bontangpost.id – RS Pupuk Kaltim merupakan satu-satunya fasilitas kesehatan yang membuka pelayanan pemeriksaan swab PCR mandiri di Kota Taman. Menanggapi regulasi penyesuaian tarif pemeriksaan tersebut, Dirut Kaltim Medika Utama dr Nurul Fathoni menjelaskan pihaknya akan mengikuti keputusan yang sudah ada.
Namun demikian, ia meminta agar harga barang habis pakai (BHP) juga dapat ditekan. Mencakup biaya reagen, VTM, dan alat pelingung diri (APD) nakes. Bahkan kalau perlu disubsidi oleh pemerintah. Sehingga nominal tarif masih mencover untuk aspek lainnya. Mencakup biaya perektrutan tenaga ahli dan tunjangan kerja.
“Jadi sebenarnya bukan hanya faktor BHP. Banyaknya malahan man power dan itu belum dihitung oleh tarif Kemenkes,” kata dr Nurul Fathoni.
Ia tidak menyebutkan detail berapa pengadaan BHP untuk satu kali pemeriksaan. Tetapi menurutnya masih masuk tarif penyesuaian. Pihaknya akan melakukan evaluasi. Termasuk mencari distributor BHP medis yang harganya jauh lebih murah. Mengingat RS Pupuk Kaltim merupakan fasilitas kesehatan swasta dan tidak ada subsidi dari pemerintah.
“Kami masih komunikasi dan koordinasi dengan vendor reagen. Kalau mereka bisa turunkan harga baru kami evaluasi,” ucapnya.
Tarif pemeriksaan swab PCR di faskes tersebut dipatok 900 ribu rupiah. Dengan hasil keluar durasi 2-3 hari. Namun bagi pelaku perjalanan dan pasien pihak rumah sakit mendahulukannya. Sehingga dapat keluar hasilnya 1×24 jam. “Pemeriksaan PCR ini tidak sama dengan pemeriksaan darah. Waktu mengerjakannya cukup lama. Dan harus lengkap untuk satu kit yakni 32 reagen,” tutur dia.
Proses pemeriksaan juga panjang dan membutuhkan petugas banyak. Mulai dari pengambilan swab oleh petugas. Kemudian reagen dimasukkan dalam VTM supaya tidak terkontaminasi. Selanjutnya sampel dibawa ke laboratorium dalam laboratorium. Sampel dilakukan ekstraksi oleh alat yang sudah disediakan. Berikutnya hasil ekstraksi dimasukkan dalam mesin PCR.
“Hasilnya berupa grafik dan harus dibaca oleh dokter spesialis patologi klinis. Di laboratorium itu juga minimal ada dua petugas dengan APD lengkap,” sebutnya.
Sebelumnya diberitakan, Wali Kota Bontang Basri Rase menegaskan bakal mengikuti instruksi presiden. Sehubungan penyesuaian harga pemeriksaan swab polymerase chain reaction (PCR) mandiri di Kota Taman.
Dalam waktu dekat, ia akan berkoordinasi dengan manajemen Pupuk Kaltim dan direksi RS Pupuk Kaltim. Mengingat pelayanan swab PCR mandiri satu-satunya dilakukan di fasilitas kesehatan tersebut.
“Kalau presiden mengatakan harganya harus sekian, kami mengikuti,” kata Basri.
Sebab jika permintaan dari pemerintah pusat itu tidak dilakukan, otomatis Pemkot Bontang melanggar aturan. Mengingat aparatur daerah merupakan satu hirakri dengan pemerintah pusat. “Kalau di atas mengatakan sekian, bawah harus patuh,” ucapnya.
Penyesuaian harga ini dipandangnya merupakan hal yang baik. Sebab dengan biaya pemeriksaan yang relatif terjangkau maka mempermudah langkah testing. Tujuan akhirnya ialah penanganan pandemi covid-19 di Bontang lebih maksimal. Mengingat pasien yang terpapar dapat langsung dilakukan treatment.
“Semakin banyak yang testing maka penanganan itu lebih mudah. Tidak sampai banyak korban yang berjatuhan,” tutur dia.
Kementerian Kesehatan telah menetapkan tarif tertinggi pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) Rp 495 ribu untuk pulau Jawa dan Bali, serta Rp 525 ribu untuk luar pulau Jawa dan Bali. Kini harga pemeriksaan RT PCR turun sebanyak 45 persen dari harga sebelumnya.
Tarif tersebut ditetapkan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan nomor HK.02.02/I/2845/2021 Tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan Reserve Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Dengan demikian, batasan tarif tes PCR yang sebelumnya telah ditetapkan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/I/3713/2020 tanggal 05 Oktober 2020, dinyatakan tidak berlaku lagi. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post