus menurun. Artinya memang daya beli masyarakat sekarang lemah.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, penurunan ITK terjadi sejak triwulan IV tahun lalu. Bahkan tercatat terendah sejak 2014 yakni di level 97,91 persen. Padahal, idealnya rata-rata ITK di atas 100 persen. Pada triwulan I 2018, lebih rendah hingga menyentuh level 92,24 persen. Memasuki triwulan II tahun ini ada perbaikan di angka 119,44 persen. Tapi di triwulan III justru turun lagi.
Director of Operation Platinum Hotel Indonesia Soegianto ikut angkat suara. Imbas tiket mahal ini berdampak pada kunjungan wisata ke Kaltim. Kalau harga tiket ke Balikpapan atau Kaltim mahal atau sama dengan pergi ke luar negeri, ya memilih pergi ke luar negeri.
“Dari pariwisata tentu imbasnya juga ke hotel. Jumlah kunjungan sepi, tamu yang menginap berkurang. Bahkan perjalanan dinas, dulunya bisa 10 orang datang sekarang bisa saja lima orang saja. Ya, okupansi kita jelas turun. Saya pribadi sudah mulai merasakannya. Tamu yang datang atau rombongan tidak banyak,” jelasnya.
Jika dibiarkan, pria yang juga menjabat ketua Badan Promosi Pariwisata Balikpapan itu menilai, roda ekonomi Kaltim bisa melambat lagi.
Pria akrab disapa Gianto itu mengatakan, maskapai penerbangan harus menjelaskan alasan kenaikan harga tiket pesawat ini. Sebab, sepinya wisatawan berdampak terhadap industri pariwisata di daerah.
“Wajar ASITA merasa terusik dengan kondisi penerbangan kini. Tiket mahal dan bagasi harus bayar. Padahal, untuk menarik wisatawan ke Kaltim ini kawan-kawan ASITA tentu menawari paket yang murah. Kalau serba-mahal, mana mau datang ke sini,” serunya.
Saat ini, perkumpulan petinggi hotel se-Indonesia sudah menyurati Presiden Joko Widodo agar masalah ini ditanggapi serius. “Kita sedang giat menggerakkan pariwisata. Kalau kondisi seperti ini ya tidak sejalan,” tutupnya. (aji/dwi/k8/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: