Tawa Muhammad Thaha pecah. Terbahak-bahak. Sampai memukul dinding. Juga pahanya. Itulah tawa terakhir yang dilihat Hadriani, sang istri. Sehari berselang, Thaha menghilang di tengah lautan. Kapalnya karam. Diduga ditabrak tanker.
EDWIN AGUSTYAN, Santan Ilir
Sabtu (9/1) pagi Hadriani berangkat ke Madrasah Ibtidaiyah As Adiyah seperti biasa. Dia sempat menanak nasi. Juga menggoreng telur dan ikan. Bekal untuk Thaha memancing. “Biasa saya juga yang memasukkan bekal,” kata guru honorer itu.
Sebelum meninggalkan rumah panggung di RT 2, Desa Santan Ilir, Marangkayu, Kukar, keduanya bersama sang anak masih sempat mengobrol di ruang tamu. Setelah itu, tak ada lagi komunikasi.
Hingga akhirnya dia menerima kabar tak mengenakan. Thaha hilang. Kapal yang digunakan untuk memancing ditengarai ditabrak tanker, Minggu (10/1) sekira pukul 04.00. Pria yang juga ketua MUI Marangkayu tersebut, terpisah dengan tiga rekannya. Sadaruddin, Mustarin, dan M Yunus.
Dari penuturan salah satu kerabat Sadaruddin, Thaha memang yang paling akhir meninggalkan kapal. Mustarin dan Yunus seketika berenang ke kapal pemancing lain yang berjarak sekira 300 meter. Sementara Sadaruddin sempat mengapung bersama jerigen, lalu ikut menyusul dua rekannya.
Thaha, kata Hadriani, memang tidak terlalu mahir berenang. Terlebih di lautan lepas. Tapi itu tidak menyurutkan hobinya memancing. Bahkan jika hanya menggunakan ketinting.
Sang istri sejatinya melarang Thaha untuk pergi memancing. Karena tiga hari sebelumnya sudah menyalurkan hobinya tersebut. Dia khawatir dengan cuaca yang tak menentu. “Perginya juga lebih pagi. Tidak setelah Dzuhur,” tuturnya dengan nada sendu ditemui di rumahnya.
Hadriani sedikit tenang setelah pria yang terpaut 10 tahun dengannya itu menjelaskan kalau dia menggunakan kapal yang sedikit besar. “Katanya ada atapnya,” ungkapnya.
Di sela bincang dengan Kaltim Post (grup bontangpost.id), kerabat Hadriani datang. Langsung memeluknya. Meminta perempuan 34 tahun itu untuk bersabar. Terus berdoa agar Thaha segera ditemukan. Tangis seketika pecah.
“Kapalnya sudah ditemukan. Keluarga ikut mencari. Tapi waktu mau diangkat, talinya putus. Mereka minta dicarikan tali yang lebih kuat,” tuturnya.
Hadriani nampak sudah ikhlas. Tegar. Namun gurat kesedihan tampak jelas di wajahnya. “Mungkin kalau kapalnya bisa diangkat, suami saya bisa ditemukan,” ungkapnya dengan berlinang air mata.
Yang membuat Hadriani mengelus dada adalah tingkah sang anak yang berusia 12 tahun. Ketika awal diberi tahu kejadian yang menimpa ayahnya, dia tak menunjukkan ekspresi apapun. “Tapi jadi pelupa. Hapalan Alquran dan azan dia lupa,” terangnya.
Sang anak juga meminta agar ibunya tidak larut dalam kesedihan. Dia yakin ayahnya ditemukan dalam keadaan selamat. “Baru tadi dia seperti ingat bapaknya. Ketika diminta untuk mendoakan,” kata Hadriani. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: