bontangpost.id – Pancaran kebahagiaan sukar ditepis dari wajah kedua sejoli itu. Meski dalam banyak kesederhanaan, Dwi Tito Setiawan (32) dan Ratna Umar (31) akhirnya mengikat janji setia di hadapan penghulu dan saksi, Senin (12/4/2021) siang. Kendati keduanya masih berstatus sebagai tahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Bontang.
Dwi adalah warga Kecamatan Wahau, Kutai Timur. Dia menjadi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Lapas Bontang sejak medio 2016 silam atas kasus kepemilikan narkotika.
Setali tiga uang, Ratna Umar, yang kini berstatus istri Dwi pun penghuni Lapas. Kasus yang menjeratnya serupa; kepemilikan narkotika. Cuma bedanya, ini kali kedua Ratna mendekam di Lapas. Dia pertama kali masuk medio 2016, dan bebas pada 2020. Tapi jelang akhir tahun 2020, Ratna kembali ditahan. Masih dengan kasus narkotika. Kendati hingga kini (April 2021) kasusnya belum ditetapkan inkrah oleh pengadilan.
Sepasang sejoli itu mengikat janji suci di masjid Lapas Bontang, Senin (12/4/2021) siang. Cincin emas seberat 4 gram dipersembahkan sebagai mas kawin. Sementara Kepala KUA Kecamatan Wahau, Kutim Muhammad Nurdin didaulat sebagai penghulu. Sebab keduanya merupakan warga Kutim.
Pernikahan itu dihadiri keluarga mempelai, kendati sangat terbatas. Sebagian besar dari keluarga Dwi. Yang datang jauh-jauh dari Wahau, Kutim. Sementara keluarga Ratna hanya bisa saksikan melalui panggilan video. Pasalnya, mereka kini bermukim di Sulawesi. Sebabnya, adik sepupu Ratna, Galeh Widigdo (23) yang juga penghuni Lapas, ditunjuk sebagai wali nikah siang hari itu.
Usai dinyatakan sebagai suami istri, Dwi dan Ratna tak kuasa membendung rasa bahagia. Senyum tak henti mengembang di wajah sejoli yang dimabuk asmara ini. Pernikahan ini adalah berkah bagi mereka sehari jelang bulan suci Ramadan.
“Iya, senang sekali bisa menikah dengan dia (Ratna),” kata Dwi kepada bontangpost.id, Senin (12/4/2021) siang.
Dwi bilang kalau dia dan Ratna sejatinya sudah saling kenal. Jauh sebelum keduanya mendekam di sel tahanan. Mereka berteman ketika dulu menghirup udara bebas di Wahau, Kutim. Tapi hanya teman biasa, bahkan nyaris tak akrab. Sekadar saling tahu nama.
Benih asmara keduanya mulai tumbuh awal 2021. Tak lama usai Ratna kembali lagi ke Lapas, akhir 2020. Dwi mengaku, sudah lama memendam ketertarikan pada Ratna. Namun urung ia sampaikan. Dipendam saja. Barulah di awal 2021, dia nyatakan cinta. Dan kabar baiknya, perasaan itu berbalas.
“Sebenarnya sudah lama sih. Tapi enggak berani bilang,” beber Dwi dengan sedikit malu-malu.
Lepas resmi jadi pasangan kekasih, tak banyak bisa dilakukan. Mereka hanya bisa interaksi cukup dekat ketika seluruh penghuni lapas disatukan di lapangan. Misalnya ketika senam pagi. Sisanya, mereka menahan rasa rindu dari blok masing-masing.
“Enggak bisa apa-apa. Saling tatap dari jauh. Kan terbatas kami di sini,” timpal Ratna.
Mereka akhirnya bulat membawa hubungan itu ke jenjang lebih serius. Hanya dalam tempo 3 bulan usai resmi pacaran. Dwi bilang, beberapa kali Ratna minta dia tunjukkan keseriusan cinta. Tak mau berbasa-basi, Dwi lantas mengajak perempuan 2 anak itu menikah. Ini adalah manifestasi nyata keseriusan cintanya.
“Pokoknya saya mau tunjukkan kalau serius. Ya sudah, saya mau nikah dengan dia,” tegasnya.
Maret 2021, mereka ajukan permintaan nikah ke Lapas Bontang. Permintaan itu dikabulkan. Syarat administrasi, seperti akta cerai, Kartu Tanda Penduduk (KTP), pas foto background biru, dan Kartu Keluarga (KK) disiapkan. Mulai pengajuan, hingga ijab kabul butuh waktu sekitar 1 bulan. Ini butuh waktu pasalnya Lapas mesti cari waktu yang tepat. Pun kepengurusan harus di Wahau, Kutim. Lantaran keduanya tercatat sebagai warga di sana.
Menggelar pernikahan dengan status WBP memang tak mudah. Dwi dan Ratna mafhum benar soal itu. Mereka janji akan saling menunggu. Nantikan momen ketika kelak hidup di satu atap. Tidak dibatasi tembok tahanan. Tidak dipisah blok begini rupa. Masa tahanan Dwi tinggal 2 bulan. Sedang Ratna masih tak jelas karena kasusnya belum inkrah.
“Saya akan menunggu. Setia buat dia. Pasti ada hal baik nanti di depan,” yakin Dwi.
Kepala Subseksi Bimbingan Pemasyarakatan dan Perawatan (Bimkeswat) Lapas Bontang Syarifuddin menuturkan, ini kali perdana ada sesama warga binaan yang gelar pernikahan di Lapas. Sebelumnya juga pernah, tapi satu warga binaan, satu tidak.
Permintaan untuk menikah pada prinsipnya merupakan hak seluruh WBP. Sebisa mungkin Lapas memfasilitasi. Selama waktu tersedia dan persyaratan dipenuhi.
Tapi ada catatan penting. Menikah di Lapas tentu beda dengan di luar sana. Ada pembatasan. Ketika pilih menikah di Lapas, WBP harus terima risikonya. Kendati dinyatakan sah sebagai suami istri, mereka tak bisa tinggal satu kamar. Harus dipisah. Seperti biasa.
“Semua boleh ajukan (permintaan menikah),” kata Syarifuddin. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post