Jejak-Jejak Pers di Kota Taman

Div. Kreatif Bontang Post

 

Tak banyak arsip sejarah yang ditinggalkan berkenaan dengan perjalanan pers di Bontang. Mendapatinya cukup sulit, ibarat mencari puzzle yang sudah tersebar tak beraturan. Bontang Post berupaya mencari kepingan puzzle tersebut, menyusunnya, dan menyajikan kembali kepada pembaca. Menjadi bagian dari sejarah Kota Taman yang akan dikenang sepanjang zaman.

SEJATINYA, Bontang sudah mempunyai dua perusahaan pers sejak masa 1980-an akhir atau awal 1990-an. Salahsatunya adalah Manuntung, surat kabar harian yang sekitar sewindu berikutnya berubah menjadi Kaltim Post.

Saksi hidup pelaku pers yang masih ada hingga kini, Nursalam merupakan generasi ketiga wartawan Manuntung di Bontang. Sebelumnya, ada nama Robert Effendi dan Rachmat Rolau yang terlebih dulu merasakan Kota Taman sebagai medan liputannya. Keduanya, kini sudah hijrah ke Sangatta maupun Tarakan.

Nursalam, yang kini menjabat Ketua DPRD Bontang menjadi bagian dari Manuntung pada akhir 1992 silam. Di masa itu, hanya ada dua macam berita yang paling digemari masyarakat Bontang. “Kalau tidak kriminal atau pembunuhan, ya berita mistis atau klenik,” ungkap Salam, sapaan akrabnya.

Berita tentang pembangunan daerah, ujar Salam sama sekali tidak memikat hati masyarakat. Pasalnya, Bontang yang kala itu sudah berstatus kota administratif (Kotif), hanya mendapat anggaran dari Kabupaten Kutai setara dengan kecamatan, berkisar Rp 1 miliar sampai Rp 2 miliar. Praktis, nyaris tak ada pembangunan yang signifikan terjadi di Kota Taman. “Padahal kami dituntut meningkatkan oplah pada saat itu. Satu-satunya jalan, beritanya harus menjual,” katanya.

Beberapa peristiwa besar baik di Bontang maupun Kutai Timur (Kutim) digarap oleh Nursalam dibantu dengan satu wartawan. Berbekal kendaraan satu motor dinas pemberian Wali Kota Samarinda kepada Manuntung, Nursalam dan rekannya berburu berita mengelilingi Bontang yang kala itu sebagian besar masih berbentuk jalan setapak.

Hal yang paling diingat Salam, saat Bontang menjadi salahsatu penyumbang naiknya oplah terbesar Manuntung antara 1993 dan 1994. Kala itu, dia mendapat informasi ada warga yang dimakan buaya. Insting dan naluri wartawan yang dimilikinya membawa Salam bergegas meliput hingga Kutai Timur (Kutim). Setelah berita tersebut naik cetak, tak dinyana berita dengan headline “Monster Sangatta” itu menjadi viral di masyarakat. Terlebih, Salam selalu me-running beritanya hingga sebulan tak pernah putus. “Yang semula oplahnya kurang dari 10 ribu, seketika langsung naik melebihi 10 ribu. Berkat berita dari Bontang,” ucapnya.

Peristiwa besar lain yang betul-betul merubah wajah Bontang, kala perjuangan sekelompok pemuda menaikkan status Kota Taman menjadi kota madya. Dengan keahliannya menulis dan merangkai berita, Salam menunjukkan kelasnya sebagai wartawan yang diperhitungkan kala itu. Dorongan pemberitaan yang kuat terkait desakan menjadikan Bontang sebagai kota madya sudah dimulai sejak 1996.

Secara berkala, hingga 1998 dorongan melalui media disuarakan olehnya. Hingga akhirnya di 1999, Bontang ditetapkan sebagai kota madya melalui otonomi daerah. “Kalau media tidak melakukan tekanan, saya kira akan susah terwujud (otonomi daerah, Red.),” ujarnya.

Perkembangan pers di Bontang semakin pesat di kala 2003. Rizal Juraid, Pimpinan Redaksi Kaltim Post Samarinda merupakan saksi hidup berikutnya yang pernah merasakan medan liputan di Kota Taman. Beberapa media dari grup Kaltim Post, seperti Samarinda Pos dan Metro Balikpapan (sekarang Balikpapan Pos) juga mengirimkan beberapa reporternya di Bontang. Sebut saja salahsatunya, Ubaya Bengawan yang sempat menjadi bagian dari Metro Balikpapan, sebelum akhirnya bergabung di Kaltim Post Biro Bontang.

Jika di era Nursalam berita seputar kriminal dan mistik menjadi tren, di era Rizal, berita seputar olahraga menjadi “santapan” yang tak boleh ditinggalkan masyarakat Bontang. Terlebih, PS Bontang PKT (sekarang Bontang FC) dulunya menjadi salahsatu klub terkuat di Bumi Etam. Maka, wajarlah jika Kaltim Post saat itu punya keberpihakan kuat terhadap klub yang dulu berjuluk Laskar Khatulistiwa. “Keberpihakan tersebut agar warga tetap bisa mencintai klubnya sendiri, di tengah kondisi masyarakat yang heterogen dan mayoritas pendatang,” ungkap Rizal.

Sama halnya Ubaya. Saat masih menjadi wartawan, dirinya pun berkesempatan mendampingi langsung laga tandang PS Bontang PKT hingga ke Wamena, Papua.

Kesempatan untuk meliput peristiwa besar dan penugasan ke berbagai daerah lain menjadi kepuasan dalam diri Ubaya. Tokoh-tokoh besar yang pernah berkunjung ke Bontang dan Kutim pun beberapa kali jadi sasaran liputannya.

Sebut saja Presiden Keenam Susilo Bambang Yudhoyono saat di Kutim, Presiden Kelima Megawati Soekarno Putri, Presiden keempat Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, hingga mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin.

Sebagai seorang mantan Wali Kota Bontang, Adi Darma ternyata merasakan betul bagaimana pers berperan dalam pembangunan di Kota Taman. Pria yang juga pernah menjabat sekretaris daerah (Sekda) Bontang ini mengakui bila keberadaan pers turut memberikan sumbangsih pada pembangunan di Bontang.

Salah satunya Bontang Post yang hadir hampir bersamaan dengan masa pemerintahannya. Menurutnya, keberadaan pers merupakan salah satu media promosi daerah. “Salah satunya menjadi sarana penyampaian program-program serta visi misi pemerintah. Sehingga bisa diketahui khalayak ramai,” kata ayah dua anak ini.

Selain itu, masifnya pergerakan pers di Bontang turut memunculkan minat para pelajar untuk menulis dan menjadi koresponden. Dengan kondisi seperti ini, Adi berharap keberadaan pers di Bontang dapat terus berkembang khususnya dalam mengawal kebijakan pemerintah. “Saya kira perlu ada terobosan-terobosan baru bagi pers, sehingga dapat bertahan dan terus menjalankan tugasnya dengan baik,” tandasnya.

JADI KAWAH CANDRADIMUKA

Siapa yang sangka, Bontang merupakan tempat lahirnya jurnalis-jurnalis berbakat di Kalimantan. Anggapan ini tak berlebihan, sebab beberapa tokoh atau pemimpin media ada yang merupakan putra daerah, maupun pernah bertugas di Bontang. Sebut saja Nursalam dan Ubaya Bengawan, anggota DPRD Bontang yang dulu merupakan wartawan handal di eranya masing-masing.

Sebut pula Rizal Juraid dan Chrisna Endrawijaya. Dua nama ini merupakan pemimpin redaksi Kaltim Post Samarinda dan Balikpapan. Rizal sempat menjadi Kepala Biro Kaltim Post Bontang pada 2006 hingga 2007. Sementara Chrisna sempat menjadi Redaktur Pelaksana Bontang Post sejak 2010 hingga 2012.  Ada pula nama Agus Susanto, Direktur Bontang Post sejak 2010 hingga kini yang dipercaya mendirikan dan mengembangkan media lokal konten terbesar di Bontang dan Kutai Timur ini.

Rizal termasuk yang merasakan dari awal bekerja menjadi jurnalis di Kota Taman. Pada Juli 2002, Rizal merupakan wartawan dengan status magang dari salahsatu perguruan tinggi di Makassar. Meski hanya tiga bulan, ternyata Rizal sudah “kepincut” dengan Bontang. Usai menunaikan tugas magang selama tiga bulan, Rizal bergabung kembali menjadi bagian Kaltim Post Bontang pada 2003 di bawah kendali Nursalam.

Meski hanya tujuh bulan bertugas di Kota Taman dan kemudian pindah memperkuat redaksi di Balikpapan, Rizal akhirnya kembali ke Bontang pada 2006 menjadi kepala biro Kaltim Post Bontang. “Bontang patut berbangga, karena sekarang yang menjadi pemimpin Kaltim Post, sebagian adalah alumni Bontang, dan kami bangga akan fakta itu,” jelasnya.

Baik Nursalam, Ubaya, maupun Rizal sama-sama punya kesamaan; tidak melupakan profesinya dahulu maupun daerah tempatnya bertugas. Meski Nursalam dan Ubaya kini menjadi anggota legislatif, namun keduanya sadar jika dirinya bisa besar karena membesarkan media yang kini bertransformasi menjadi Bontang Post. Pun dengan Rizal, dia mengaku lebih suka selama bertugas di Kota Taman. Selain masyarakatnya yang dinamis serta kritis, nyaris seluruh kejadian di Bontang akan selalu terpantau. “Ibarat jarum jatuh di Bontang Kuala, suaranya terdengar sampai Loktuan,” ucap Rizal. (bbg/luk/zul)

Tim Liputan:

Koordinator: Muhammad Zulfikar Akbar

Anggota: Lukman Maulana, Bambang, Veri Verdian Sakal

Fotografer: Fahmi Fajri

Pendamping: Rachman Wahid, Yusva Alam

Penanggung Jawab: Guntur Marchista Sunan

Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News

Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:


Exit mobile version