SAMARINDA – Bisnis perhotelan mendapat angin segar. Dalam Rapat Koordinasi Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) di Jakarta pada 9-11 Februari lalu, Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) berjanji akan menghapus larangan kegiatan pemerintah di hotel. Jika wacana ini terealisasi, okupansi Kaltim diprediksi bisa meningkat 20 persen. Belum termasuk meeting room, restoran, dan fasilitas lain.
Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kaltim HM Zulkifli mengatakan, kontribusi kegiatan pemerintah Kaltim di hotel mencapai 30 persen. “Aturan itu (larangan kegiatan pemerintah di hotel) mempersulit anggota PHRI di seluruh daerah. Sehingga kita keluhkan langsung di depan presiden,” katanya kepada Kaltim Post, Rabu (13/2).
Saat disampaikan, dia mengungkapkan presiden merespons baik. Bahkan berjanji menghapuskan aturan itu. Walaupun sebenarnya tidak ada aturan tertulis yang benar-benar mengatur regulasi itu, namun Jokowi berjanji semua pemerintah daerah boleh melakukan kegiatan di hotel. “Kalau aturan itu tidak ada otomatis akan terjadi peningkatan signifikan pada dunia perhotelan di Bumi Etam,” tuturnya.
Bahkan okupansi atau keterisian kamar diyakini meningkat hingga 20 persen. Peningkatan itu juga akan terlihat pada penggunaan meeting room, restoran, dan fasilitas lainnya di hotel. “Ini angin segar untuk kami, jadi hotel bisa kembali promosi di dunia pemerintahan untuk melakukan kegiatannya di hotel,” tuturnya.
Berdasar data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim pada September 2018, tingkat penghunian kamar hotel di Bumi Etam mencapai 51,84 persen. Kemudian meningkat menjadi 52,15 persen pada Oktober. Tren apik ini berlanjut hingga November dan Desember masing-masing mencatatkan okupansi 53,38 persen dan 56,79 persen.
Zulkifli mengatakan, jika dihitung-hitung kegiatan pemerintah di hotel jauh lebih murah dibandingkan di luar hotel. Karena, hotel memiliki fasilitas yang lengkap. Semua sudah tersedia, mulai dari ruang rapat, tempat makan, tempat menginap, tempat olahraga dan lainnya.
“Contoh saja, jika pegawai Mahulu mengikuti rapat di Samarinda tentunya akan menginap di hotel. Jika kegiatannya di luar maka dibutuhkan biaya pulang-pergi hotel ke tempat rapat,” ungkapnya. Sedangkan jika kegiatannya di hotel, maka semua akan menjadi satu. Ketika jam istirahat, bisa kembali ke kamar. Sudah jelas lebih efisien dan menghemat biaya.
Adapun aturan pelarangan instansi pemerintah melakukan kegiatan di hotel sebelumnya dikeluarkan oleh kementerian dalam negeri. Aturan itu dianggap demi efisiensi, lalu menyusul kasus di Papua atas dugaan penganiayaan terhadap penyelidik KPK di hotel.
“Aturan ini akhirnya dicabut, karena harapan efisiensi pun tidak tercapai. Sehingga kami optimistis dampaknya akan luar biasa pada bisnis perhotelan di Kaltim,” pungkasnya. (*/ctr/ndu2/k18/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: