SAMARINDA – Upaya menemukan jalan keluar silang sengkarut anggaran Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kaltim 2018 kembali menemui jalan buntu. Audiensi yang diinisiasi Karangpaci, sebutan DPRD Kaltim, kemarin belum juga menghasilkan sepakat. Pasalnya, pejabat pembuat keputusan di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim tidak hadir dalam pertemuan yang mendatangkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kaltim dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kaltim tersebut.
Berat sebelah, rapat yang dipimpin Ketua Komisi I DPRD Kaltim Zain Taufik Nurrohman tersebut berubah jadi ajang “curhat” para penyelenggara pemilu. Meski terlihat bosan dengan pertemuan-pertemuan yang tak juga membuahkan hasil, baik KPU maupun Bawaslu tetap optimistis anggaran pilgub bisa sesuai dengan yang mereka anggarkan. Dalam hal ini, kedua lembaga ini meminta Karangpaci untuk bertindak.
Ketua KPU Kaltim M Taufik menjelaskan, pada awalnya anggaran yang disusun KPU sesuai tahapan pilgub mencapai Rp 486 miliar. Lantas dirasionalisasi atas permintaan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) menjadi Rp 428. Nilai tersebut mengalami pemangkasan menjadi Rp 356 miliar. Rasionalisasi dilakukan pada banyak kegiatan meliputi pengadaan alat peraga kampanye serta anggaran untuk penyelenggara ad hoc di daerah.
“Rasionalisasi tersebut tidak sepenuhnya kami terima. Melainkan harus ada komitmen pemprov dan pemerintah masing-masing daerah di Kaltim untuk penganggarannya,” ujar Taufik.
Faktanya, komitmen ini rupanya belum disepakati penuh oleh 10 kabupaten/kota di Kaltim. Sampai saat ini, baru dua daerah saja yang menyatakan siap membantu dalam hal penyediaan segala kebutuhan penyelenggara ad hoc. Yang meliputi panitia pemilihan kecamatan (PPK), panitia pemungutan suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
“Angka Rp 356 miliar itu bila komitmen pemerintah terpenuhi. Tapi bila tidak ada komitmen, maka anggarannya kembali ke Rp 428 miliar,” tambahnya.
Belum juga komitmen ini jelas, KPU dalam pertemuan dengan Sekretaris Provinsi (Sekprov) Kaltim diminta menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dengan nilai anggaran disetujui Rp 250 miliar. Menyusutnya anggaran yang diajukan KPU ini menimbulkan tanda tanya. Selain tidak dilibatkan dalam pemotongan itu, pemprov juga tidak memberikan daftar rincian anggaran kegiatan sesuai nominal tersebut.
“Penyusunan anggaran ini mengikuti tahapan pilgub. Berdasar surat edaran dari mendagri, ada klausul anggaran pilgub dibebankan pada APBD dalam jumlah yang cukup. Sesuai kebutuhan setiap tahapan pilkada serentak 2018. Kalau belum cukup sesuai kebutuhan tahapan pilkada kaltim, kami belum berani menandatangani NPHD,” uari Taufik.
Belum lagi problem anggaran ini tuntas, KPU dihadapkan pada kebutuhan anggaran baru. Sesuai Peraturan KPU (PKPU) Nomor 80 dan 80 tahun 2017, poin anggarannya bertambah. Dari yang sebelumnya 22 item, bertambah menjadi 24 mata anggaran. Yang meliputi pemilihan susulan dan lanjutan. Sementara, hal tersebut belum dianggarkan.
“Jadi kalau keinginan kami, rasionalisasi itu bukannya berkurang tapi malah bertambah,” sambung Taufik.
Karenanya Taufik menyayangkan pertemuan kemarin yang tidak dihadiri pengambil kebijakan dari karena kewajiban. Dia kembali menegaskan bahwa kewajiban KPU telah dilakukan yaitu mengajukan anggaran. Sementara untuk penyediaannya menjadi kewajiban pemerintah daerah. Apalagi pilgub merupakan kegiatan program strategis nasional.
“Kami tetap bersabar sampai batas waktu yang sudah ditentukan. Mudah-mudahan bapak-bapak DPRD punya solusi terkait persoalan kami. Termasuk juga untuk Bawaslu agar tahapan pilgub bisa berjalan,” harapnya.
Komisioner KPU lainnya Viko Januardhy menjelaskan, tanpa ada rincian anggaran dalam nominal Rp 250 miliar dari pemprov, artinya NPHD belum memenuhi prosedur anggaran. KPU perlu tahu komponen-komponen apa saja yang dicoret dari angka Rp 356 miliar.
“Harapannya DPRD dalam fungsi pengawasan, bisa mempertanyakan kepada pemprov, berkurangnya jadi Rp 250 miliar itu komponennya apa saja,” ujar Viko.
Sementara Rudiansyah, komisioner KPU lainnya menegaskan, KPU telah melakukan empat kali simulasi dalam hal penggunaan anggaran Rp 250 miliar. Hasilnya, bakal ada tahapan yang terpotong. Hal ini memungkinkan terjadinya gugatan kepada KPU misalnya oleh pihak-pihak yang kalah dalam pilgub. Termasuk misalnya ada kantor penyelenggara ad hoc yang bertempat di rumah pribadi.
“Dari konsultasi kami dengan ketua KPU RI, semua provinsi tidak boleh menandatangi NPHD bila tidak memenuhi seluruh tahapan,” beber Rudiansyah.
Menanggapi KPU Kaltim, Ketua Komisi I Zain Taufik Nurrohman membenarkan perlunya rincian kegiatan dalam NPHD. Sepengetahuannya, hibah mesti menyertakan rincian anggaran yang akan digunakan. Bila tidak, bakal menyulitkan pihak-pihak terkait.
“Untuk itu dalam waktu secepatnya, hal ini akan dikomunikasikan komisi I kepada pemerintah,” tutur Zain. Selain itu, komisi I akan kembali mengupayakan pertemuan berikutnya antara pemprov dengan KPU dan Bawaslu Kaltim. Sehingga dapat dicapai titik temu demi kelancaran pelaksanaan Pilgub Kaltim. (luk)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: