bontangpost.id – Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota (PUPRK) Bontang akan memperbarui masterplan banjir pada 2022 mendatang. Ini merupakan peta jalan guna mengurai dan mengatasi persoalan banjir Bontang. Yang dalam 2 tahun terakhir intensitasnya makin sering dan sebarannya kian luas.
Masterplan itu merupakan pembaharuan dari dokumen serupa yang diterbitkan 2004 silam. Dokumen pengentasan banjir yang terbit lebih sedekade lalu itu dinilai tak lagi relevan dengan kondisi Bontang saat ini. Ia tak mampu lagi menjawab persoalan banjir di kota ini. Yang kian hari makin kompleks saja permasalahannya.
“Sudah ketinggalan zaman sekali itu. Makanya akan kami buat masterplan banjir 2022 nanti,” kata Kabid Sanitasi, Air Minum dan Sumber Daya Air PUPRK Bontang Karel.
Karel menyebut, dalam penyusunan masterplan banjir 2022, pihaknya bakal menggandeng akademisi. Yang memang konsen dan terkait dengan pengentasan banjir di kota. Seperti akademisi di bidang tata kota, planologi, dan ahli lingkungan. Tidak lagi dengan konsultan. Sebab PUPRK nilai, analisa dan solusi yang ditawarkan akademisi lebih mengena. Bisa lebih menjawab persoalan banjir di kota berjuluk Taman ini.
“Jadi ini mau dianggarkan di 2022. Kami rencana libatkan akademisi. Bisa dari ITB (Institut Teknologi Bandung) atau dari UGM (Universitas Gadjah Mada),” bebernya.
Kata Karel, secara umum masterplan itu akan berisi dimulai dengan memetakan kondisi Bontang saat ini. Duduk perkara persolan banjir, titik banjir, hingga solusi atau tindakan yang mesti diambil pemerintah untuk mengentasksn persoalan ini.
“Yang jelas detail terkait penanganan banjir ada di situ. Saya belum bisa jelaskan lebih banyak untuk saat ini,” sebutnya.
Lebih jauh, masterplan banjir dinilai sangat penting. Agar penanganan banjir Bontang terarah, bukan solusi jangka pendek, apalagi asal-asalan alias persoalan tidak nyambung dengan solusi. Pun diharapkan, ini bisa mempercepat upaya penanganan banjir Bontang yang progresnya masih sangat minim. Kata Karel, hingga 2021 ini persentasenya masih di angka 30 persen.
Penanganan 30 persen itu masih mencakup normalisasi sungai. Yang itupun dilakukan secara parsial. Alias per titik yang mengalami sedimentasi saja. Bukan secara menyeluruh seluruh sungai Bontang. Kemudian penurapan di beberapa titik banjir. Seperti di dekat kantor Gunung Elai.
Sementara pembebasan lahan untuk membangun polder, hingga memperbarui sistem drainase Bontang agar selaras perkembangan kota, belum bisa dilakukan. Alasannya klasik, anggaran belum tersedia.
“Sebenarnya ini karena anggarannya tidak ada. Jadi mau apa-apa juga tidak bisa,” ujar Karel. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post