Mantan Wartawan yang Jadi Wali Kota Bontang

Ir H Adi Darma, M Si (LUKMAN MAULANA/BONTANG POST)

 

Kisah Inspiratif Warga Bontang: Adi Darma (159)

Tak banyak yang mengetahui bila mantan wali kota Bontang Adi Darma pernah bekerja sebagai kuli tinta. Mengenal dunia jurnalis lewat prestasinya di olahraga tenis lapangan, Adi Darma lantas masuk ke jajaran pemerintahan yang perlahan membawanya menjadi orang nomor satu di Kota Taman.

Lukman Maulana, Bontang

LAHIR di Tenggarong 56 tahun lalu, Adi Darma kecil tidak punya cita-cita pasti. Kala itu, dia hanya ingin menjadi orang yang berguna bagi keluarga, bangsa dan negara. Sebagaimana prinsipnya menjalani hidup mengalir seperti air, perjalanan hidup Adi Darma serba tak terduga. Prestasinya sebagai atlet tenis lapangan saat remaja membawanya berkenalan dengan pimpinan salah satu surat kabar mingguan di Samarinda.

“Saya masih kuliah ketika diajak bergabung menjadi wartawan di koran mingguan Meranti. Awalnya karena prestasi saya sebagai atlet. Saat menjadi mahasiswa saya memang suka menulis, karenanya saya pun menerima tawaran tersebut. Saya lupa tahun pastinya, antara 1983 atau 1984,” kenang Adi Darma.

Dari situ Adi mulai belajar tentang jurnalistik.

Sebagai wartawan, spesialisasinya meliput berita-berita dan kegiatan-kegiatan olahraga. Namun sesekali dia juga meliput berita-berita umum. Kala itu dia memiliki kartu identitas Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Di luar berburu berita, Adi juga aktif mengikuti pekan olahraga wartawan nasional (Porwanas).

Dengan keahlian mengayun raket, dia beberapa kali mencatatkan prestasi dalam keikutsertaannya dalam ajang Porwanas. Ikut serta dalam Porwanas merupakan bagian paling berkesan selama menjadi wartawan. Karena kala itu sebagai mahasiswa, dia bisa bepergian ke berbagai tempat di Indonesia. “Saya beberapa kali ikut event nasional. Di antaranya di Jakarta, Surabaya, Sumatra. Prestasi saya waktu itu hingga masuk tiga besar,” jelasnya.

Kiprah Adi sebagai wartawan sekaligus atlet lantas membuatnya dilirik menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Dia mendapat tawaran untuk bergabung di Kanwil Kementerian Penerangan, yang sebelumnya kerap bekerjasama dengan Adi dalam hal pemberitaan. Karena saat itu masih kuliah dan berijazah SMA, Adi sempat minder. Namun tawaran bergabung di pemerintahan akhirnya diterimanya juga.

“Kala itu prosedur menjadi PNS belum seperti saat ini. Saya masuk ke kanwil Penerangan sebagai staf humas. Karena masih berhubungan dengan pemberitaan, jadi saya terima. Padahal waktu itu, antara 1985 atau 1986, saya masih belum lulus kuliah,” kisah Adi.

Di  1993, berbekal ijazah S1 yang diperolehnya selepas kuliah, Adi mengikuti tes Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Dia diterima dan ditempatkan di Kantor Biro Lingkungan di Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) Kaltim yang kala itu dipimpin Awang Faroek Ishak. Di sini dia sempat menjadi pelaksana harian kasi laboratorium Bapedalda Kaltim, hingga kemudian dipindah ke Tenggarong sebagai Kasi P20 Dispenda Kutai Kartanegara (Kukar) di 1999.

Saat bekerja di Tenggarong itulah Adi mulai mengenal Bontang. Pasalnya, kala itu jajaran pemerintahan Bontang meminta bantuannya dalam meningkatkan pendapatan daerah dengan menggali potensi-potensi yang ada. Dalam hal ini, dia ikut melobi pemerintah pusat melalui kementerian-kementerian terkait untuk menambah dana perimbangan yang diterima Bontang.

“Misalnya ada dua rig di Malahing yang pendapatannya masuk ke Kukar. Padahal wilayahnya berada di Bontang. Setelah diurus ke Bontang, akhirnya pajak-pajak dana perimbangannya berpindah ke Bontang,” urainya.

Di 2001, Adi lantas dipindahkan ke Bontang sebagai kabag umum merangkap pelaksana tugas kepala Dinas Pendapatan Bontang. Hingga kemudian dia dipercaya sebagai kepala Dinas Pendapatan Bontang di penghujung tahun tersebut. Dalam perannya di Dinas Pendapatan itulah, Adi banyak memberi sumbangsih dalam meningkatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Bontang.

“Di Dinas Pendapatan saya mencari dan menggali potensi-potensi daerah yang bisa menambah pendapatan daerah. Dari yang awalnya Rp 75 miliar perlahan bertambah menjadi Rp 150 miliar, lalu menjadi Rp 350 miliar. Memasuki tahun anggaran 2003, nilainya sudah sekitar Rp 900-an miliar, hampir mencapai Rp 1 triliun,” ungkap Adi.

Dengan prestasi tersebut, oleh wali kota Bontang kala itu yaitu Sofyan Hasdam, Adi dipercaya menjadi asisten 3 yang membidangi masalah keuangan, pendapatan, kepegawaian, dan inspektorat. Di 2005, dia merangkap posisi pelaksana tugas sekretaris daerah (Sekda) yang kala itu tengah kosong. Lantas di 2006, dia menjadi pejabat Sekda Bontang hingga 2009.

Ketika kepemimpinan Sofyan Hasdam akan berakhir, banyak elemen masyarakat yang meminta Adi Darma meneruskan kepemimpinan Bapak Pembangunan Bontang tersebut. Mengingat kala itu Adi Darma berada dalam posisi birokrat tertinggi di Kota Taman. Adi pun maju dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) Bontang 2011 sebagai calon wali kota berpasangan dengan Isro Umarghani.

“Dalam pilkada saya dipercaya masyarakat Bontang menjadi wali kota meneruskan pemerintahan Pak Sofyan. Bagi saya jabatan ini amanah, sehingga mesti saya jalankan dengan sebaik-baiknya,” sebut dia.

Sebagai wali kota Bontang, program-program prioritas dalam pembangunan Bontang mulai dijalankannya. Di antaranya program pemenuhan kebutuhan listrik melalui pembangunan PLTMG dan pemenuhan air bersih melalui pembangunan water treatment plant (WTP). Termasuk program prioritas yaitu program partisipasi masyarakat Rp 50 juta per RT (Prolita) yang menyasar bidang fisik, sosial, dan infrastruktur.

“Yang paling berkesan bagi saya saat menjabat wali kota ketika saya bisa mengabulkan keinginan masyarakat. Dukanya, ketika saya kerap mendapat kritik dari banyak pihak. Tapi bagi saya hal itu sudah menjadi bagian dari menjadi seorang pemimpin,” ujar Adi.

Ketika Pilkada Bontang 2016, Adi kembali maju bersama Isro Umarghani. Namun dia gagal meneruskan kepemimpinannya setelah Neni Moerniaeni terpilih menjadi wali Kota Bontang periode 2016-2021. Adi menerima kekalahannya sebagai suratan takdir. Bahwa dia memang sudah digariskan untuk tidak lagi menjabat wali kota Bontang.

“Diambil hikmahnya saja, rezeki dan jodoh sudah ditentukan Allah. Hikmahnya sekarang saya bisa menikmati hidup, menjalani usia tua bersama keluarga. Menemani kegiatan usaha istri sembari melakukan kegiatan-kegiatan sosial,” terangnya.

Setelah tak lagi menjabat wali kota, Adi memang lebih banyak menjalankan usaha. Bersama sang istri, Najirah, dia merintis usaha kuliner di beberapa kota di Kaltim meliputi Kukar, Samarinda, dan Balikpapan. Lewat rumah makan yang dikelolanya, Adi ingin memperkenalkan kuliner Bontang yaitu Gammi Bawis secara lebih luas.

Bukan hanya berwiraswasta, pria kelahiran Tenggarong 56 tahun lalu ini juga masih terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial. Dia dipercaya menjadi ketua Syarikat Islam di Samarinda. Salah satu program kerjanya yaitu menjalin kerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UKM dalam rangka membantu menggerakkan perkembangan koperasi di daerah.

“Di luar usaha dan kegiatan sosial, saya juga punya kebun di Samarinda yang ditanami macam-macam tumbuhan. Seperti rambutan dan kelapa. Ya di hari tua ini salah satunya diisi jalan-jalan lihat kebun sambil menimang cucu,” pungkas anak ketujuh dari sembilan bersaudara ini. (bersambung)

Nama: Ir H Adi Darma, M Si

TTL: Tenggarong, 29 April 1960

Istri: Hj Najirah, SE

Anak: Ferza Agustia, Dina Novita Sari

Riwayat Pendidikan

  • SDN 005 Tenggarong (lulus 1974)
  • SMPN 1 Tenggarong (lulus 1977)
  • SMAN 1 Tenggarong Jurusan IPA (lulus 1981)
  • S1 Universitas Mulawarman Samarinda (lulus 1988)
  • S2 Universitas Dr. Sutomo Surabaya (lulus 2002)

Alamat: Jalan Juanda 4 Nomor 99 Samarinda

Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News

Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:


Exit mobile version