JAKARTA – Tambahan kuota haji 10 ribu jamaah ibarat pisau bermata dua. Di sisi lain menjadi kabar baik di tengah antrian haji yang kian banya. Namun di sisi lainnya pemerintah harus bisa menyiapkan dana Rp 346 miliar untuk membayar uang subsidi atau indirect cost biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH).
Sebagaimana diketahui tahun ini calon jamaah haji (CJH) dikenai BPIH rata-rata sekitar Rp 35,2 juta/orang. Padahal biaya riil haji berkisar Rp 69,7 juta/orang. Dengan demikian tahun ini total dana subsisi biaya haji yang diambil dari nilai manfaat pengelolaan setoran awal di Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mencapai Rp 7 triliun lebih.
Saat dikonfirmasi kemarin (15/4) Kepala BPKH Anggito Abimanyu mengatakan belum mendapatkan laporan resmi terkait adanya tambahan kuota haji sebanyak 10 ribu. Mantan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag itu mengatakan nilai manfaat atau hasil optimalisasi dana haji di BPKH selalu habis di akhir tahun.
’’(habis, Red) Dipakai untuk indirect cost (subsidi, Red), (dikembalikan ke, Red) virtual account, kemaslahatan, dan biaya operasional BPKH,’’ katanya. Meskipun begitu Anggito mengatakan BPKH sudah menyiapkan kemungkinan jika benar ada tambahan kuota. Pilihannya adalah subsidi biaya haji diambilkan dari APBN atau direct cost atau biaya langsung.
Ketua Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) Samidin Nashir semua keputusan yang diambil untuk menyiapkan dana Rp 346 miliar sebagai dana subsidi biaya haji menimbulkan konsekuensi. Misalnya jika diambilkan dari APBN, apakah pemerintah memiliki uang yang segitu besar.
Kemudian jika subsidi itu dibebankan kepada CJH yang bersangkutan, dengan kata lain mereka tidak mendapatkan subsidi dana haji. ’’Kalau CJH bayar penuth tanpa subsidi, akan timbul ketidakadilan,’’ tuturnya.
Kemudian ada opsi subsidi dana haji yang mencapai Rp 346 miliar itu diambilkan dari simpanan pokok setoran awal CJH lainnya. Menurut Samidin opsi ini harus dipertimbangkan dengan seksama. Sebab bisa mengarah pada keharaman.
Penyebabnya adalah uang yang dipakai tersebut adalah uang setoran awal CJH lainnya. Padahal pada saat mereka menyetor setoran awal biaya haji, tidak ada akad untuk bisa digunakan oleh CJH lainnya. ’’Yang boleh digunakan adalah uang hasil pengelolaan saja. Bukan uang pokoknya,’’ katanya.
Sementara itu Menag Lukman Hakim Saifuddin membenarkan bahwa pemerintah Arab Saudi telah memberikan tambahan kuota haji sebanyak 10 ribu jamaah. Tambahan kuota ini diberikan Raja Salman kepada Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Arab Saudi.
’’Sebagai tindak lanjut, kami akan segera melakukan pembahasan dengan DPR,’’ katanya. Dia menambahkan bahwa informasi tentang penambahan kuota tersebut benar. Saat ini tambahan kuota itu juga sudah masuk dalam sistem e-hajj milik pemerintah Arab Saudi.
Lukman menuturkan perlu dilakukan pembahasan bersama DPR dan BPKH untuk penambahan kuota tersebut. Sebab penambahan kuot aitu berdampak apda sejumlah hal yang cukup komplek. Misalnya terkaid dengan biaya penyelenggaraan. Dia menegaskan BPIH sudah ditetapkan rata-rata Rp 35,2 jutaan dengan jumlah jamaah haji reguler 204 ribu orang.
Lukman mengatakan pemerintah bersama DPR sudah menyepakati penggunaan uang hasil pengelolaan dana haji di BPKH tahun ini sebesar RP 7,039 triliun untuk 204 ribu jamaah. Nah dengan adanya tambahan kuota 10 ribu tadi, Lukman mengatakan diperlukan uang subsidi sekitar Rp 346 miliar. Selain itu juga ada penambahan sekitar 25 kloter baru dan penambahan sekitar 125 orang petugas kloter.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily mengatakan, tambahan 10.000 kuota haji itu patut mendapat apresiasi. Saat ini kuota jemaah haji ini sebanyak 221.000 jamaah. “Kami sangat mengapresiasi,” terang dia.
Penambahan kuota haji ini akan mengurangi daftar tunggu jamaah haji Indonesia yang saat ini rata-rata mencapai 18 tahun. Bahkan di daerah Sulawesi Selatan, daftar tunggu jemaah haji mencapai 40 tahun.
Menurut Ketua DPP Partai Golkar itu, tambahan itu merupakan upaya diplomasi Presiden Jokowi yang secara khusus kepada Pemerintahan Kerajaan Arab Saudi. Kalau bukan karena memiliki kedekatan diplomatik antara Pemerintah Indonesia di bawah Kepemimpinan Presiden Jokowi dengan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi saat ini, penambahan itu sulit untuk dilakukan.
“Karena itu, sebagai Pimpinan Komisi VIII, kami patut mengapresiasi atas hasil kunjungan Presiden Jokowi ke Arab Saudi ini,” papar dia.
Apresiasi juga datang dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU). Ketua Umum PB NU Said Aqil Siraj mengatakan, penambahan kuota haji untuk sangat mengembirakan umat Islam. Dengan tambahan itu akan semakin banyak umat Islam yang bisa menunaikan ibadah haji ke tanah suci. “Kami juga memberikan apresiasi,” ucapnya saat konferensi pers di kantor PB NU Jalan Keramat Raya kemarin.
Dia mengusulkan agar tambahan kuota diberikan kepada para calon jamaah haji lansia yang sudah masuk antrea. Mereka perlu diprioritas karena faktor usia. “Walau usia itu Allah yang menentukan,” terang ulama asal Cirebon itu.
Lawatan Presiden Joko Widodo ke Saudi Arabia bukan hanya untuk melaksanakan umrah. Melainkan juga sejumlah pertemuan bilateral. Selain bertemu Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud, Jokowi juga bertemu dengan Putra Kerajaan Saudi Muhammad bin Salman dan Menteri Energi Kerajaan Arab Saudi Khalid Al-Falih.
Di antara sejumlah isu yang dibahas, persoalan haji menjadi salah satu tema yang mendapat perhatian. Hasilnya pun cukup positif. Dalam pertemuan, Putra Mahkota menyampaikan lagi keputusan penambahan kembali kuota haji sebesar 10.000 bagi Indonesia dari angka saat ini sebanyak 221.000
“Putra Mahkota menghargai stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baik,” kata Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, kemarin (15/4).
Retno menambahkan, dalam pertemuan bilateral Indonesia-Arab Saudi sepakat untuk membentuk mekanisme konsultasi tingkat pemimpin dan melakukan pertemuan setahun sekali. Saat ini, ada sejumlah kerjasama investasi dan ekonomi yang perlu mendapatkan tindaklanjut.
“Salah satu isu lain yang dibahas adalah kemungkinan kerja sama antara Aramco dan Pertamina untuk kilang Cilacap,” kata Retno.
Selain melakukan kerja sama di bidang kilang minyak, pihak Saudi juga tertarik untuk bekerja sama dalam bidang industri petrokimia. Rencananya, ke depan akan ada kunjungan dari Saudi untuk ke Indonesia guna membahas rencana peningkatan kerja sama baik di bidang energi yang terkait di bidang minyak dan juga industri Petrokimia. (wan/lum/far/jpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: